logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 5

Majalah dinding diramaikan dengan terpasangnya foto Nania dan Kevin yang terlihat dekat. Kevin seolah memeluk Nania dari belakang. Banyak yang terkejut dengan kabar itu, sebab Kevin dan Tasya sudah sejak kelas sepuluh pacaran. Mereka pasangan yang saling melengkapi tanpa ada salah satu yang mengkhianati. Meskipun tampang Kevin terlalu tampan dengan Tasya yang memiliki tampang biasa saja, namun Tasya adalah putri dari pengusaha kaya. Sehingga saat mereka menjadi pacar tak ada yang memberi komentar, malah banyak yang bilang serasi.
Nania yang melihat keramaian di mading ikut penasaran dan melihat apa yang menjadi objek kerumunan itu. Saat terpampang jelas fotonya bersama Kevin, Nania langsung merobeknya dengan tubuh bergetar menahan amarah. Ia remas foto itu dan membuangnya ke sampah. Nania berlari melewati orang-orang yang menatapnya sinis, seolah mata mereka berkata “lihatlah betapa rendahnya selera Kevin mencari selir.” Ia berhenti di belakang sekolah yang sepi dan terbebas dari cctv. Ia menangis sepuasnya. Meluapkan amarah yang entah untuk siapa. Mungkin untuk dirinya sendiri yang sangat payah.
Nania merasakan sakit yang luar biasa dalam hatinya, karena baru pertama kali ini ia dipandang begitu rendah di sekolah elit ini. Ia hanya ingin mendapat beasiswa, menemukan kakaknya, lalu lulus dengan nilai memuaskan di kota ini. Ia mengusap aliran air mata dari matanya yang terus merembes tatkala hatinya merasakan nyeri, melihat kembali mata-mata sinis yang memandang rendah terhadapnya.
Nania berdiri merapikan rambut dan seragamnya. Memastikan bahwa ia tidak terlihat seperti menangis. Lalu berjalan dengan gontai menyusuri beberapa kelas. Ia berpapasan dengan Tasya di kelas IPA 2. Mereka saling menatap dengan diam. Nania berjalan lebih cepat menghindari tatapan mata yang merisaukannya.
“Nania…” Leli merasa trenyuh dengan kondisi Nania. Ia ingin memeluk Nania tapi Nania segera masuk kelas dan duduk di kursinya. Sofyan tiba-tiba datang sambil ngos-ngosan. Ia menyambar Nania yang menidurkan kepalanya di atas meja.
“Nan, jadi pacar gue, ya?” Ucapan Sofyan yang jelas dan tanpa tedengaling itu sukses membuat Nania terbangun dengan terperanjat.
“Udah gila kamu, Yan!”
Leli pun ikut terkejut, pasalnya Sofyan terlihat tengil dan hanya suka menggoda Nania tanpa keseriusan. Mereka bertiga adalah sahabat.
“Enak aja lo main ngajak anak orang pacaran! Kita bertiga ini nggak boleh ada yang pacaran!”sentak Leli.
“Kenapa emangnya? Lagian nggak ada perjanjian buat itu.” Sofyan membalas telak ucapan Leli.
Leli tak habis pikir dan menuding Sofyan, “lo tu aneh ya,”
Mereka bertiga seketika terdiam tatkala guru datang dan langsung kembali ke tempat duduk masing-masing.
Waktu istirahat tiba, semua siswa terlihat keluar dari kelasnya. Kevin terlihat masih diam di tempat duduknya. Ia mengabaikan teman-teman yang mengajak ke kantin. Setelah kelas kosong barulah ia menelpon seseorang lalu pergi dengan tergesa-gesa.
“Mau lo apa sih, An? Kenapa lo juga ikut-ikutan bawa-bawa Nania dalam permainan lo ini? Gue sama dia itu nggak selevel dan lo juga harusnya lebih menjaga perasaan Tasya, pacar gue dan tentunya sahabat lo,”Kevin tersenyum sarkas, “atau lo itu cuma sahabat bermuka dua?”. Mendengar perkataan Kevin yang sarkas tentang dirinya, Ana hanya tersenyum kecil lalu terkekeh. Hal itu semakin membuat Kevin jengkel dan hal itu pula yang diinginkan Ana. Membuat Kevin jengkel padanya.
“Nggak salah lagi pasti lo yang udah nempel foto gue sama Nania di mading dan menghebohkan satu sekolah.” Kevin tersenyum kecut sambil menaikkan alis kirinya, “sampai kapan gue harus terjerat dengan manusia licik kayak lo, heh?”
“Harusnya dengan omongan lo barusan lo jadi nggak bisa tidur nanti malam. Dari awal lo yang ngemis sama gue, lo yang paling ambisius. Sekarang lo tanya sampai kapan??” Ana mendekat dan berbisisk, “tanya sama hidup lo yang sampai sekarang masih pas-pasan!” pungkasnya. Kevin meremas buku-buku jemarinya. Sekuat tenaga menahan emosi yang ingin meluap sampai membuat wajahnya ikut kemerahan. Setelahnya Ana melenggang pergi dengan menyibakkan rambutnya yang panjang sebahu.
“Anjing!”umpatnya Kevin.
Nania tidak ingin pergi ke kantin. Kerumunan tadi yang disebabkan oleh fotonya dan Kevin di mading membuatnya masih ragu-ragu untuk sekadar pergi ke kantin. Ia ingin menghindar dari tatapan orang-orang yang merendahkannya. Ia ingin di kelas menyelesaikan urusan dengan Sofyan yang mendadak mengajaknya menjadi pacarnya.
“Kenapa kamu tiba-tiba minta aku jadi pacar kamu?” Nania bertanya saat kelas telah kosong dan menyisakan mereka bertiga. Sofyan menghela napas dan berubah menjadi serius.
“Gue suka sama lo.”
“Sejak kapan?” Leli ikut menginterogasi, “atau gombalan lo selama ini cuma kedok biar lo sama Nania bisa cair nggak ada awkward moment?”
Sofyan mengangguk, “ya itu ada benarnya juga.”
“Kalau gue nggak mau gimana?”pancing Nania.
“Lo akan diserang dan semua siswa di sekolah ini akan semakin percaya hubungan lo sama Kevin yang menurut mereka adalah perselingkuhan! Lo yang akan dituduh perebut pacar orang!!” Sofyan berkata dengan gemertak tertahan.
“Oh jadi itu alasannya?” simpulnya Leli yang membuat Sofyan salah tingkah dan mengendurkan amarahnya.
“o—ke gue ngaku gue emang pengen jadi tameng buat Nania biar isu-isu yang menyebar itu tidak jadi serangan yang suatu saat akan melukai Nania.”
Nania terdiam. Leli juga terdiam memikirkan keputusan yang aman dan tidak menimbulkan masalah baru.
“Gue setuju,” Leli berucap, “tapi ada syaratnya,”pungkasnya yang dibalas dengan Sofyan mengangkat sedikit alis kirinya.
“Lo cuman jadi pacar kontrak buat Nania, gimana?”
“Oke!”Sofyan menyetujui. Nania pun akhirnya menyetujui.
“Terus gimana caranya membuktikan kalau kita ini pacaran?”tanya Nania.
“Lo nggak perlu takut Nan, cukup ikut kemanapun gue pergi dan seolah kita saling suka satu sama lain.”
“Ya kalau kamu ke kamar mandi aku juga gak mesti ikut kamu lah,”
“Ya maksudku kecuali itu,”
“Terus sekarang?”
“Kita ke kantin,” ucapnya, “berdua aja,”pungkasnya yang membuat Leli mendelik karena kesal.
“Karena kalian cuma pura-pura pacaran, gue restuin, sekarang pergi sana…”Leli mendorong Nania dan Sofyan untuk menjauh, “gue mau di kelas aja main mobile legend,”
“Wokey, yuk Nan.” Sofyan mengulurkan tangannya, Nania ragu-ragu untuk menerimanya. Walaupun ini cuma pura-pura tapi tetap saja kegugupan tidak dapat disembunyikan dari wajahnya yang mendadak kemerah-merahan. Karena sebelumnya tak pernah ia sedekat ini denngan laki-laki. Lebih tepatnya ia belum pernah pacaran. Sofyan segera menarik tangan Nania dan menggandengnya.
“Kita harus bergandengan buat nunjukkin kalau kita ada sesuatu, oke?” Nania hanya bisa mengangguk, “sama satu lagi, lo harus bahagia sama gue.” Nania seperti tersengat listrik saat Sofyan tiba-tiba mengalihkan tangannya untuk menarik kedua bibirnya agar tersenyum, “nah lo harus senyum terus kalau lagi sama gue, oke partner?” Nania kembali menetralkan dirinya dan pura-pura tersenyum meski sentuhan itu membuat sesuatu yang lain tiba-tiba muncul dalam dirinya. Sesuatu yang baru ia rasakan dan seperti ada kupu-kupu yang menggelitik dalam perutnya.
Rencana itu berhasil, terbukti dengan banyak pasang mata yang memperhatikan mereka berdua. Meskipun Sofyan bukan dari kalangan cowok ganteng dan famous tapi semua siswa tahu kalau sofyan adalah siswa yang mendapatkan kejuaraan tingkat nasional cabang olahraga silat. Ia tidak banyak penggemar karena terlalu tidak peka dan berpenampilan biasa. Ia jarang tebar pesona. Teman-temannya hanya sebatas lingkup di eskul pencak silat dan dua wanita yang tidak famous juga; Nania, Leli. Tetapi entah kenapa, setelah ia berjalan berdua dengan Nania seolah ia keluar dari goa dan menjadi pangeran tersesat yang menemukan angsa buruk rupa seperti Nania. Itulah cibiran buat Nania setelah ia digosipkan dengan Kevin.
Mereka berdua duduk di meja kantin dan memesan makanan. Banyak pasang mata yang diam-diam makan sambil melirik memperhatikan mereka.
“Sayang, kamu mau pesen apa?” Sofyan bertanya dengan suara keras. Ada yang tersedak, ada yang tiba-tiba berdehem dan ada yang diam-diam mengambil foto. Nania menjawab Sofyan dengan suara yang sama keras, “bakso aja, Yang. Kalau kamu mau pesen apa?”
“Ah kamu lupa ya,” Sofyan menoel dagu Nania, “kita kan punya selera yang sama.”
Nania tak menanggapi itu karena lumayan terkejut.
“Buk, saya sama pacar saya pesen dua mangkok bakso dan dua es teh ya,”
Ibu kantin tersenyum sambil mengangkat jempol tangannya.
Entah siapa yang selama ini menjadi admin akun lambe sekolah. Tiba-tiba kabar Nania dan Sofyan sudah di posting di akun lambesmasajkt dengan caption mereka sudah taken gaes, jadi mereka nggak akan ngelirik siapapun. Hal itu juga mendapat like serta komen dari beberapa siswa di sekolah. Mereka yang sudah penat dengan mata pelajaran dan ingin mendapat mainan yang menyenangkan. Bukankah menyenangkan mengikuti kehidupan orang lain dan konflik mereka?
Sofyan yang menjadi pengikut lambesmasajkt sejak lama segera memperlihatkan postingan itu ke Nania dan Leli. Mereka berdua hanya memberi kode dari mata mereka karena jika mereka heboh tentu akan dicurigai oleh yang lain. Baru setelah sampai di rumah Leli mereka mengeluarkan kehebohan mereka.
“Fiuhhh, akhirnya lo gak jadi sasaran bullyan mereka, Nan,” seru Sofyan.
“Lagian mereka itu gak bully aku kok, cuma tatapan mereka itu yang sinis dan seolah merendahkan.” Nania memberikan pembenarannya.
Bukk…
Satu bantal mendarat ke kepala Sofyan, “itu balasan karena lo udah grepe-grepe yang masih disegel,”ucap Leli.
“Apaansih gue cuma pura-pura aja, kalau gue nggak acting kayak gitu nggak akan ada yang percaya kalau kita pacaran! Masak iya kita berdua cuma jalan tanpa gandengan trus makan, gitu?”sarkasnya Sofyan membuat Leli memutar bola matanya. Ia lalu melihat komentar netizen lagi di postingan itu.
“APA-APAAN INI?!!” Leli menjengit membuat Nania dan Sofyan kembali terheran-heran, “LO DIKATAIN PANGERAN YANG BARU KELUAR DARI GOA, KEGANTENGAN YANG TERTUTUPI, CUMA SAYANGNYA BERTEMU DENGAN ANGSA BURUK RUPA!”
Nania segera membuka instagram dan melihat komentar di postingan lambesmssajkt. Ia menjadi kesal karena banyak sekali yang mengatainya angsa buruk rupa.
“Anjing! Mereka pikir mereka angsa cantik rupawan?!!”geramnya Sofyan.
“Semua gara-gara pangeran seperti Anda yang muncul ke permukaan dan menyebakan huru-hara!!” sarkas Leli.
“Apaan sih, omongan lo kayak masa runtuhnya kerajaan majapahit tau nggak ?”
“Nggak.”
“Udah-udah cuekin gossip nggak berguna itu. Sekarang kalian harus bantu aku untuk mencari keberadaan kakak aku dan kejanggalan dari nenek Jami dan kematian kak Dedew. Siapa tahu penjahatnya sama atau mereka saling berkaitan seperti di film-film thriller hollywod itu.”
Leli mengangguk sambil mengingat film thriller yang pernah ia tonton. Zonk. Ia tidak pernah menonton film thriller karena backsoundnya yang tegang hanya akan mengganggu kesehatan jantungnya.
“Kamu udah menghubungi suami kakak kamu?”tanya Leli.
“Mereka berdua sama-sama menghilang.”
“o—ke, kayaknya kita harus cari hacker yang bisa melacak keberadaan kakak lo,”ujar Sofyan kemudian.
“Mulut lo ringan banget nyebut hacker…”ucapnya Leli dengan sarkas.
“Kapan terakhir lo menghubungi kakak lo?”tanya Sofyan mengabaikan Leli.
“Udah lama dan sekarang aku nggak tahu nomornya masih aktif atau nggak,”
“Kalau keluarga dari kakak ipar lo gimana?”
“Mereka juga sama, nggak tahu keadaan mereka berdua. Udah lama lost contact.”
“Terakhir lo menghubungi kakak lo, dia ngomong apa aja?”tanya Sofyan.
“Mmm…” Nania berpikir sejenak. “Dia bilang dia sehat, dia sudah membeli rumah di daerah Kelapa Gading di perumahan Gading Residence. Tiga hari lagi katanya dia akan pindah dari rumah mertuanya di Tanjung Priok Kodya.”
“Nah, kita kan ada di Pulau Gadung. Jaraknya cukup dekat dengan rumah baru kakakmu di Gading Residence, paling cuma 14 menit.”
“Oh, ternyata dekat juga ya,”ucap Nania.
“Makanya sering hang out dong biar nggak norak jadi anak Jakarta…”sindir Leli dengan senyum jahil yang membuat Nania mendengus kesal.
“Oke, sekarang kita siap-siap, aku yang akan jadi sopir. Kita gunakan mobil Leli.”
“WAIT, NGACO LO! EMANGYA LO UDAH PUNYA SIM?”tanya Leli.
“Nih! Gue lebih tua dari kalian berdua ya, jadi gue bisa buat SIM.” Sofyan memperlihatkan kartu SIM nya yang membuat keduanya melongo.
“O—ke gue ganti baju dulu ya,” Leli memohon
“Nggak! Kita harus cepet!”
Mereka berdua pun akhirnya segera meluncur dengan Sofyan yang mengemudi. Mobil melaju sampai di jalan pulo Asem.
“Kakakmu beli rumahnya di perumahan Gading Residence kan?”tanya Sofyan.
“Iya. Dia ngomongnya gitu.”
“Cash apa masih nyicil?”
“Ya mana aku tahu?”
Sofyan membelokkan kemudi ke kiri dan sampai di Jalan Pemuda, Setelah itu belok kiri ke jalan raya bekasi dan belok kanan melewati jalan raya pantura lalu belok kiri ke jalan kesadaran.
“Lo haus nggak Nan?”tanya Sofyan pada Nania yang masih memandang ke luar jendela. Sementara Leli malah tidur.
Nania menggeleng, “Nggak. Kamu yang haus ya?”
Sofyan hanya tersenyum kecil lalu menghentikan mobil di pinggir jalan. Ia keluar dan menghampiri anak kecil yang membawa dagangan berupa air mineral, permen, dan tisu. Sofyan membeli tiga botol air mineral dan satu tisu. Anak kecil itu tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Sofyan mengusap pucuk rambut anak kecil itu yang kusut lalu melambaikan tangan dan kembali masuk mobil.
“Nih minum dulu.” Sofyan menyerahkan air mineral ke Nania dan langsung diterima.
“Makasih,” ucap Nania, ia memandang Sofyan yang menenggak air mineral.
“Sofyan…”Panggilan Nania membuat Sofyan segera menoleh ke belakang, “Anak kecil tadi namanya siapa?”
Sofyan tersenyum, “Berlian, namanya Berlian.”
Nania tertegun, nama anak itu begitu bagus dan berharga. Tapi kenapa diumurnya yang masih belia ia harus telanjang kaki dan berjalan di aspal jalan yang panas untuk menjajakan dagangannya? Sungguh perih hati Nania jika melihat ketimpangan sosial di ibu kota.
“Kenapa memangya?”tanya Sofyan. Nania buru-buru menggeleng.
“Nggak kenapa-kenapa kok. Yaudah yuk lanjut lagi biar nanti nggak kemalaman pulangnya.”
Sofyan pun segera melajukan kembali mobil, menyusuri jalan dengan kecepatan yang lumayan tinggi.
Mobil berhenti di depan Gading Residence. Sofyan keluar mobil dan meminta izin pada satpam untuk ke rumah nomor 5. Satpam terlihat ragu, dan seketika Sofyan langsung balik ke mobil.
“Nan, ada bukti gak kalau kakak lo penghuni perumahan ini?”
Nania sedikit kelimpungan,
“Aduh gue nggak ada kayaknya.”
“Coba inget-inget lagi deh, lo pasti punya.”Leli yang sudah terbangun berusaha meyakinkan Nania.
Nania terus berpikir dan kemudian dia membuka HP nya. Membuka galeri dan melihat bagian foto screenshot.
“Iyah nih alhamdulillah ada..” Nania menyerahkan hp nya yang sudah ada foto kakaknya di depan rumah bersama suaminya yang dia screenshot melalui status di whatsapp.
Sofyan kembali lagi ke mobil dan melajukan mobilnya masuk ke dalam perumahan. Berhenti tepat di rumah minimalis nomor 5. Mereka bertiga keluar dari mobil. Mengamati sekeliling sejenak. Sepi.
“Apa setiap perumahan itu seperti ini ya? Sepi dan penghuninya menutup diri?”tanya Nania sambil mendekap tubuhnya yang terasa meremang.
“Kebanyakan kayak gitu,”jawab Sofyan.
Nania membuka gerbang rumah kakaknya. Rumah minimalis berlantai dua ini menurutnya sudah mewah bagi dirinya yang memiliki hidup sederhana di kampung halaman. Sejujurnya kakaknya beruntung karena bisa membeli rumah ini bersama dengan suaminya. Mereka saling mencintai dan saling melengkapi satu sama lain. Tapi kenapa mereka berdua menghilang? Apakah ada musuh yang mengincar mereka sejak lama.
Nania berjalan ke teras dan menemukan banyak pot bunga di sana. Kakaknya memang hobi menanam tanaman. Ia melihat beberapa pot yang ditata rapi sebagai penghias rumah. Ada bunga mawar yang sedikit layu dan kaktus yang kering tanahnya.
“Kak Damay pasti sudah lama tidak di sini.”
“Kak Damay kakakmu?” tanya Sofyan memastikan, karena kemarin Nania belum mengatakan nama kakaknya. Nania pun mengangguk.
“Yasudah kita temukan barang atau apapun yang kakakmu tinggalkan untuk mencari jejak,”ucap Sofyan.
Nania mengangguk dan membuka kenop pintu rumah, “Sial, pintunya dikunci dan aku nggak tahu kuncinya ada dimana.”
“Tenang, kira-kira kakak lo terbiasa menyimpan kunci pintu dimana?”Kali ini Leli yang berpikir rasional.
“Biasanya kalau di rumah kita satu keluarga terbiasa menyimpan kunci di tempat tersembunyi yang tidak biasa bagi orang lain.”
“Iya dimana?”tanya Leli dengan gemas.
“Di dalam sepatu, di bawah keset, di bawah pot, atau kalau nggak di lubang samping saka rumah.”
“Oke kita cari di bawah semua pot ini, semoga aja kebiasaan itu belum ditinggalkan kakakmu.”Sofyan mulai bergerak mengangkat pot yang berjejer. Mencari kunci di bawah pot. Leli dan Nania pun mengikuti mengangkat keset dan merogoh di dalam sepatu yang berjejer di sebuah rak kayu.
Satu per satu pot itu diangkat untuk mencari kunci rumah.
“Hah! Aku menemukannya!” Sofyan mengangkat sebuah kunci berganci hello kitty. Nania menghampirinya dan mengambilnya lalu membuka pintu. Pintu terbuka dan mereka semua perlahan memasuki rumah.
Banyak sekali debu yang menempel di meja ruang tamu dan lemari. Nania duduk sebentar di kursi, tapi buru-buru berdiri saat tangannya tak sengaja menyentuh sesuatu. Ia mengamati lebih dalam.
“AAA… cicak!!” Seketika Nania menjerit. Sofyan buru-buru mendekat dan mencari cicak yang dimaksud.
“Hmm,” Sofyan tak menyangka jika yang dimaksud adalah bangkai cicak, “ini cuma bangkai, Nania…,”
“Ya ampun ngagetin aja sih lu.” Leli ikut menimpali.
“Tetap saja itu cicak.”Nania bergidik ngeri.
“Lo takut cicak?” tanya Sofyan setelah membuang bangkai cicak ke tempat sampah.
Nania diam saja sambil mengamati tangan Sofyan, khawatir jika Sofyan akan menakutinya dengan cicak itu.
“Gue udah buang tadi,” yakinnya Sofyan, Nania bernapas lega dan kembali mengamati sekitar.
“Cicak!!”Jerit Sofyan yang berniat menjahili Nania yang takut cicak. Tetapi Nania yang kaget bercampur takut tanpa sadar langsung memeluk Sofyan untuk mencari perlindungan.
“Bapakkk!!” jeritnya Nania. Leli yang menyadari bahwa Sofyan hanya mencari kesempatan dalam kesempitan langsung menarik Nania ke pelukannya.
“Langkahi dulu gue!!” ancamnya Leli pada Sofyan yang tersenyum gak jelas.
Nania tersadar bahwa dia hanya dijahili Sofyan lantas mengambil bantal sofa dan menimpuknya berkali-kali.
“Stop Nan, mata gue kena debu nih, suer.. plis berhenti!!”
Nania berhenti menimpuk Sofyan dan ia menjadi bersalah saat Sofyan mengucek matanya yang perih.
“Maaf.”
Sofyan membuka matanya dan menutup matanya lagi, “kayaknya gue butuh tiupan angin biar debunya ilang,”
Nania berniat meniup mata Sofyan tapi dicegah Leli, “Dah biarin aja, nanti juga sembuh sendiri. Lebay!”
Nania membiarkan Sofyan yang masih mengedip-ngedipkan matanya. Ia kembali mengecek beberapa laci untuk mencari jejak kakaknya. Nihil semua. Ia kembali mengamati Sofyan yang masih mengucek matanya sambil duduk. Ia membawa tes mata yang ada di laci dan menghampiri Sofyan.
“Jangan dikucek!” Nania menarik tangan Sofyan, “buka matamu lebar-lebar” Nania menuangkan satu tetes ke mata Sofyan, lalu Sofyan berkedip.
“Udah mendingan belum?” tanya Nania.
Sofyan hanya menatap Nania dan tersenyum lebar hingga memperlihatkan sebaris giginya.
“Yaudah nih kasih sendiri kalau masih perih,” Nania menyerahkan tetes mata ke Sofyan dan langsung pergi menaiki tangga.
“Eh tunggu,” ujarnya Sofyan kemudian. Nania terus menaiki tangga disusul Leli dibelakangnya yang menjulurkan lidah ke Sofyan. Sofyan membalasnya dengan mendecih.
Di lantai dua ada dua kamar. Mungkin kamar satunya untuk calon bayi dari kakaknya nanti. Nania membuka kamar yang diyakininya adalah kamar kakak dan suaminya.
“Lumayan serem ya,” ujar Leli yang membuat Nania berhenti sejenak.
“Kalau kamu takut, aku juga takut nih…,”
“Yaudah tunggu Sofyan dulu aja,”
Mereka pun tak jadi masuk dan menunggu Sofyan di lantai dua.
“Kenapa nggak masuk kamar?”
Tiba-tiba dengan santai Sofyan bertanya saat melihat Nania dan Leli hanya berdiri di depan kamar.
“Kita cuma mau lihat-lihat sekeliling sebentar kok,”ucapnya Nania kemudian.
“Yup, jangan Ge-Er ya, Pangeran dari Goa,” sarkasnya Leli yang membuat Sofyan memutar bola mata jengah.
Mereka bertiga pun masuk ke dalam kamar. Kamar itu terlihat berantakan, seperti penghuninya dipaksa untuk buru-buru pergi tanpa bisa membereskan rumahnya terlebih dahulu. Ada tas ransel yang setengah terbuka dengan beberapa baju dan buku yang berserakan. Cangkir kosong yang dibiarkan berdebu di atas meja.
“Wait, kenapa lemarinya bisa terbuka? Terus apa kakakmu tipe orang yang membiarkan kamarnya berantakan sepeerti ini? Seharusnya kalau kakakkmu pergi denga sengaja ia akan merapikan semuanya terlebuh dahulu. Apa jangan-jangan kakakmu telah diculik?” Pernyataan Sofyan tesebut membuat Nania tertegun. Melihat keadaan kamar kakaknya yang jauh dari kata rapi padahal kakaknya itu sangat benci jika ada sesuatu yang berserakan di kamarnya.
“Oke, gue paham. Semuanya terasa sulit untuk diprediksi, tapi sesekali kita coba berpikir masuk akal.”
“Iya, Nan, coba buka laci meja atau lemari kakakmu. Siapa tau kakakmu menyimpan sesuatu.”
“Diary, iya buku diary Kak Damay adalah kunci dari kehidupannya. Dia cukup pendiam tapi cerewet dengan buku diarynya. Tapi….,” Nania tiba-tiba ingin menyerah lagi.
“Tapi kakakku sangat sensitif dengan buku diarynya. Aku pernah didiamkan kakakku selama seminggu lebih gara-gara aku ngintip baca buku diarynya.”
“Coba aja dulu. Kamu nggak lihat ya, kamar berantakan, tas kakakmu masih ada, dan seperti kakakmu dipaksa untuk pergi tanpa membawa apapun. Siapa tahu buku diary itu juga tidak sempat dibawanya.”
Nania akhirnya membuka laci meja kakaknya. Memilah beberapa buku-buku yang bertumpuk. Nihil. Ia akhirnya pindah ke rak buku dan hanya ada buku-buku bacaan seperti novel, cerita anak, beberapa koran, dan buku tebal tentang bisnis milik suaminya. Nania berdiri lagi dan kini ia mencari di lemari kakaknya. Ia berjinjit untuk mengambil beberapa buku yang tersimpan di lemari paling atas. Kakaknya ini memang penggila novel. Jadi ia sudah tak heran jika lemari yang biasanya hanya untuk menyimpan pakaian tapi kakaknya akan menggunakan rak lemari paling atas untuk menyimpan novel-novelnya. Melihat Nania yang berjinjit itu sudah dipastikan bahwa kakaknya lebih tinggi dari Nania.
“Aduh,” Nania memegang dagunya yang tak sengaja membentur lemari. Sofyan mendekat dan menyuruh Nania duduk saja. Akhirnya Sofyan yang berbadan tinggi dengan mudah mengambil buku-buku yang ada di lemari bagian atas lalu menaruhnya di kasur. Nania yang mencari buku diary kakaknya.
Nania mengambil buku bersampul merah dengan tulisan di tengah “My Life”. Ia membalikkan ke samping dan buku itu terkunci. Ia langsung mengangkatnya. “Ini dia!” Leli dan Sofyan mendekat.
“Tapi dikunci…,”
Sofyan langsung mengambil buku itu dan membuka paksa dengan alat yang tiba-tiba ada di bawah lemari. Ia terus membuka paksa dengan memukul dengan alat itu. Setelah beberapa detik akhirnya berhasil terbuka. Sofyan pun menyerahkan kembali buku itu ke Nania. Nania membuka buku diary kakaknya. Membalik beberapa lembar dan mencari tanggal dimana kakaknya sudah pindah ke rumah baru di Gading Residence. Setelah menemukan tanggal saat kakaknya pindah ke Gading Residence ia menaruh buku diary kakaknya di kasur agar Leli dan Sofyan ikut membaca.
Sabtu, 3 Juni 2017
Dear Deary,
Hari Sabtu ini aku dan mas Haikal akan menempati rumah baru setelah kami berhasil membeli rumah minimalis impian kami di Gading Residence dari sahabat kami, Lorde. Kami biasanya memanggilnya Orde. Katanya dia mau pindah ke Kemang yang lebih banyak warga asing sepertinya. Orde memang wanita yang mandiri dan sukses.
Sebenarnya mas Haikal belum ingin menempati rumah baru itu, tapi dear… aku ingin merasakan hidup berdua tanpa campur tangan mertua. Kamu tahu kan? Selama ini saat aku tinggal di rumah mertua pasti selalu ada ikut campur dari mereka yang membuatku jengkel.
Kami berdua bersih-bersih rumah baru, aku sangat senang. Tapi mas Haikal kelihatan lelah. Dia tertidur di sofa setelah membantu menata beberapa furniture yang kami beli untuk rumah baru ini.
A
Kami bertiga tertegun sampai di situ, karena tulisannya seperti terpaksa berhenti karena sesuatu.
“Kakakmu mungkin harus menghentikan tulisannya, coba balik saja di halaman berikutnya.” Ujar Leli yang kemudian membuat Nania yang juga penasaran membalik halaman berikutnya.
Sabtu, 3 Juni 2017
Dear Deary
Aku harus cepat-cepat menulis ini… hanya kamu yg tahu…
Jadi saat aku sudah selesai beres-beres dan ingin istirahat ke sofa menyusul mas Haikal, tiba-tiba Orde datang bersama teman bulenya. Aku kaget, karena walaupun dulu rumah ini adalah rumahnya seharusnya ia mengetuk pintu terlebih dahulu. Apalagi rumah ini sudah kami beli.
Orde dan teman bulenya menyapaku dan Orde memeluk lalu saat ia ingin mencium pipiku aku sedikit menghindar tapi Orde tidak tahu kode yang aku beri, ia malah menciun pipiku. Temannya pun ikut melakukan hal yang sama. Aku sedikit risih dengan hal itu, karena aku jarang mencium paling cuma memeluk teman atau sahabat wanita yang dekat denganku. Kalau lelaki aku tidak salaman atau memeluk setelah menikah. Nanti mas Haikal akan cemburu dan menceramahi aku tentang mahram dan bukan mahram ditambah dosa-dosa jika menyentuh yang bukan mahramnya.
Orde kelihatan beda, ia terlihat lebih akrab denganku daripada dulu. Bukan akrab, tepatnya lebih intim. Aku ingin membangunkan mas Haikal tapi Orde bilang tidak usah. Aku pun urung.
Tiba-tiba Orde mencium bibir temannya. Mereka berciuman tepat di depan mataku.
Astaghfirullahaladzim…
Apa-apaan mereka? Kenapa mereka memperlihatkan itu kepadaku?
Mereka pun pergi begitu saja setelah berciuman. Aku ingin muntah melihat aksi mereka tadi.. ya Allah…
Tiba-tiba suasana menjadi hening, Mereka bertiga terdiam dengan sesuatu hal aneh yang baru mereka temui.
“Jadi Orde dan temannya itu lesbi?”Leli tiba-tiba menceletuk,
“Aku nggak nyangka kakakku bisa bersahabat dengan orang kayak gitu,”
“Zaman sudah edan.”
Azan berkumandang dari HP Nania. Mereka bertiga pun sadar kalau sudah magrib.
“Kita sholat dulu yuk,” ajak Nania.
“Kalian berdua aja ya yang sholat, soalnya gue lagi dapet.”ucap Leli sambil memegang perut.
“Dapet apaan?” Sofyan bertanya dan dihadiahi timpukan bantal oleh Leli. Kali ini Sofyan bisa menghindar dan bantal itu malah mengenai kepala Nania.
“Aduh! Bantal apaansih kok bikin sakit.”
Sofyan pun mengambil bantal itu dan setelah ia timang-timang lumayan berat, “ini mah bantal kapuk bukan kapas jadi kalau buat nimpuk orang ya sakit. Lu sih Lel tega amat ama sahabat.”
Leli hanya mendecih, “Itu sih buat lo, malah lo hindarin ya jelas kena Nania lah.”
Nania pun meninggalkan perdebatan mereka berdua dan segera berwudu, Sofyan pun menyusul.
Saat di mushola kecil samping kamar, Sofyan terlihat kikut melihat Nania sudah memakai mukena.
“Kita sholat sendiri apa berjamaah nih,?”
Saat Sofyan kikuk, Nania malah jengah, “Ya jamaah lah kan pahalanya lebih besar.”
“Gue jadi imam ya,” tanya Sofyan yang membuat Nania tambah jengkel.
“Terus harus aku gitu?”
“Wah gue jadi imam lo dong?”
Nania terdiam sesaat dan langsung memerah saat tahu maksud Sofyan, “Hish, sholat gih! Inget ya jarak magrib dan isya itu deket.”
“Iya kayak aku sama kamu.”goda Sofyan.
Nania pura-pura ngambek dan Sofyan langsung memulai menjadi imam sholat.
Usai sholat Nania, Leli, dan Sofyan segera menbereskan sesuatu dan membawa buku diary kak Damay untuk mencari jejaknya.

Komento sa Aklat (2064)

  • avatar
    Shalifa Hanisa

    ceritanya bagus banget. bikin gue trsnyum sorang terus🤭 #please sambungkan jalan critanya..i'm curious so much🥺 #❤️🇲🇾

    24/01/2022

      0
  • avatar
    TamadaniMuhamad

    10p jt

    14d

      0
  • avatar
    Rati Ya

    cerita nya bagus

    16d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata