logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

2. Topeng Kaca

"Jati diri, aku pamit.
Karena kini aku sudah dipaksa menggunakan topeng lain lagi, oleh orang yang sangat berarti."
—Raina Zeana Kinan—
.
.
.
.
.
.
Happy Reading!
Siang ini cuaca sangat terik di atas atap sekolah, aku memilih menepi di tempat yang teduh di ujung sana. Lalu mengeluarkan handphone di dalam tasku.
Aku memutar salah satu lagu Maudy Ayunda, Kamu dan Kenangan. Aku hanya ingin mendengar lagu santai untuk menghilang rasa bosan, tapi nyatanya air mataku ikut jatuh juga. Oh ayolah, kenapa kebosanan ini membuatku menjadi cengeng.
Tapi di satu sisi aku mulai menyadari kalau kini aku sudah menggunakan berbagai topeng untuk menutupi diri, kadang aku bahagia hingga orang lain merasa iri dengan semua yang aku punya. Tapi nyatanya bahagia itu tak ada, hanya ilusi yang berbalut luka hingga mengundang kecewa, derita dan rasa putus asa.
Aku terlalu pandai berbohong, hingga akupun membohongi diriku sendiri. Suka menyiksa diri tapi selalu beranggapan aku baik-baik saja, sampai aku tak sadar sebenarnya aku itu siapa.
Aku menarik baju lengan panjang ku dan melihat ada banyak goresan yang terpampang nyata di sana. Ada yang sudah mengering dan ada juga luka yang ku gores kemarin.
Aku melakukannya berulang kali tapi tidak sampai memotong urat nadiku, karena aku  hanya ingin mengecek kalau ternyata aku masih hidup di bumi dan masih menerima berbagai macam luka itu.
Berbagai macam pertanyaan yang sering ku lambungkan saat itu, kalau aku mati apakah penderitaan ku akan berakhir di sini atau malah lebih parah dari ini? Tapi saat itu juga aku mulai tak sadar kalau pisau itu sudah menggores pergelangan tanganku, tak ada rasa sakit dari luka tersebut karena sumber dari semua rasa sakit yang ku derita hanya di sini, di dalam hati ini.
Aku menarik nafas lelah pelan. "Keluar, gue tahu Lo berdiri di sana dari tadi." Ujarku sambil membuka mata pelan.
Ternyata anak yang di buli Rena tadi, tapi kenapa dia mengikutiku. Aku melihat gadis itu mulai berjalan pelan ke arahku sambil membawa sesuatu.
"Kenapa?"
"A-aku mau ngucapin terimakasi atas bantuannya pagi tadi dan minta maaf karena bantuin aku, kamu jadi kena hukuman." Ujarnya sambil menunduk, pertanda kalau dirinya sangat merasa bersalah.
Aku tersenyum tipis, "Tak apa, lain kali jangan nerima gitu aja perlakuan mereka ke lo. Lo berhak membela diri supaya harga diri lo ngak dijatuhkan oleh orang lain. Kayak Rena barusan, walaupun dia kakak kelas kalau dia salah lawan jangan jadi pengecut. Kalau Lo nerima aja perlakuan dia Lo bakalan jadi bahan bulian dia setiap hari."
"Iya, mungkin Rena ngebuli aku karena aku deket sama Dhuha. Tapi Rena ngak tahu kalau aku dan Dhuha itu saudara kembar." Jelasnya sambil tersenyum tulus. "I-ini ada bekal makanan untuk kamu sebagai ucapan terimakasih kasih, di makan ya! Soalnya ini masakan terbaik dari bunda aku."
"Enak ya punya bunda," gumamku dengan suara pelan.
"Ah, maksudnya?" Ternyata gadis itu mendengar ucapanku barusan.
"Ngak, terimakasi ya ... Eh, siapa nama Lo?"
"Dinda, kelas XI IPS 1."
"Makasih Dinda," Ujarku dengan tulus.
"Nama lo siapa?"
"Dinda masuk gih bel udah bunyi." Perintah ku kepadanya.
"Kamu sendiri kenapa masih di sini?"
"Gue masih mau cerita sama angin biar bisa nyampain ke awan untuk segera menurunkan hujannya. Karena kembarannya lagi pengen main hujan-hujanan."
Gadis itu mengerti kalau aku sedang ingin sendiri, lalu dia berbalik meninggalkan aku di sini. Kembali ku tatap bekal makan yang diberikan Dinda barusan, "masakan terbaik dari Bunda,"
Aku membukanya, lalu memakan makanan tersebut dengan mata yang berkaca-kaca. Entah sudah berapa tahun aku tidak pernah merasakan masakan seenak ini, persis seperti masakan Mama dulu saat aku masih kecil.
Menyedihkan, kenapa aku menangis lagi. Kenapa aku harus merindukan orang-orang yang sama sekali tak peduli dengan keadaan ku saat ini, untuk menjenguk saja mereka tak pernah mau. Seakan aku hanya di takdirkan untuk sendiri saja, tapi tak apalah inilah hidup jadi nikmati saja.
****
Kini matahari sudah tenggelam keperaduannya meninggalkan gelap di ujung sana. Malam ini tak ada bintang yang menerangi bahkan suara jangkrik pun tak terdengar menghiasi bumi. Suasana seperti ini membuatku semakin bosan, aku mencari-cari kegiatan tapi aku tak menemukan solusinya.
"Non," ujar bik Inah sambil membuka pintu kamarku. "Non disuruh ke bawah. Katanya ada yang perlu di bicarakan sama tuan."
Aku menghentikan pergerakan tangan di handphoneku yang tadi sedangkan ku mainkan, aku memutar mataku malas. Setelah sekian purnama tidak pulang ke rumah akhirnya Papa menginjakkan kakinya lagi di sini. Ternyata Papa masih ingat pulang, setelah asik tinggal dengan keluarga barunya di luar Negri.
"Masih inget pulang Pa?" Tanyaku sambil duduk santai di hadapannya.
Papa langsung menatapku dengan emosi dengan raportku di tangannya. Dari tatapannya aku sudah tahu kalau papa sedang menahan amarahnya kepada ku saat ini.
"Apa-apaan ini Raina!" Bentak Papa sambil melempar raport itu ke arahku. Ia menatapku murka, bagaimana Papa bisa menemukan raport itu padahal aku sudah menyimpannya sendiri di dalam kamarku.
"Bangga kamu dengan nilai begitu, ha?" Tubuhku gemetar saat mendengar bentaknya barusan, sebab untuk pertama kalinya Papa berteriak keras di hadapanku. Di satu sisi aku bahagia karena masih ada rasa peduli terhadapku tapi di sisi lain aku takut.
"Bangga Pa, sebab untuk pertama kalinya Papa mau peduli dan ngelihat hasil raport ku. Dulu saat aku juara umum sekalipun Papa ngak pernah lihat nilai ku dan bilang selamat ataupun lainnya. Papa ngak peduli, tapi saat nilai ku merah semua begini aku merasa punya Papa. Ada yang marah saat anaknya salah, ada yang menegur saat anaknya hilang arah. Aku bangga Pa!"
"Plak—"
Tanganku memegang pipi yang kini sudah terasa panas serta air mata kini sudah mengalir dari pelupuk mata. Salahkah jika seorang anak mengharapkan kasih sayang oleh orang tua hingga melakukan berbagai macam cara agar ia bisa di anggap ada.
"Kamu itu pewaris bisnis Papa dan pewaris bisnis terbesar Adyata Company itu harus pintar. Jangan buat Papa menyesal karena tidak mempertahankan Kakak kamu!"
Deg, entah untuk keberapa kalinya aku merasakan kecewa yang teramat. Kupikir aku bisa bertahan dengan ketidak pedulian Papa dengan sikap dinginnya kepada ku selama ini. Tapi seketika aku runtuh hingga jatuh ke jurang itu lagi.
Pandanganku kini sudah berkaca-kaca, "Baiklah cari saja kakak dan suruh lanjut kan semua bisnis Papa itu. Aku sama sekali ngak ingin semua itu!" Ujarku sambil menangis terisak.
"Papa melakukan ini semua demi kamu, demi masa depan kamu."
Aku menghapus air mata di pipiku. "Bukan demi aku, tapi demi bisnis Papa. Aku ngak ingin memiliki semuanya Pa, jika kebahagiaan sederhana dalam keluarga saja tidak pernah kurasa untuk apa harta dunia? Aku cuma ingin Papa!"
Aku tersenyum miris, "Awalnya Takdir Raina ngak begini, seharusnya Kakak yang mewarisi semua ini. Dulu aku berhak memilih jalanku sendiri!"
"Itu dulu Raina, tapi sekarang kamu yang akan mewariskan itu. Papa ngak mau tahu nilai kamu harus sempurna seperti dulu, Papa bakalan menyiapkan guru les sepulang sekolah untuk kamu." Putus Papa mutlak kepadaku.
"Papa bisa keras kepala begini, jadi jangan salahkan aku menolak semua perintah Papa! Aku berhak melakukan apapun yang aku mau Pa!"
"Berani kamu melawan Papa?" Papa mengancam ku dengan wajah penuh amarah.
"Kenapa tidak?"
Papa tersenyum miring, "Berani melawan Papa, tempat itu bakalan Papa hancurkan!"
"Papa!"
Setelah mengatakan itu Papa langsung pergi meninggalkan ku sendiri yang kini sudah kesal. Bagaimana Papa bisa tahu tempat itu, tempat pelarian ku kala rasa depresi sedang menerpa ku. Papa tahu jika aku tak tertarik dengan dunia bisnis karena aku tak peduli dengan harta atau semacamnya itu, jadi mengancam ku dengan kelemahan terbesarku. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri tapi kembali dipaksa menggunakan topeng kembali.
—————
Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan Komennya 🙏
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy Reading!

Komento sa Aklat (454)

  • avatar
    MonicSulaiman

    bagus

    19d

      0
  • avatar
    Posco

    lumayan buat aku sihh

    25d

      0
  • avatar
    SafitriSafitri

    Bagus

    14/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata