logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Awal dari kebohongan

Malam yang makin larut, membuat Riko khawatir akan keberadaan Feby yang masih ada di sekolah untuk menunggunya. Ia pun tak bisa menghubungi Feby karena ponselnya yang ia tinggalkan di pos satpam tadi siang.
"Pak ngebut ya ini menyangkut masa depan saya nih," ujar Riko pada tukang ojeg.
"Iya mas ini udah ngebut," jawabnya.
Tak berselang lama akhirnya Riko tiba di sekolah. Ia berlari untuk memastikan Feby baik-baik saja.
"Heh ko, lama bener nganter ke rumah sakit, itu neng Feby nunggu di parkiran dari tadi sore kasian," ucap pak satpam.
Riko berlari menuju ke parkiran motor dan benar saja, Feby masih terduduk dengan bersandar pada tiang di sebelahnya. Mungkin karena kelelahan akhirnya ia tertidur.
"Bi, bi maaf ya aku lama," Riko mengusap pipi Feby untuk membangunkannya.
"Mmhh, eh kamu udah dateng, gimana si Lira? parah banget ya kecelakaannya sampe kamu semalem ini," tanya Feby panik.
"Udah nggak usah bahas Lira, sekarang kita pulang ya, maaf ya abang lama," Riko memeluk Feby penuh penyesalan.
Tak lupa Riko mengambil ponsel yang ia titipkan di pos satpam sebelumnya. Sepanjang jalan Feby tak melepas pelukannya pada Riko. Pelukan penuh cinta yang tak dapat di utarakan dengan apapun. Riko menremas tangan Feby dengan penuh rasa penyesalan. Ia di hantui rasa bersalah tiap saat menatap atau menyentuh Feby. Ingin rasanya mengakui kesalahan itu, namun hal terberat yang akan ia hadapi ialah kehilangan Feby.
"Bi, udah sampe," Riko mengusap tangan Feby.
"Mmhhh, cepet banget nyampenya, masi pengen peluk kamu beb," ucap Feby memeluk erat Riko.
"Kamu harus istirahat loh, besok kan mau tampil," ujar Riko.
"Mm ya udah deh," Feby turun dari motornya.
"Bi, maaf ya udah bikin kamu nunggu selama itu," Riko mengusap pipi Feby.
"Iya, ya udah kamu juga istirahat ya, besok kan nonton aku tampil," ucap Feby dengan senyum manjanya.
"Oke, jangan kesiangan ya, cek yang perlu di bawa juga," pesan Riko.
"Udah semua kan tadi di tinggal di ruangan panitia, besok tinggal bawa diri aja, ya udah aku masuk ya, mmmuuaacchh," Feby mengecup pipi Riko.
Riko menatap langkah Feby hingga memasuki rumah. Semakin ia menatapnya tersenyum bahagia, semakin ia merasakan penyesalan itu makin dalam menusuk hatinya.
|
|
|
|
|
"Duh yah, Riko nggak angkat terus ini gimana ya, Feby pasti telat deh," ucap Feby.
"Ya udah ayah anterin aja, mumpung belum telat banget," ujar ayah bangkit dari sofa.
"Tapi yah, Riko kan mau nonton aku di kursi paling depan, nanti nggak kebagian kursi gimana," jawab Feby.
"Kamu ini gimana sih, Riko kan bukan anak OSIS, bukan panitia juga gimana mau dateng ke pensi hayo, udah cepet berangkat," ujar ayah.
"Ta...ta..tapi yah,"
Pagi itu Feby berangkat dengan di antar ayah. Berkali-kali. Feby mencoba menelpon Riko, namun tetap tak ada jawaban. Akhirnya Feby yang sedikit kesal akhirnya mematikan ponsel.
"Waduh udah macet aja di depan sekolah kamu nak," ujar ayah.
"Udah yah sampe sini aja, Feby jalan ke dalem," ujar Feby yang keluar dari mobil.
Sekitar dua puluh meter Feby berlari untuk menuju ke dalam sekolahnya. Benar saja sudah banyak wisudawan dan wali murid telah berkumpul di aula.
"Aduh aku telat banget ya, sorry ya macet banget," ucap Feby di ruangan panitia.
"Feb langsung make up sama ganti kostum ya," perintah Ana.
Sementara itu Riko yang sudah sangat kesiangan pun di bangunkan oleh bi Irah dengan berbagai usaha. Saat menyadari ia sudah sangat telat, bergegaslah Riko berganti baju dan segera menancapkan gas menuju sekolah.
"Feb siap-siap di backstage," perintah panita lapangan.
"Oke," Feby bergegas menuju ke belakang stage.
"Mari kita sambut ananda Feby Andini Putri yang akan membawakan sepucuk puisi perpisahan bagi wisudawan wisudawati,"
Gemuruh tepuk tangan memenuhi seluruh ruangan aula. Feby dengan menahan gugupnya, perlahan mulai berdiri di depan mikrofon. Di lihatnya seluruh penjuru aula, namun tak mendapati keberadaan Riko. Ana yang menyadari jika Feby terlalu lama berdiam akhirnya memberikan kode dengan menggerakkan tangannya.
....
Kala bertemu kita masih malu-malu
Saat bercanda, tawa pun enggan hilang dari sana
Di sini kita menemukan bahagia, canda tawa hingga cinta
Kawan, jangan berpamitan
Pisah ini hanya sekedar jarak untuk kita masing-masing menemukan jalan
Teruslah berjalan dan ingat jangan lupakan kenangan
....
Di akhir puisinya Feby menyanyikan lagu 'Blue Jeans' yang di iringi dengan tepuk tangan oleh seluruh yang datang di sana. Mata Feby tertuju pada ujung aula yang ternyata itu adalah Riko. Ia berdiri di sana mengabadikan penampilannya. Riko memberikan jempol untuk memberikan Feby semangat. Seketika wajah Feby berubah bahagia dengan senyuman yang tak berjeda.
"Terimakasih pada ananda Feby atas penampilan yang sangat memukau, kita beri tepuk tangan yang meriah," ujar MC.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Feby berjalan kembali menuju ruangan panitia. Sebenarnya ia ingin sekali menghampiri Riko, namun saat itu tidak memungkinkan bagi Feby untuk berjalan melalui para peserta wisuda.
"Ko minta tolong banget tebusin obat yang kemaren belum sempet gue beli ke apotek, masih linu banget kaki gue but jalan," pesan Lira pada Riko.
"Oke gue otewe, kirimin resepnya," balas Riko.
"Thanks ya, gue dah bilang satpam buat kasih akses lu," balas Lira.
Riko yang merasa bertanggung jawab untuk mengurus Lira selama ia sakit pun bergegas pergi ke apartemennya untuk mengantarkan obat yang perlu ia tebus.
Tak butuh waktu lama Riko pun telah sampai di apartemen Lira dengan membawa obat yang di perlukannya.
"Ra, how are you today?" tanya Riko yang menghampiri Lira di sofa.
"Tinggal linu aja nih pergelangan kaki," Lira mengurut pelan kakinya.
"Sinih," Riko menaikan kaki Lira di atas pahanya.
Perlahan Riko memijat pelan kaki Lira di iringi rintihan Lira yang masih merasa linu di kakinya.
"Eh, pensinya gimana? rame?" tanya Lira.
"Nggak tau gue kesiangan, cuman liat pas Feby tampil doang," jawab Riko masih sibuk memijit kaki Lira.
"Mm, Ra, gue mau minta maaf soal kemaren, harusnya gue nggak..." belum selesai Riko berbicara.
"Ssstttt, lupain aja ya, gue udah nggak mikirin itu kok, toh kita gitu juga karna kebawa suasana aja, nggak usah ngerasa bersalah ya, terus jangan beda sama Feby, ntar dia malah curiga," jawab Lira.
"Thanks Ra, gue mikirin itu semaleman sampe baru tidur tadi subuh, alhasil kesiangan," ujar Riko.
Cekreekkkk
Suara pintu Lira terbuka membuat Riko terperanjat saat tahu siapa yang datang.
"Halo honey..."
Itu adalah Stefan pacar Lira. Kedatangannya yang tiba-tiba membuat Riko belum sempat menurunkan kaki Lira dari pangkuannya.
"Lu ngapain di apartemen cewek gue?" tanya Stefan yang menatap tajam ke arah Riko.
"Sebentar it isn't as you see beib," ucap Lira yang melihat Stefan mulai cemburu.
"Gue ke sini cuman bawain obat yang kemaren lupa di tebus," jawab Riko yang berdiri dari tempat duduknya.
"Harus banget megang-megang kaki cewek orang?" tanya Stefan.
"Setidaknya gue ada buat dia saat di jatuh sakit, bukan kaya lo yang dateng pas ada butuhnya doang, Ra gue cabut dulu ya," Riko menatap tajam mata Stefan yang terdiam mendengar pernyataan Riko.

Komento sa Aklat (492)

  • avatar
    Ndrii

    ditunggu kelanjutan ceritanya yaa kaa😍 seruu bngeet😊, smpee kebawa suasana aku bacanya:)

    19/01/2022

      1
  • avatar
    HOMEGREA

    hidup adalah proses, dalam proses ada kenyataan yang terjadi kadang tidak sesuai harapan dan harus di jadikan pelajaran hidup, pelajaran hidup memberi pengalaman yang membuat kita bijak membuat keputusan yang tepat dalam memilih jalan terbaik untuk masa depan rumah tangga yang di idamkan.

    30/12/2021

      2
  • avatar
    Annisa Febri

    baguss dan menarik,karena mewakili hati seorang perempuan di sayang oleh pacarnya..dan tidak ada yang seperti dia

    22/12/2021

      1
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata