logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Persiapan Klarifikasi

"Yang nyanyi siapa?"
Lisa, kepo amat sih orang! Tinggal upload aja banyak nanya, ganggu fokus, tahu. Tapi, kalau dibentak Lisa masih mau nyumbangin tempat tinggal nggak, ya ....
"Terserah. Kamu tulis nama kamu juga nggak apa-apa!" jawabku kesal.
Sekali lagi Lisa terbahak, merasa menang banyak jadi orang jail hari ini mungkin, ya. Namun, tawa gadis berambut keriting sebahu itu lenyap saat aku menunjukkan sebuah DM dari akun Instagram salah seorang wartawan infotainmen.
"Lis, liat, deh. Ini maksudnya gimana, sih?" tanyaku, sambil mengulurkan handphone.
Bukan kebingungan sebenarnya, lebih ke tidak percaya kalau berita bohong tentang pekerjaanku di ibu kota dulu, akhirnya sampai di kalangan wartawan. Iya, berita tentang aku yang jadi wanita penghibur kalau tidak ada job manggung. Berita dari seorang pendendam yang sudah dibumbui orang toxic dalam lingkup pertemenan dia.
Dunia hiburan dan ke-maha benaran netizen, kadang sekejam itu.
Dalam sebuah DM lumayan panjang itu, wartawan bernama Faiz meminta alamat rumah atau sekiranya bisa ketemuan di mana. Dia mewakili sejumlah wartawan hendak klarifikasi kebenaran berita tentangku yang santer berembus di kalangan netizen saat ini. Fens membela habis-habisan, tapi hatters maunya ngajak ribut.
Setelah membaca japrian wartawan Faiz, Lisa tidak kalah geram dari aku.
"Temuin wartawan dan klarifikasi semuanya, Icha," ucap Lisa memberi jalan keluar.
"Lisa, tapi pers kan ..." Aku sengaja menggantung kalimat. Sebab, tidak tahu harus mulai menjelaskan dari mana.
Lagipula, soal fitnah itu aku sudah berjanji kepada diri sendiri untuk tidak mengungkit dengan alasan apa pun. Namun, kenyataan berkata lain, hatters memiliki segala cara untuk menang.
"Apa yang membuat kamu keberatan begitu, Cha?" desak Lisa lagi. "Cerita aja nggak apa-apa, kalau kamu percaya sama aku. Aku minta klarifikasi tu demi nama baik kamu."
Iya juga, sih. Tapi, kan ....
Sejenak aku menghirup oksigen sebanyak mungkin, menetralisir perasaan bimbang akut bagaimana mesti mengambil keputusan. Klarifikasi berita bohong itu penting untuk nama baikku sendiri memang benar, tapi di sisi lain, aku takut bertemu Kak Aldin di momen itu. Aku belum siap ketemu Kak Arhan.
"Aku ... aku takut bertemu seseotang di masa lalu, Lis," ucapku akhirnya.
Lisa menepuk pundakku, memberi suport secara tidak langsung. "Jangan pikirkan itu dulu, Icha. Yang penting nama baik. Kamu nggak mau kan fens kecewa? Terus orang yang benci sama kamu senang?"
Aku mengangguk. Membuat gadis di sebelahku ini kembali mengulurkan benda pipih yang sejak tadi tergeletak terabaikan, dalam keadaan layar menyala dan DM Instagram Faiz yang menunggu jawaban kepastian.
"Sekarang kamu balas DM ini, dan kasih alamat di mana wartawan bisa ketemuan sama kamu," saran Lisa sekaligus memerintah halus. "Kalau butuh teman, aku mau kok anterin bahkan jelasin ke mereka!"
Seketika mataku membulat sempurna, penuh ketidakpercayaan membalas tatapan tulus Lisa. Bagaimana mungkin ada seseorang yang sebentar mengenalku sudah begitu baik? Bahkan, tidak takut terseret nama burukku. Apa yang dia harapkan?
"Kamu baik banget, Lis. Nggak takut dipecat atasan gara-gara terseret masalah aku?" tanyaku akhirnya, tidak bisa lagi menyembunyikan kekepoan hati.
"Dipecat? Ayah aku tuh dokter keluarga atasanku, Cha. Apa nggak mikir beberapa kali soal balas jasa, kalau mau mecat aku?" Lisa membalikkan pertanyaan sekaligus sebagai jawaban, membuatku memiliki opsi lain.
Lisa begitu tenang walaupun ancaman pekerjaan ada di depan mata gara-gara membela aku. Sebab, dia memiliki alasan lain bertahan. Ah, rupanya dunia memang tidak bisa menjauhkan manusia satu sama lain karena kebutuhan. Bodohnya aku yang apa-apa mengedepankan perasaan dulu, sulit mencontoh Lisa.
Akhirnya aku menyetujui saran Lisa. Membalas DM perwakilan wartawan itu, bahwa tiga hari lagi siap bertemu mereka di sebuah gazebo dekat taman. Lisa yang ikut membaca balasanku, nampak lega.
Beberapa kali kakak kandung Safira itu memberi semangat, sebelum berpamitan pulang.
°°°°
Tiga hari yang di tunggu tiba. Bahkan, waktu serasa berlari tergesa lebih dari biasanya. Jam empat sore di gazebo dekat taman bunga, adalah tempat yang menjadi kesepakatanku dan Faiz. Dengan mengenakan hody putih dan bawahan levis, aku menepati janji.
Datang tepat jam, kupikir bisa mendahului Faiz dan teman-temannya. Namun, perkiraan itu salah. Tim wartawan di mana-mana memang lebih gercep bahkan rela menunggu meskipun berjam-jam sebelumnya.
Melihat aku turun sendirian dari mobil, salah satu dari wartawan yang duduk di gazebo berlari-lari kecil menyambut. Begitu kami berhadapan, ia langsung memperkenalkan diri.
"Kak Icha, kan?" tanyanya memastikan.
Aku mengangguk sambil mengulas senyum ramah. "Iya. Kakak ... perwakilan wartawan yang DM saya?"
"Betul. Ayo, kak, teman-teman sudah menunggu."
Sambil berjalan ke gazebo, aku menanyakan teknis tanya jawab kepada Faiz. Mau wawancara kayak artis yang klarifikasi, atau ngobrol santai seperti podcast. Syukurlah Faiz memilih opsi pertama yang lebih santai, tapi mencakup banyak hal. Lebih baik menjawab pertanyaan daripada bicara santai ala podcast, kalau aku.
Sampai di tempat, Faiz kembali mengatur teknis. Tanya jawab kali ini harus bisa senyaman mungkin supaya bisa diterima banyak pihak. Apalagi setelah aku memutuskan tidak lagi jadi artis dan netizen tetap menganggap aku seleb, tentu beberapa yang tidak suka berusaha mencari berita miring serta membesar-besarkan.
Faiz: (tersenyum ramah) Selamat sore, Kak Icha.
Aku: (membalas senyum) Sore juga, Kak.
Faiz: Langsung aja, nih. Kak Icha setelah nggak jadi artis, kegiatannya apa aja?
Aku: Pernah kerja di property, tapi resign. Sekarang kerja lagi di kantor sambil kuliah. Iya masih magang, sih. Sama fokus bikin podcast, konten, dan nulis lagu juga.
Faiz: Terus lagu-lagu Kak Icha waktu masih live di banyak acara dulu, apa ada keinginan mengcover ulang atau gimana, nih?
Aku: Iya, Kak. Jadi, di sela-sela penggarapan lagu terbaru, nanti juga aku aransemen lagu yang dulu di panggung. Dengan versi dan suasana baru, semoga banyak yang suka.
Faiz: Ada nggak sih kesulitan waktu Kak Icha ini jadi penyanyi? Merintis karir dari awal, dibully, atau apa kayak gitu?
Waduh, ini. Secara tidak langsung to the poin masalah utama, dan intinya pers. Lampu kamera, jepretan, rekaman semakin mendekat ingin mengetahui apa jawabanku. Kalau tidak hati-hati pasti jadinya memperburuk keadaan. Bisa, Icha, bisa.
Aku mengatur napas beberapa detik sebelum bicara ... katakan berterus terang. Berusaha supaya kata-kata aku ini nanti bisa menjawab keingin tahuan banyak pihak, tapi tanpa menyinggung. Ini lebih berat dari apa pun, karena di satu sisi juga aku harus tegas demi mengembalikan nama baik yang ....
Sial, saat-saat begini kok malah aku inget Revi, Nania dan Arif, sih!

Komento sa Aklat (663)

  • avatar
    Lilis Liss

    baukk

    8d

      0
  • avatar
    Sya Syi

    good

    09/03

      0
  • avatar
    LauraAweh

    sukakkkk bagus banget

    04/02

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata