logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Rencana

Hari telah menyambut gelap, avanza hitam masuk ke halaman rumah sederhana itu, rumah yang cocok untuk duda tanpa anak. Dengan santai aryo masuk kerumah itu, menyalahkan lampu dan bergegas ke kamar mandi. Dengan posisi setengah telanjang dia menghadap cermin dan kembali terpintas ucapan buruk keponakannya kepadanya tempo dulu.
Kenangan Aryo*
“ada apa paman? Kenapa kau membiarkan pasien pulang!? Kita bahkan belum mengetahui penyakitnya”.
“Tidak ada yang bisa kita lakukan Abraham! Semua upaya telah kita lakukan!”
“kau yang mengajakku disini, kau yang melarangku masuk forensik, sekarang kau mengajakku menjadi seorang dokter tanpa tanggung jawab! Apa kau tidak malu!?”
“Abraham!....”
“cukup! Aku akan menerima tawaran orang forensik itu, dank au tak berhak melarangku!”
Tanpa sadar air mata menetes di pipi Aryo, nafasnya terengah-engah seperti habis jogging. Mencoba tenang dan berpikir jernih, ia langsung membersihkan diri.
Aryo tidak marah terhadap Abraham dia memaklumi Abraham marah karena memang sudah kenyataan ia yang salah. Aryo sangat menyayangi keponakan satu-satunya itu.
Ciiiit.. Citttt.. Suara tikus got menggemah dalam lorong.
“tidurlah, besok aku akan mengantarmu, disini tidak ada air untuk mandi, aku biasanya mandi ditempat teman yang kuceritakan tadi” kata Abraham dengan santai. Dia tidak sadar sedang berbicara dengan gadis.
“Bangs*t!” Maki alisa dalam hati, “apakah dia ini orang mesum yang sedang memanfaatkan situasi” lanjutnya.
“tidak! Aku akan pulang sekarang!” Paksa Alisa.
“tidak bisa, sudah ku jelaskan tadi diluar berbahaya untuk gadis secantik dirimu”
Deg… alisa tersipu malu. Bisa-bisanya dia merayu dengan tenang seperti itu.
“aku mengerti kekhawatiranmu, aku tidak akan melakukan hal itu, jika mau, sudah ku lakukan saat kau pingsan, lebih baik aku membenarkan tali jemuran yang putus dari pada mendapat kasus”. Lanjut Abraham tegas.
Mendengar itu alisa legah dan menyetujui ucapan Abraham.
“mudah sekali, heh” ledek Abraham sambil membaringkan tubuhnya di sofa.
“aku bisa mendengarmu dari sini” jawab alisa dari springbed motif teratai itu.
Alisa pun menarik nafas dalam dan menghembusnya perlahan sambil mengingat percakapan tadi.
Ingatan Alisa*
“sepertinya dokter Samco terbunuh, peralatannya ditemukan dihutan tempat pasien itu, serta kartu nama dan…”
“dan?”
“dan potongan tangan kanan yang memiliki sidik jarinya dan.. Maaf, juga potongan kemaluannya sekitar 500 meter dari tempat peralatannya ditemukan, kau harus rahasiakan ini, karena polisi akan kerepotan jika wartawan tau”.
Alisa syok mendengar itu, mukanya memucat dan seperti menahan muntah, matanya membelalak seperti melihat setan.
Alisa berusaha tenang dan mengatur nafasnya, memposisikan dirinya seperti baik-baik saja dan memberanikan bertanya kembali.
“darimana kau mendapatkan informasi ini, selain polisi dan pelaku tidak mungkin tahu hal ini secara rinci, kau seorang dokter bukan polisi, jangan-jangan kau…” Alisa menaruh curiga ke Abraham.
“sudah ku bilang, aku juga bekerja untuk kepentingan forensik, jadi wajar jika aku memiliki teman detektif, jika aku ingin membunuh aku akan membunuh paman Aryo terlebih dahulu, mana mungkin aku membunuh orang seperti pak Samco”
“seperti pak samco?”
“semakin sedikit kau tahu maka semakin baik, yang jelas aku curiga kasus ini berkaitan dengan pasien itu”
“kau membuatku tambah curiga dengan kalimat itu”
“tidak masalah jika ingin curiga, btw apa kau lapar? Aku membeli nasi padang sebelum kau sadar tadi. Aku ingat bahwa kau sangat rakus dan aku tidak ingin tekor karenamu”
Mendengar itu seperti pujian bagi Alisa membuat nafsu makannya semakin besar, setengah bagian Abraham pun di habiskannya.
__
Malam berlalu, matahari yang ditutupi awan hitam seakan ikut berbela sungkawa atas kejadian dokter Samco yang belum jelas kebenarannya.
Abraham terbangun lebih awal, untuk menjaga image sebagai orang yang berdedikasi. Dilihatnya Alisa yang terbaring dikasur, bibir Alisa yang selalu lembab itu terus menekan dahaganya akan sentuhan yang ia dambahkan. Meskipun bertampang cool Abraham tidak pernah memiliki pacar, itulah yang membuatnya sangat penasaran.
“dia tertidur pulas jika aku menciumnya, dia tidak akan sadar” bisik hasrat Abraham yang terpendam.
Namun, Abraham dengan tegas menahan dirinya agar tidak melakukan hal itu. Terutama terhadap anak magang, akan seperti apa jadinya?.
Ketika Abraham berbalik badan, tiba-tiba Alisa terbangun dan memeluk Abraham hingga ia menindihnya.
“tolong!” Teriak Alisa.
Abraham tidak peduli dengan teriakan itu, ia menikmati kejadian yang ada, dada Alisa yang besar tanpa bra, terasa putting menyentuh punggungnya.
“buah kesabaran” pikirnya. Sedikit menyesal karena berbalik badan sehingga ia tidak bisa membalas pelukan Alisa.
“tak apalah, begini juga nikmat”
Alisa pun tersadar, wajahnya memerah karena malu dan mendorong abraham, untunglah ia tidak menyaksikan wajah mesum Abraham. Alisa tak menyangkah jika bisa bertingkah begitu ketika mimpi buruk.
Waktupun berlalu, kini Abraham dan Alisa telah berada dirumah sakit dan bertemu Aryo. Aryo seperti tersambar petir melihat kedatangan Abraham.
“kenapa kau tampak Tegang?” Pancing Abraham
“ah tidak..” Elak aryo
Abraham memberikan tatapan tajam pada aryo.
“aku melihat kejanggalan dan ketidakjujuran disini”
Melihat itu aryo meneguk ludah yang tertahan di kerongkongannya.
“aku sudah tau, sekarang apa rencanamu paman?”
Semakin kaget aryo melihat Abraham yang tenang, seperti bukan keponakannya.
“kau tidak marah?”
“memarahimu akan membuatku semakin durhaka dan menutup salah satu pintu surgaku, seingatku dulu kau akan memberikan ide cemerlang, bukannya kasus ini sedikit mirip dengan kejadian waktu itu?”
Aryo merasa legah melihat keponakannya semakin dewasa, dan benar kasus ini mirip dengan kejadian sebelumnya. Namun ia masih bingung dengan anak itu yang secara tiba-tiba tenang. Karena itu Aryo berbisik pada Alisa
“apa yang kau lakukan?”
“ehh.. tidak ada” jawab Alisa seperti diintrogasi.
“ayo kedalam akan ku jelaskan rencananya” ajak Aryo tanpa mengindahkan jawaban Alisa.
Dalam ruangan sempit itu aryo menjelaskan rencana yang akan mereka lakukan, dan memperingatkan konsekuensinya.
Abraham yang nekat tidak pernah mempermasalahkan konsekuensi untuk mencapai tujuannya.
“Alisa, kau tidak perlu ikut dalam rencana ini, kau masih muda dan kami tidak ingin kau kehilangan masa depan karena ikut kami” Aryo mempertegas.
“apa? Jadi untuk apa kalian membiarkan aku mendengar rencana ini, jika aku tidak ikut akan ku laporkan” ujar Alisa
“kau tidak akan membuatku takut dengan ancaman itu” ucap Abraham dingin.
Mendengar itu alisa merasa tidak dibutuhkan persis ketika ia mengingat dirinya dianggap tidak berguna dalam keluarganya. Alisa berlari keluar sambil menahan tangis.
Melihat itu Abraham spontan mengejarnya, hingga di atas gedung rumah sakit ini Abraham menemukan Alisa yang duduk memeluk lutut sambil menangis terseduh-seduh. Abraham memberanikan diri mendekati alisa, tanpa menyapa ia memeluk alisa dari belakang.
“maaf, Aryo benar. Kami tidak bisa membawamu kedalam masalah ini” bisik Abraham.
Alisa terkejut dan ingin melepaskan pelukan Abraham, tapi ia tak mampu. Pelukan itu terasa begitu nyaman layaknya pelukan kesatria yang selalu ia dambakan. Alisapun kembali menangis sejadi-jadinya.
“aku menyukaimu” dalam pikiran Abraham, kalimat sederhana dan klasik yang tak mampu ia utarakan
20 Oktober 2011 di atas atap rumah sakit tua dengan cuaca mendung bersama angin sepoi-sepoi yang bertiup menusuk setiap celah jahitan pakaian yang mereka kenakan.
Mungkin akhir yang tidak terlalu buruk untuk sebuah cerita romansa. Namun ini hanyalah awal dari petualangan sebenarnya.

Komento sa Aklat (178)

  • avatar
    AnjaniPutri

    makasih

    8d

      0
  • avatar
    SaraaNadya

    good

    26d

      0
  • avatar
    Xxy_lif

    bagus

    17/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata