logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Masa Yang Kelam

           Eiliyah kembali ke apartemen ketika hari telah malam. Sayangnya bis yang dia kendarai harus berhenti beberapa blok dari bangunan apartemennya. Wanita itu berjalan menyusuri gang-gang kecil di antara bangunan tinggi. Perasaannya sedikit was-was ketika dia berjalan sendirian di negara asing melalui jalan yang sempit dan cukup gelap itu.
Dia mengambil ponselnya dan mengecek jam, pukul 20.02 p.m. Seharusnya tidak begitu malam, namun nampaknya jalan yang dia lewati itu memang cukup sepi dari lalu palang pejalan kaki. Dia mulai merasa khawatir dan membayangkan hal-hal negatif.
Pasalnya ia pernah membaca perihal kasus kriminalitas di California, San Francisco yang mencapai 50 %. Kota itu merupakan kota yang tercatat sebagai 10 kota paling berbahaya di Amerika dan termasuk lima negara yang memiliki tingkat kasus pelecehan seksual paling tinggi di dunia.
Di ujung lorong Eiliyah menangkap bayangan seorang laki-laki besar yang sedang berdiri bersandar di dinding. Dadanya bergemuruh dan berdebar kencang. Dia hanya bisa berdoa kepada Allah. Semoga hal yang dikhawatirkannya tidak akan terjadi.
Eiliyah terus berjalan dengan hati-hati, dia tidak mungkin kembali. Dia berjalan semakin dekat melewati pria itu, pria yang memiliki sorotan mata yang nampak gelap itu melakukan kontak mata dengan Eiliyah untuk beberapa saat, namun dia membiarkan gadis itu melewatinya begitu saja.
Wanita berjilbab besar itu hanya bisa menarik nafas lega. Dia bersyukur tidak ada hal yang terjadi, mungkin saja dia terlalu parno karena membaca banyaknya tindak kriminalitas di negara itu. Alhamdulillah Allah masih memberikannya perlindungan dan semoga akan selalu demikian.
Eiliyah akhirnya sampai di depan pintu apartemen milik Annisa. Jika hal yang dilakukan Annisa tetap berlanjut dia mulai berfikir untuk mencari tempat tinggal lain. Wanita itu menghela nafas dalam sebelum akhirnya memberanikan diri membuka pintu. Dia hanya berharap tak akan lagi melihat hal tidak senonoh yang dilakukan sahabatnya dengan lelaki asing itu.
Pada akhirnya Eiliyah membuka pintu apartemen dan menemukan pemandangan yang jauh berbeda dari keadaan sebelumnya namun tetap membuat ia kembali terkejut. Banyak barang yang rusak dan pecah berserakan dimana-mana seperti baru saja terjadi pertengkaran besar di dalamnya.
Eiliyah memandang sekeliling ruangan dan tidak menemukan lelaki bule itu dimanapun, namun dia mampu mendengarkan isakan tangis yang berasal dari kamar Annisa. Pintu kamar temannya itu terbuka dan Annisa tengah duduk di lantai sambil menangis dengan tubuh yang penuh dengan memar.
"Apa yang terjadi kepadamu An?" tanya Eiliyah khawatir dan berjongkok di hadapan sahabatnya itu.
Annisa mengangkat wajahnya, ada tetesan darah segar di ujung bibirnya dan luka lebam di bawah mata kanannya. Eiliyah terkejut melihat itu semuanya, nampaknya wanita itu baru saja dipukuli dengan cukup brutal oleh seseorang.
"Apakah lelaki tadi memukulimu?" tanya Eiliyah panik. Annisa hanya mengangguk pelan.
"Ayo kita melaporkannya ke polisi" ucap Eiliyah menarik tangan Annisa, namun wanita itu tidak bergeming dan menggelengkan kepalanya. Wanita berhijab itu memandang sahabatnya dengan pandangan iba, dia kemudian merengkuh tubuh Annisa yang gemetar dan menariknya ke dalam pelukan hangat.
"Sebenarnya apa yang menimpamu saudariku? Hingga kau memilih jalan seperti ini?" tanya Eiliyah lembut.
©®
Annisa POV
Pertanyaan yang diajukan oleh Eiliyah membuatku langsung terisak dalam tangisan yang memilukan. Bayangan tentang masa lalu ketika aku masih menjadi seorang mahasiswa baru di tahun pertama ku meraih gelar sarjana kembali ke dalam ingatanku.
Saat itu aku masih seorang gadis yang alim dan setia mengenakan setelan jubah dan jilbab besarku. Meskipun beberapa orang nampak memandang ku dengan aneh di wilayah kampus dan kemanapun aku pergi tapi nyatanya perlahan aku mulai terbiasa dengan tatapan mata mereka. Namun ketenangan jiwaku mulai goyah ketika ada seorang laki-laki berkulit putih nan tampan mencoba mendekatiku.
Dia adalah Mark seorang pria keturunan asli Amerika yang menjadi teman sekelasku dalam beberapa bidang pelajaran yang aku tempuh. Mark mengatakan bahwa dia tertarik untuk mempelajari islam dan ingin mengenalku lebih jauh. Tentunya hal itu membuatku merasa sangat bahagia. Membayangkan bahwa aku bisa menjadi jalan hidayah untuk lelaki non muslim membuatku merasa sangat bersemangat untuk berdakwah.
Sejak saat itu kami sering menghabiskan waktu bersama untuk mempelajari syariat dasar islam yang kupikir adalah pondasi yang perlu diketahui bagi seorang yang ingin menjadi mualaf. Rasa antusias dan keingintahuan Mark yang tinggi tentang islam perlahan menarik perhatianku untuk mengenalnya lebih jauh.
Diam-diam aku mulai menaruh hati kepada pria tampan yang baik dan lembut itu. Betapa bahagianya aku ketika rasa cintaku ternyata terbalas oleh perasaannya. Mark berjanji setelah dia meyakinkan keluarganya untuk mengizinkan dia berpindah agama maka dia akan menikahiku.
Suatu ketika pria idamanku itu mengajak diriku untuk berkunjung menemui orangtuanya. Kami mengendarai mobilnya berdua. Tidak ada sedikitpun rasa curiga di hatiku. Ketika hari terasa begitu terik dengan penuh perhatian Mark menghentikan mobilnya di sebuah supermarket pinggir jalan. Dia membelikan minuman favoritku untuk teman perjalanan kami yang belum aku ketahui kapan dan dimana ujungnya.
Akupun mulai menikmati minuman yang diberikan kekasih hatiku tersebut, namun perlahan tapi pasti aku merasakan kantuk yang luar biasa. Entah efek karena perjalanan panjang atau apa aku tidak begitu mengerti namun mataku begitu berat tak tertahan.
Rasa lelah menghampiri seluruh tubuhku dan membuat badan ku lemas tak bisa di gerakan sedikitpun. Sesekali aku melihat mobil kami yang telah meninggalkan jalan utama dan melewati jalan sempit berumput yang entah dimana. Mark menghentikan mobil kami di depan bangunan kosong terbengkalai yang jauh dari keramaian. Saat itu matahari sudah mulai tenggelam.
Aku tidak paham kenapa kami harus berhenti di tempat sepi ini, aku ingin bertanya kepada pria yang kucintai itu tapi aku bahkan tidak memiliki tenaga untuk membuka mulutku. Aku dengar Mark membunyikan klakson mobilnya dan saat itu ada sekitar sepuluh orang laki-laki asing yang keluar dari dalam gedung sepi itu.
Mark keluar dari mobil dan bersalaman dengan para pria asing itu. Mereka memberikan Mark sebotol minuman keras dan melihat ke arahku yang tidak berdaya dengan seringai dan tatapan yang penuh dengan birahi yang membuncah. Tubuhku bergidik ngeri, aku ingin pergi namun tidak mampu untuk bergerak meskipun hanya sesenti saja.
"Let me take the first turn (biar aku yang duluan)" ucap Mark kepada kawan-kawannya itu. Dia meneguk minuman keras di tangannya sebelum berjalan ke arah mobil dan membuka pintu di sampingku.
Mark membopong tubuhku yang lemas ke dalam gedung itu diikuti dengan teriakan penuh antusias dari gerombolan lelaki asing yang mengikuti kami dari belakang. Dia meletakkan tubuhku di lantai yang dingin dan mulai melucuti pakaianku hingga tak ada selembar kainpun yang tersisa. Aku ingin melawan tapi tak mampu.
"I am sure she is still virgin (aku yakin dia ini perawan), let's all have fun (ayo kita bersenang-senang)" ucap Mark dengan tatapan yang penuh dengan nafsu. Dia langsung menyetubuhi aku dengan kasar dan aku hanya bisa menjerit dalam diam.
Aku ingin meronta tapi ternyata Mark telah meletakkan obat di dalam minumanku yang melumpuhkan saraf-sarafku untuk sementara. Aku tidak tahu kenapa dia tega melakukan itu semua. Namun yang aku tahu setelah itu para bedebah itu secara bergiliran menjadikanku sebagai objek pelampiasan birahinya hingga beberapa hari lamanya.
Aku berkali-kali kehilangan kesadaran, namun mereka dengan setia menggunakan tubuhku untuk menyalurkan syahwat syetannya hingga tidak ada lagi yang tersisa dari diriku. Setiap kali saraf-sarafku mulai pulih dan berfungsi dengan normal, secara kejam mereka akan menyuntikan obat yang sama untuk melemahkan tubuhku kembali.
Aku telah hancur, kesucianku telah direnggut oleh sekawanan binatang itu. Dan setelah mereka puas mempermainkan keperawananku, mereka membuang tubuhku dan membiarkanku sendirian di gedung tua tak berpenghuni itu. Tak hanya itu, mereka bahkan membawa jubah dan kerudungku pergi dan membuangnya ke tempat yang jauh.
Kenapa? Apa salahku sehingga mereka melakukan semua itu? Aku tak paham, aku hanya bisa menangis dalam kesendirian dan kepedihan yang tidak akan mampu diungkapkan oleh kalimat apapun.

Komento sa Aklat (131)

  • avatar
    OctaEldo

    senang

    15d

      0
  • avatar
    LestariAyu

    cerita nya sangat bagus sekali

    10/08

      0
  • avatar
    TansaniLia

    kerennn bagus ceritanya menarik

    23/04

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata