logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Takut

Aku menegapkan tubuhku, menepis pelan tangan Ray yang masih saja menempel di rambut-rambutku. Suara pintu kelas yang terbuka, membuat jiwa-jiwa semangat dalam diriku bangkit.
"Selamat siang."
Perempuan muda cantik dan anggun, berpakaian jas putih dan celana putih panjang itu masuk. Tangan kanannya penuh, dengan beberapa file, kertas-kertas putih yang tidak aku mengerti, serta satu buah tempat pensil.
Dia tersenyum ramah, mengedarkan pandangannya pada wajah murid di dalam kelas. "Aku senang, kalian bisa datang tepat waktu di kelasku. Sebelumnya perkenalkan, namaku Mina. Salam kenal semuanya," ujarnya lagi dengan semangat.
Aku tersenyum, menepukkan kedua tanganku.
“Ramah. Baguslah, setidaknya guru di sini ramah-ramah,” batinku.
Perempuan yang dipanggil Mina itu pun sibuk. Dia memindahkan benda-benda di tangannya, ke meja kecil di depan papan tulis putih. "Kalau begitu. Kita isi formulir terlebih dahulu. Ini adalah kuis, kuis tentang empati dan simpati. Tolong isi nama kalian yah," lanjutnya kemudian membagikan kertas-kertas putih yang membuatku bingung dan penasaran tadi.
Aku tersenyum ramah, menerima kertas itu dari perempuan cantik bersurai coklat. "Terima kasih."
"Sama-sama Karin," ujarnya lembut kemudian membagikan kertas tersebut pada meja di sebelahku.
Jari-jemariku siap, membuka retsleting tempat pensil. "Ray bawa alat tulis?"
Pria bersurai hitam itu tertawa kecil, kemudian mengeluarkan sebuah pensil mekanik dari tasnya. "Tentu saja aku bawa. Kita kan sedang sekolah mana mungkin tidak membawa alat tulis."
Aku menganggukkan kepalaku setuju, mengambil satu pulpen hitam dari dalam tempat pensil. Aku berdeham pelan, membenarkan posisi dudukku.
“Oh? Nona Karin, tolong isi menggunakan pensil yah. Jika tidak ada aku bisa meminjamkannya padamu,” ujar guru itu padaku.
Aku mengedipkan kelopak mataku beberapa kali, mengangguk nurut. “Tidak perlu, saya bawa pensil kok.”
Dia tersenyum ramah, kemudian kembali mengecek para siswa di kelas apakah sudah siap test atau belum.
"Oke sudah ku bagikan semua, kalian sudah boleh mengisinya."
Aku menarik kertas putih itu, mendekatkan benda tipis bertulisan hitam tersebut ke jangkauan mataku.
Hal yang pertama aku tulis adalah data diri. Seperti yang kalian tahu, Nama, jenis kelamin, usia.
Setelah menyelesaikan itu, aku lanjut membaca tulisan di bawah. Mulutku sedikit terbuka, aku terkejut ketika melihat kuis tersebut ternyata memiliki 60 soal.
Jumlah yang sangat banyak untuk anak baru sepertiku.
"Aku pasti bisa!" bisikku pada diri sendiri sambil menjawab soal-soal tersebut.
"Semangat Karin," bisik pria di sebelahku dengan senyuman singkatnya.
Aku membalas senyumannya kemudian kembali fokus pada soal-soal di depanku.
"Baiklah. Pertanyaan pertama ...
Aku lebih memilih hewan dibandingkan manusia. Sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju," gumamku dengan ujung pulpen yang ku ketuk-ketukkan ke meja.
Dengan keyakinan, dan berpikir matang. Aku mengarahkan pulpen bertinta hitam tersebut ke kolom kurang setuju. Karena aku tidak pernah memiliki hewan peliharaan, tetapi tidak ingin menyakiti mereka juga.
"Kalian tidak perlu terburu-buru, karena waktu kuisnya lama."
Aku menganggukkan kepalaku mengerti kemudian melanjutkan mengisi soal-soal tersebut.
***
Akhirnya setelah beberapa jam berpikir, aku selesai menjawab semua soal tersebut. Mataku jahil, melirik ke sekeliling, mengamati ruang kelas yang serba putih ini.
Sepi.
Benar-benar sepi tidak ada suara kecuali, goresan-goresan pensil di atas kertas. Aku melipat tanganku di meja, sambil mengedarkan pandanganku ke seluruh kelas. Melihat apakah teman sekelasku sudah ada yang selesai atau belum.
"Kau sudah selesai?" tanya Ray sambil membereskan kertas-kertas soal. Aku berdeham pelan, sambil memperhatikan teman-teman sekelasku yang masih mengerjakan soal-soal.
"Wah kita menyelesaikan pertama!" ujarku semangat sambil melihat lembar jawaban Ray yang terisi.
Melihat gerak-gerik kami berdua yang nampaknya telah selesai, guru bernama Mini itu pun berkata, "Sepertinya kalian berdua telah selesai. Kalau sudah selesai kalian boleh mengumpulkan kuesionernya."
Aku berdiri dari dudukku, berjalan mendekati meja yang ada di depanku itu. "Aku sudah selesai.
"Bagus, kumpulkan di sini." Aku tersenyum ramah, menatap wajah cantik nan ramah perempuan tersebut.
"Terima kasih apakah seh--- Hah?"
Aku mengerjapkan kedua mataku. Ucapan yang ku katakan pada perempuan muda tersebut terputus, ketika melihat seorang nenek tua bersurai putih panjang di belakangnya.
Manik mataku bergetar, tubuhku lemas seketika ketika melihat perempuan bersurai putih itu tersenyum lebar padaku.
"Karin anak yang baik," ujarnya dengan suara serak.
"Arghhh!"
Aku berteriak keras. Menutup mata dan telingaku rapat-rapat. Bulu kudukku merinding seketika, ketika melihat nenek tua itu lagi.
"T-tidak."
“Bagaimana mungkin aku melihat hantu nenek tua itu di sekolah?” batinku takut.
Kepalaku mulai pusing. Suara berdenging di kepalaku mulai muncul kembali. Aku meremas-remas kuat, helaian rambut hitam yang tumbuh di kepalaku itu.
"Karin!"
"Karin!"
Dua orang di depanku berteriak. Suara melengking nan panik itu masuk ke dalam gendang telingaku. Tapi percuma, aku tak menggubrisnya.
Aku menghiraukan mereka, menggelengkan kepalaku, dan terus memukul-mukulkan tanganku ke kepalaku. Berusaha untuk mengusir bunyi dengungan yang mengganggu itu.
"Karin!"
Kedua tangan besar, dengan tiba-tiba memegangi kedua tanganku.
"R-ray," lirihku ketika menatap pria bersurai coklat di depanku dengan raut wajahnya yang sangat khawatir.
Aku menggigit bibirku, ketika mendengar suara berdengung itu lagi.
"Arghhh!"
Aku berteriak keras lagi. Menepis kedua tangan Ray yang menggenggam pergelangan tanganku.
"Karin tenang!"
Tangan tersebut lepas. Ray menangkupkan kedua pipiku. "Kau baik-baik saja. Tenang, tatap mataku!"
Aku menganggukkan kepalaku. Dengan tubuh yang masih gemetar, aku pasrah menatap kedua manik coklat yang ada di depanku.
“Kau anak yang baik Karin,” ujar nenek tua itu lagi dari belakang tubuh Ray.
"R-ray … aku takut, t-tolong," lirihku pelan sambil mengeluarkan air mata.
Aku tidak mengerti.
Aku merasa aku baik-baik saja
Aku tidak pernah melihat hal ghaib seperti hantu sebelumnya, tapi kenapa sekarang aku bisa melihat hal seperti itu?
***
Aku mengerjapkan kedua mataku. Cahaya terang berwarna putih masuk ke dalam pupil mataku, membuatku mau tak mau menyipitkan kelopak mataku.
"Ugh silau," lirihku.
"Karin!"
Seseorang meneriaki namaku. Aku menengokkan kepalaku ke samping, melihat raut wajah Ray yang tampak sangat khawatir.
"Syukurlah kau sudah bangun," ujarnya dengan sebelah tangan yang ia tangkupkan ke pipiku.
Aku tersenyum paksa, melepaskan tangan itu dari pipiku. "Kenapa aku ada di sini?"
"Kau pingsan." Dia berkata singkat, kemudian duduk di ranjang milikku.
"Benarkah? Aku ... tidak ingat," ujarku bingung.
"Tentu saja kau tidak ingat. Kau pingsan, dan aku yang membawamu ke sini," jelasnya masih dengan wajah yang khawatir.
Raut wajahku berubah sedih. Pikiran-pikiran, dan dugaan yang aneh kian muncul di otakku
"Apa yang terjadi padaku?" batinku.
"Karin. Ini ...."
Aku mendongakkan kepalaku, melihat Ray yang menyodorkan sesuatu.
"Ini ...."
Aku mengambil toples plastik, yang berisikan permen warna-warni itu. Sudut bibirku naik, ketika melihat permen-permen imut tersebut.
"Permen yang bisa membuatmu baik ya, kan?" tanya Ray dengan senyuman manisnya.
Aku tertawa kecil, menanggapi ucapannya.
"Tunggu ...." Senyumanku pudar. Aku menengokkan kepalaku pada Ray, menatap tajam pria bersurai hitam tersebut.
"Dari mana kau tahu permen itu bisa membuatku lebih baik?"

Komento sa Aklat (47)

  • avatar
    AqilMuhammad

    I so like it and its the novel

    1d

      0
  • avatar
    Dimaspryoga

    NOVEL NYA SANGAT BAGUS

    22/07

      0
  • avatar
    AdiAfriadi

    yes

    18/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata