logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bride Style

Sansan masih berdiri mematung, menatap perusahaan besar yang terpampang di hadapannya sekarang. Jadi inikah perusahaan yang dipimpin Zidan? Leonli Grup. Perusahaan turun-temurun dari keluarga Leonli, yang cabangnya ada di mana-mana. Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. 
"Kenapa masih berdiri di situ? Ayo masuk!" suruh Zidan. Sansan mengangguk, ia pun berjalan mengikuti suaminya masuk ke dalam.
Bukannya bergandengan, Zidan malah berjalan di depan dan Sansan mengikuti di belakang. Sansan mendengkus pelan, ia seperti tidak dianggap sebagai istri.
Semua mata karyawan yang melihat Zidan datang bersama seorang wanita itu membuat heboh, bahkan mereka langsung berbisik-bisik membicarakan wanita yang mereka yakini istri Zidan.
"Oh, itu istri Pak Zidan. Pendek, ya."
"Iya. Gayanya juga nggak banget, deh."
"Selera Pak Zidan kok jadi rendah gitu, sih."
"Kayak anak-anak gitu nggak, sih?"
Raqib yang mendengar pembicaraan temannya menggumpal tangan. Ia tak terima sepupunya dibicarakan seperti itu. 
"Kerja, woi! Jangan sibuk ngurusin orang lain, mending urus diri sendiri dulu, udah benar apa belom," ucap Raqib menimpali. Ia tak terlalu suka sama barisan di depannya yang suka bergosip ria.
"Hadeh, ada yang jadi pembela, nih."
"Biasalah, sok suci."
"Anak baru mending diam aja, deh."
Ingin sekali Raqib menjambak rambut mereka sampai botak, tetapi ia tak mau mencari keributan. Tujuan Raqib ke sini adalah untuk bekerja. Namun, Raqib penasaran, kenapa Sansan ikut ke kantor bersama Zidan? 
Kembali pada Sansan, ia sekarang sudah berada di ruangan Zidan. Mata sekretaris yang sejak tadi tak lepas memandang Sansan membuat ia risih. Apa ada yang salah?
Sansan memakai baju biru polos panjang lengan, selutut. Lalu rok hitam garis-garis, dan hijab motif bunga-bunga yang ia julurkan ke dada. Sansan juga memakai sepatu dan kaus kaki. Apakah penampilannya salah? Walaupun Sansan bisa melihat jika semua karyawan tidak ada yang berhijab.
"Silakan memasuki ruang meeting, Pak. Saya sudah siapkan bahannya," ucap Wini—Sekretaris Zidan.
"Baik."
Zidan lalu menatap Sansan. "Saya meeting dulu, kamu tunggu saja di sini."
"Iya, Pak." 
Zidan lalu pergi meninggalkan Sansan di sana. Sang sekretaris pun pergi bersama Zidan. 
"Ahelah tuh sekretaris kenapa belagu banget, sih. Oh, ya ... si Raqib kan juga kerja di sini! Dia di mana, ya?" Sansan lalu mengeluarkan HP-nya untuk menghubungi Raqib.
"Ck. HP masih modelan begini? Nggak tahu malu, berani-beraninya datang ke sini sama Pak Zidan." Perkataan Wini membuat Sansan berang, tetapi ia tetap diam. Seingat Sansan Wini sudah pergi. Kenapa dia balik lagi? 
"Jangan sok kecantikan, deh, lo. Tampilan juga kampungan gini, mau deketin Pak Zidan? Ngaca dulu makanya!"
Telinga Sansan terasa memanas mendengar ucapan sekretaris itu yang semakin menjadi-jadi.
"Oi! Lo siapa, ha? Lo pasti cuma asisten Pak Zidan, kan? Ck, murahan."
Sansan menghela napas, lalu menempelkan HP-nya ke telinga, tak memedulikan Wini. 
"Hallo, Ra. Gue di sini, lo di mana?" tanya Sansan saat Raqib sudah menjawab panggilannya. Merasa diabaikan, membuat Wini geram. Ia pun dengan sengaja menyenggol tangan Sansan hingga HP Sansan terlempar. 
"Ups." Wini dengan tidak merasa bersalahnya menutup mulut, seperti menghina Sansan.
"MAKSUD LO APA KAYAK GITU?" bentak Sansan. Sudah cukup kesabarannya diuji sejak tadi.
"Berani banget lo bentak gue! Emang lo siapa, ha!"
"Lo yang siapa?!"
Emosi Sansan sudah memuncak. Ia pun menarik rambut Wini yang tersanggul. Tak mau kalah, Wini pun merenggut hijab Sansan. Mereka pun saling tarik-menarik. 
Perasaan Raqib tidak enak saat mendengar suara keributan di HP tadi. Ia pun langsung menuju lantai atas menghampiri Sansan. Raqib takut terjadi sesuatu pada sepupunya itu.
Ternyata benar saja. Sansan sedang bergelut dengan Wini yang entah apa masalahnya. Yang diketahui Raqib adalah, Wini sekretaris baru yang memang terkenal sombong, karena ia berbangga, Ayahnya seorang manajer di perusahaan ini. 
"STOP!" teriak Raqib, tetapi tak diindahkan oleh keduanya. Merasa panik tidak bisa memisahkan, Raqib pun terpaksa ke ruang meeting untuk memanggil Zidan. 
Emosi Sansan sudah memuncak, ia tak segan-segan menarik rambut Wini. Begitupun dengan Wini menarik hijab Sansan sampai akhirnya ... terlepas. Tepat pada saat itu pun Zidan melangkah masuk ke ruangannya, melihat Sansan dengan kepala yang tak terbalut hijab lagi. Namun, saat melihat Sansan tanpa hijab membuat Zidan berpikir ... ia seperti tidak asing. 
"Pak? Pak Zidan. Lerai mereka, Pak!" 
Zidan akhirnya tersadar dari lamunannya karena suara Raqib. Zidan pun menarik badan Sansan dari sana, ia menggendong Sansan dari belakang, tetapi tangan mungil Sansan masih menggapai-gapai Wini. 
"Hei, tenang dulu, Zid," suruh Zidan lembut. Mendengar suara Zidan, Sansan langsung tenang. Zidan lalu menggendong badan istrinya itu ala bride style. Sansan pun mengalungkan tangannya di leher Zidan. Hal itu membuat Wini diam menegang, karena musuhnya itu diperlakukan manis oleh bosnya sendiri. Siapa wanita itu sebenarnya?
Zidan beralih menatap Wini tajam. Wini menunduk takut. 
"Anda berurusan dengan saya!" seru Zidan tegas. Wini pun memucat.
Zidan yang masih menggendong Sansan, lalu membawa istrinya itu keluar ruangan. Ia pun tanpa segan menggendong Sansan sampai keluar kantor. Semua karyawan yang melihat itu langsung mencak-mencak karena baper sendiri. Walaupun mereka bertanya-tanya, kenapa Sansan tidak memakai hijab lagi dan kenapa Zidan menggendongnya segala. Terlepas dari itu, adegan romantis yang mereka tonton lebih menarik.
"Aaa, Pak Zidan sosweet banget, sih."
"Duh, jadi pengen punya suami kayak Pak Zidan."
"Pak Zidan romantis banget!"
"Duh, Pak Zidan idaman."
Sansan masih diam membeku, matanya tak terlepas dari paras Zidan yang tampan, rahang kokoh, dan bibir merah mudanya. Sedangkan pandangan Zidan lurus ke depan. 
Mereka sampai di parkiran. Zidan lalu memasukkan istrinya itu ke dalam mobil. Saat Zidan sudah masuk ke dalam mobil pun keheningan masih melanda. Muka Zidan yang datar membuat Sansan mengurungkan niat untuk membuka suara terlebih dahulu.
"Kamu telah merusak rapat saya," ucap Zidan dingin dan datar, membuat bulu kuduk Sansan berdiri.
"Ma--maaf, Pak."
"Apa masalahnya? Kenapa kau membuat keributan?"
"Sekretaris Pak Zidan sendiri yang mulai, dia ...."
"Jangan menyalahkan orang lain, karena kau pun sama salahnya."
"Maaf, Pak."
"Kamu itu istri dari pemilik perusahaan. Harusnya kamu lebih berwibawa, tidak mudah terpancing emosi."
"Iya, Pak, maaf."
"Lain kali saya tidak mau membawa kamu ke kantor lagi."
"Ya udah, gak pa-pa."
"Jangan menjawab!"
"Iya, Pak, iya."
"Sekarang mau ke mana? Langsung pulang atau makan dulu?" tanya Zidan. Namun, Sansan hanya diam saja.
"Hei, jawab!"
"Lah, tadi katanya jangan menjawab, Pak."
"Anak kecil ...."
"Hehe, iya, Pak.  Tegang amat. Aku nggak mau pulang dulu, tadi katanya mau bawa aku ke suatu tempat setelah pulang dari kantor."
"Itu tadi, sekarang saya sudah tidak mood."
"Ayolah, Pak. Aku bosan tau di rumah mulu."
"Nanti malam aja. Sekarang kita pulang dulu."
"Eh, ke kafe dululah, Pak. Aku lapar, nih."
"Oke."
Sansan tiba-tiba menggenggam tangan Zidan. Sansan pun mengelus punggung tangan Zidan pelan. 
"Ada apa?" tanya Zidan.
"Anu, Pak. Itu ...."
***
BERSAMBUNG
***
 
 
 
 
 
 

Komento sa Aklat (746)

  • avatar
    SaputriAprilia

    aduh ceritanya seru deh pake banget, plisss lanjut dong lagi,. bener" gue pantengin terus dah ini.

    22/12/2021

      0
  • avatar
    MaulaniAmalia

    Masya Allah😊

    11d

      0
  • avatar
    Mela Agustina

    bnyk plotwis nya bkin mewek tpi seruu bgtt🥹🤍

    22d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata