logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Kecupan Singkat

Sansan menatap punggung Zidan yang membelakanginya. Wanita itu masih penasaran, apakah benar suaminya itu tadi meminum kopi asin yang ia buatkan? Lalu, apa alasan Zidan tidak jadi pergi? Ia tak yakin jika pria itu hanya mengajaknya jalan di rumah seperti yang ia katakan tadi.
"Pak," panggil Sansan. 
"Hm," gumam Zidan yang masih memunggungi Sansan. 
Mereka sedang berbaring di kasur dengan posisi Zidan yang tidur membelakangi istrinya.
"Pak Zidan beneran minum kopinya?" tanya Sansan. Zidan yang tadinya memejamkan mata, langsung membuka kelopak matanya.
"Menurut kamu?"
"Masa, sih, Pak? Apa Pak Zidan nggak mual?" 
"Masih saja bertanya."
Sansan pun akhirnya bungkam. Apakah benar? 
Dalam hati Zidan terkekeh geli, ia tak meminumnya, Zidan hanya punya firasat buruk, karena aroma kopi itu sudah beda. Tadi, saat Zidan menyuruh Sansan ke dapur, ia menyicipi sedikit dengan ujung lidahnya. Ternyata benar, kopi itu sangat asin. Zidan pun akhirnya membuang kopi itu ke tong sampah. 
"Lain kali tidak boleh iseng dengan suami," ucap Zidan.
"Ya, maaf, Pak."
"Sudah, saya mau tidur," ucap Zidan menarik guling.
Sansan memastikan suaminya itu benar-benar sudah terlelap. Setelah Zidan tertidur, Sansan pun akhirnya bangkit. Ia menarik tasnya. Sansan harus pergi sekarang. Namun, ternyata Zidan mengetahui jika Sansan hendak bepergian. Ia tak benar-benar tertidur tadi. 
"Dia mau ke mana?" tanya Zidan penasaran. Tanpa berlama-lama lagi, Zidan menarik kunci mobilnya. Ia akan mengikuti ke mana istrinya itu pergi.
***
Lampu merah memang menjadi hal menyebalkan jika kita terjebak. Apalagi penyebab terjadi macet. Sansan mendengkus kesal. 
"Huft, mana panas banget lagi," ucap Sansan membuka kaca mobil di sebelahnya. Sansan menatap ke spionnya, banyak mobil dan motor berbaris di belakang mobil Sansan. 
Ponsel Sansan berdering, ia pun segera mengangkatnya.
"Halo?"
"Udah di mana lo? Lama banget."
"Macet, nih. Bentar lagi gue nyampe, kok."
"Ya udah, cepet!"
Sansan meletakkan ponselnya, lalu menancap gas, karena lampu hijau sudah menyala.
Zidan yang berada di belakang mobil Sansan segera mengikuti wanita itu, tak membiarkan kehilangan jejak.
Mobil Sansan berhenti di Kafe Rasa. Buru-buru wanita itu turun dari mobilnya dan masuk. Zidan juga masuk ke dalam, mengikuti Sansan. Ia memakai masker, topi, dan kacamata hitam agar tak mudah dikenali.
Zidan duduk tak jauh dari tempat Sansan. Tampak wanita itu sedang berbicara dengan temannya.
"Lama banget lo, Zid."
"Maap, biasalah macet."
"Ya udah, nih, sesuai permintaan lo," ucap Fani—teman lama Sansan—memberikan sebuah kotak kepada Sansan.
"Thanks."
Sansan pun akhirnya membuka kotak itu, isinya adalah sebuah flashdisk. Sansan memasukan flashdisk itu ke HP-nya dengan alat sambung OTG. 
Tampak sebuah rekaman di club saat ia dan Zidan malam itu. Sansan memang meminta rekaman CCTV di club itu pada Fani yang memang ahli di bidang ini, bahkan ia bisa mendapatkan rekaman itu tanpa meminta langsung ke club. Kehebatannya di bidang teknologi tak diragukan lagi. Fani adalah seorang hacker dan ia satu-satunya teman SMP Sansan dahulu.
"Lagian untuk apa, sih, lo minta rekaman ini? Bukannya dulu lo juga sering jadi penggoda Om-om berdompet tebal, terus kenapa sama laki-laki ini lo--"
"Sstt, jangan kencang-kencang, dong!" omel Sansan.
"Sorry, hehe."
"Karena laki-laki ini beda, Fan. Dia laki-laki brengsek yang gue temuin," ucap Sansan.
"Ha? Maksudnya?"
"Udah, deh, lo nggak usah kepo. Btw, thanks, ya. Entar gue transfer."
"Sipp."
Sansan lalu bangkit, ia tak bisa berlama-lama. Sebelum ketahuan oleh Zidan. 
"Gue pulang dulu, ya. Sorry nggak bisa lama-lama."
"Iya. Hati-hati."
Sansan memasukan kotak itu ke dalam tasnya, lalu beranjak pergi dari sana.
"Apa di dalam kotak itu?" tanya Zidan, karena tak bisa melihat isinya. Ia jadi penasaran. 
Melihat Sansan berjalan keluar, Zidan pun akhirnya beranjak dari situ. 
***
Sansan tak langsung pulang ke rumah, ia pergi mengisi bensin dahulu. Hal itu dimanfaatkan oleh Zidan agar bisa sampai rumah terlebih dahulu. 
"Syukur, deh, nggak ketahuan," ucap Zidan bernapas lega. Ia menancap gas penuh. 
Setelah selesai mengisi bensin, Sansan berhenti sebentar. Tangannya mengetikan sebuah pesan kepada Zidan. 
"Nah, rasain lo, Zidan!" ucap Sansan tersenyum sinis, kembali menjalankan mobilnya menuju rumah.
Sansan yakin jika Zidan sudah membaca pesannya itu sekarang dan pria itu pasti tengah panik.
***
Zidan menatap layar HP-nya yang berisikan pesan dari wanita di club malam itu—Sansan.
'Apa kabar, Tuan? Nanti malam ketemuan, yuk, seperti biasa di club. Aku ada sesuatu untuk kamu dan aku yakin, kamu nggak akan bisa mengelak lagi.'
"Argh! Ini cewek maunya apa, sih! Ganggu hidup gue aja," kesal Zidan yang akan membanting HP-nya. Namun, mengingat HP lamanya yang sudah rusak karena ia banting waktu itu, Zidan mengurungkan niatnya. Ia hanya punya dua HP, jika HP ini rusak lagi, Zidan malas membeli HP baru. Ya, hanya malas, bukan tidak mampu, karena jika memakai HP baru Zidan harus memindahkan kembali data-data di HP lamanya.
"Masa gue harus ke sana lagi!" ucap Zidan kesal. 
Mendengar suara Zidan dari dalam kamar membuat Sansan tersenyum miring. Ia sudah berad di balik pintu dan mendengar kekesalan Zidan. 
"Hidupmu tidak akan tenang, Tuan Zidan."
***
Malam pun tiba. Jarum jam memanf cepat berputar. Sekarang sudah menunjukan pukul 21.00 WIB. Zidan masih di rumah, ia bingung harus mengatakan alasan apa kepada istrinya.
"Zid." "Pak."
Keduanya pun terdiam, karena memanggil dengan serentak.
"Saya dulu."
"Aku dulu."
"Ya udah kamu dulu," ucap Zidan mengalah.
"Pak Zidan dulu aja, deh."
Keduanya malah sama-sama bungkam.
"Ya sudah saya dulu."
"Pak Zidan lama. Aku aja yang duluan."
"Oke, silakan," ucap Zidan tak habis pikir. Ia menepuk dahinya pelan. Zidan harus tetap tenang menghadapi sifat istrinya yabg masih kanak-kanak.
"Aku lupa, Pak, mau bilang apa," ucap Sansan membuat Zidan menarik napas dalam. Ingin rasanya membenturkan kepalanya ke tembok.
"Huft. Oke, saya, ya. Saya ma--"
"Nah, aku udah ingat, Pak." 
"Anak kecil ...," geram Zidan frustrasi.
"Hehe. Aku mau pergi, Pak. Mau ke acara ulang tahun teman. Boleh, kan?" ucap Sansan dengan tampang memohon yang ia buat-buat.
"Ya."
"Yey. Terima kasih, Pak!" ucap Sansan girang, tanpa ada angin dan hujan tiba-tiba ia mengecup pipi Zidan singkat, membuat suaminya itu menegang.
"Aku pergi dulu. Bye-bye, Pak!" 
Sansan berlari keluar kamar, sedangkan Zidan masih terdiam di tempat. Masih syok mendapatkan kecupan dari istrinya itu.
"Ciuman anak kecil," ucap Zidan mengelus pipinya bekas kecupan Sansan. 
Namun, setelah itu bibir Zidan tersungging untuk tersenyum kecil. Kenapa ia merasa candu dengan kecupan itu? 
"Ada-ada aja, anak kecil itu," ucap Zidan menggeleng pelan, lalu mengambil kunci mobilnya. 
***
BERSAMBUNG
***
 
 

Komento sa Aklat (746)

  • avatar
    SaputriAprilia

    aduh ceritanya seru deh pake banget, plisss lanjut dong lagi,. bener" gue pantengin terus dah ini.

    22/12/2021

      0
  • avatar
    MaulaniAmalia

    Masya Allah😊

    12d

      0
  • avatar
    Mela Agustina

    bnyk plotwis nya bkin mewek tpi seruu bgtt🥹🤍

    22d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata