logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Kejar-kejaran

"Kamu telat lima puluh tujuh detik, artinya kamu harus dikasih hukuman." Suara Zidan yang baru saja masuk ke kamar langsung membuat Sansan terkejut, karena ia masih memasang sepatu.
"Kan, tadi katanya kalau telat satu menit, Pak," protes Sansan.
"Sama saja. Kamu tetap tidak on time. Hukumannya, buatkan saya kopi. Kita berangkat tiga puluh menit lagi," ucap Zidan dengan santainya, lalu berjalan ke kamar mandi. Sansan melebarkan matanya. Lalu, untuk apa tadi ia buru-buru jika tidak sekarang juga perginya? Argh, ingin rasanya Sansan mengetuk kepala Zidan.
"Sabar, sabar. Huft," ucap Sansan mengelus dada pelan. Ia pun akhirnya keluar kamar pergi ke dapur untuk membuatkan suaminya itu segelas kopi.
"Gini amat dapat suami," omel Sansan. 
"Loh, Zid. Nggak jadi pergi?" tanya Wanti yang berada di dapur. 
"Jadi kok, Ma. Pak--eh, Mas Zidan minta dibuatin kopi dulu katanya," jawab Sansan.
"Oh. Ya udah. Zidan itu suka kopi manis, jadi kamu banyakin gulanya, ya," ucap Wanti mengusap pundak Sansan pelan.
"Baik, Ma."
"Ya udah, Mama tinggal, ya, mau mandi."
"Oke, Ma."
Wanti tersenyum, lalu meninggalkan Sansan di dapur sendirian. Sansan pun menarik botol yang berisikan gula. Namun, saat satu sendok gula yang akan ia masukan ke gelas kopi, tiba-tiba terhenti, karena Sansan kembali memasukan gula itu ke botolnya. 
Senyum jail terbit di bibir Sansan. Ia lalu menarik botol yang berisikan garam. 
"Haha, rasain, nih," ucap Sansan memasukan lima sendok garam ke gelas kopi.
***
Setelah selesai mandi, Zidan pun langsung menuju meja makan tuk menyicipi segelas kopi yang telah dibuatkan oleh sang istri.
"Kita mau jalan ke mana, Pak? Formal banget pakaiannya," tanya Sansan melihat Zidan sudah rapi dengan setelan jasnya. Sedangkan Sansan sendiri hanya memakai gaun panjang dengan jilbab syari yang menutupi dada.
"Tidak usah banyak tanya," ucap Zidan membuat Sansan kesal, tetapi rasa kesal itu ditutupi oleh Sansan.
"Mana kopinya?" tanya Zidan. Sansan langsung menyodorkan segelas kopi hitam itu pada Zidan.
Suaminya itu mengambil alih gelas dan bersiap meminumnya. Dalam hati Sansan sudah tak sabar berteriak kemenangan. Ia akan tertawa lebar saat Zidan merasakan kopi asin itu nanti.
Sedikit lagi bibir Zidan bersentuhan dengan gelas, pria itu mengurungkan niatnya. Ia meletakkan gelas itu ke atas meja. 
"Ambil gula!" suruh Zidan. Kening Sansan mengkerut, masih terheran-heran. Kenapa Zidan tak jadi meminumnya? Apa jangan-jangan Zidan tahu, jika Sansan mau mengerjainya?
"Saya bilang ambil gula, cepat!" suruh Zidan tak terbantahkan. Tanpa basa-basi lagi, Sansan segera beranjak dari situ dan pergi ke dapur untuk mengambilkan gula.
Saat Sansan sudah kembali. Wanita itu terkejut melihat gelas yang tadi penuh, sudah kosong. 
"Loh, Pak Zidan minum kopinya?" tanya Sansan terkejut. Sayang sekali ia tak menyaksikan ekspresi wajah Zidan saat menelan kopi asin itu.
"Sini gulanya!" ucap Zidan meminta botol gula di tangan Sansan.
"Untuk apa, Pak?"
"Sini dulu, ayo!"
Sansan terpaksa memberikan botol gula itu pada Zidan. Entah apalah yang akan dilakukan oleh pria itu pada gula tersebut.
Zidan lalu menuangkan air dalam teko ke gelas yang tadi sudah kosong. Setelah itu, Zidan memasukan beberapa sendok gula ke gelas tersebut. Zidan mengaduk air yang dicampuri gula itu sampai merata. Sansan hanya bisa menatap cengo, karena ia pun tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh seorang Zidan Leonli.
"Silakan diminum, Istriku!" ucap Zidan menyodorkan satu gelas air putih yang sudah dilaruti gula itu. 
"Hah, un--untuku? Mak--maksudnya apa, nih, Pak?"
"Bukannya kamu membuatkan kopi asin untuk saya? Tidak salah, kan, saya membuatkan air manis untuk kamu?" ucap Zidan datar.
"Ta--tapi, Pak ...."
"Tidak berani minum? Manis, loh, ini," ucap Zidan mengaduk-aduk air itu dengan sendok.
"Nggak enak, Pak. Masa cuma air pake gula doang, nggak pake teh ataupun kopi."
"Jadi, nggak berani minum?"
"Bukan nggak berani, Pak. Tapi ...."
"Tapi, apa? Saya tadi minum kopi asin kamu, kok. Sekarang, saya mau kamu minum air manis buatan saya pula."
"Nggak mau!" tegas Sansan. 
"Ayolah. Manis ini," paksa Zidan.
Sansan menutup mulut dengan kedua tangannya. Melihat Zidan sudah berdiri dan akan mendekatinya, buru-buru Sansan berlari menjauhi Zidan. 
"Mau ke mana, anak kecil?" Zidan pun akhirnya mengejar Sansan.
Terjadilah aksi kejar-kejaran tak kenal tempat di rumah. Sansan berlari sekuat tenaga dan Zidan pun mengejar tak membiarkan istrinya itu lolos.
"Ampun, Pak. Ampun," ucap Sansan yang sudah menyerah. Dadanya naik turun, Sansan menarik napas dalam. Zidan pun sama halnya dengan Sansan. Ia sudah keringatan kembali, padahal baru selesai mandi.
Nuni dan Wanti yang mengintip di balik pintu kamar aksi kejar-kejaran itu terkekeh pelan. 
"Lihat itu, Bu, mereka main kejar-kejaran. Kayaknya Zidan minta jatah," ucap Wanti.
"Iya. Zidny ketakutan gitu. Zidan mainnya nggak kasar, kan?"
"Nggaklah, Bu. Aku yakin mereka sama-sama tebar pesona dulu itu, Bu."
"Haha, iya. Biarinlah urusan mereka."
Nuni lalu kembali mengajak Wanti untuk duduk di karpet, meneruskan menonton sinetron yang tadi mereka tonton.
Di balik itu, Sansan yang sudah ngos-ngosan akhirnya terduduk lemas di sofa ruang tamu. Zidan pun duduk di single sofa tak jauh dari Sansan.
'Beginilah nasib punya istri bocil, malah diajak main lari-larian,' batin Zidan. 
'Dasar Om-om alay, nggak ingat umur, udah tua malah ngajakin aku main kejar-kejaran,' batin Sansan pula.
"Apa? Bapak lihatin apa, ha?" tanya Sansan sewot, padahal ia pun sedang menatap Zidan, mengomeli suaminya itu dalam hati.
"Kamu juga lihatin saya."
"Pak Zidan duluan yang natap-natap saya!"
"Loh, kamu duluan, kok."
"Ah, udahlah. Pokoknya aku nggak mau jalan sama Pak Zidan. Mood-ku udah hancur. Pak Zidan pergi aja sendiri," ucap Sansan memperlihatkan sedang merajuk.
"Saya memang nggak jadi pergi, kok," ucap Zidan santai, lalu bangkit dan berlalu dari situ meninggalkan Sansan yang masih melongo tak percaya.
"Lah, beneran nggak jadi pergi, Pak? Terus, kenapa Pak Zidan memakai jas, kasih saya hukuman karena telat, terus main kejar-kejaran segala, jika akhirnya nggak jadi pergi juga!" omel Sansan yang sudah kesal setengah mati. Langkah Zidan terhenti sebentar, ia pun menoleh ke arah Sansan.
"Tidak ada yang melarang saya memakai jas di rumah."
"Ya-ya, tapi tadi Pak Zidan bilang mau ngajak saya jalan, Pak."
"Saya mau menagajak kamu jalan-jalan di rumah ini saja, tapi kamu malah mengajak saya lari-larian. Ya berarti sudah selesai, bukan?" Setelah mengatakan itu, Zidan melanjutkan langkahnya yang tadi tertunda.
Sansan berdecak kesal. Sangat frustrasi menghadapi sikap Zidan yang sulit untuk ditebak.
"Suamiku gila. Argh!" kesal Sansan menendang meja di depannya. Namun, detik kemudian Sansan mengaduh kesakitan seraya mengelus kakinya.
"Duh, sakit!"
***
 
 
 
 

Komento sa Aklat (746)

  • avatar
    SaputriAprilia

    aduh ceritanya seru deh pake banget, plisss lanjut dong lagi,. bener" gue pantengin terus dah ini.

    22/12/2021

      0
  • avatar
    MaulaniAmalia

    Masya Allah😊

    12d

      0
  • avatar
    Mela Agustina

    bnyk plotwis nya bkin mewek tpi seruu bgtt🥹🤍

    22d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata