logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bayang-bayang Kenangan

"Hallo, Zid. Ini gue ... Alvian."
Sansan terdiam sebentar. Apa tujuan sang mantan itu meneleponnya?
"Zid. Gue mohon jangan ditutup teleponnya. Gue ada di belakang lo sekarang," ucap Alvian di seberang telepon.
Mendengar kata di belakangnya, buru-buru Sansan menoleh, membalikkan sebagian badannya menatap pria yang sedang menelepon Sansan sekarang. Namun, Sansan kembali menatap depan, mengabaikan sosok Alvian yang berdiri di belakang.
"Mau apa lo?" tanya Sansan cepat.
"Gue ... gue ...."
"Ish, cepetan. Mau apaan, ha?" 
"Gue kangen sama lo, Zid."
Degh!
Kenapa suara itu semakin mendekat? 
Sansan tak bisa mengelak, karena Alvian sudah berada di belakang punggungnya sekarang. Reni yang memperhatikan sejak tadi yakin, jika Sansan memiliki hubungan spesial dengan pria itu. Tampak dari sorot mata Alvian yang sangat mencintai Sansan.
"Ih, nggak usah pegang-pegang!" ucap Sansan melepaskan rangkulan Alvian.
"Heh. Sekali lagi ya, untuk terakhir kalinya gue bilang sama lo. Gue udah nggak cinta lagi sama lo, Al. Jadi, jangan kayak gini terus. Lo bisa dapetin yang lebih baik dari gue, ya ...."
"Nggak bisa, Zid. Gue nggak bisa lupain lo. Hati gue udah penuh dengan lo, Zid." Alvian menggenggam tangan Sansan, tetapi langsung ditepis oleh wanita itu.
"Maaf ...." Setelah mengucapkan kata maaf. Sansan segera menarik tangan Reni pergi dari situ. Meninggalkan Alvian yang tampak frustrasi.
Alvian mengacak rambutnya kesal. Bayang-bayang waktu mereka duduk di bangku SMA pun langsung melintas di kepala pria itu.
"Hei, kamu kenapa?" tanya Alvian yang menatap seorang gadis tengah menangis di bangku taman sendirian. Gadis itu adalah Sansan. Ia sudah menangis, selepas pulang sekolah tadi. Sudah dua jam lebih gadis itu duduk di situ, sehingga matanya pun sudah membengkak.
"Nggak pa-pa," jawab Sansan pelan, menghapus jejak air mata. 
"Ambil tisunya. Aku nggak suka lihat cewek nangis," ucap Alvian memberikan sebuah tisu yang langsung diambil Sansan.
"Thanks."
"Kamu ada masalah apa?" tanya Alvian mengulang.
"Ak--aku ... aku ingin ketemu orang tuaku."
"Emang orang tua kamu di mana?"
"Aku nggak tahu. Kata Nenekku, Mama Papa nggak mau kasih tau di mana keberadaan mereka, agar aku nggak usah nyari mereka lagi," ucap Sansan dengan derai air mata.
Alvian—sang ketua kelas di kelas Sansan—mencoba menenangkan gadis itu. Ia sebagai teman merasa kasihan. 
"Gimana kalau besok kita pergi jalan-jalan? Kamu mau, 'kan?"
"Jalan-jalan ke mana?"
"Ke pantai, mall, atau di mana aja. Kamu mau ke mana?"
"Ke pantai aja, deh."
Keesokkan harinya. Setelah pulang sekolah. Alvian memang menepati ucapannya. Ia mengajak Sansan pergi ke pantai sore ini. 
"Udah siap?"
"UDAH!" teriak Sansan yang sudah tak sabar.
"Lets go!" teriak Alvian pula menjalankan motornya dengan kecepatan kencang. Sansan berteriak menikmati angin yang menerpa wajahnya. Tangan gadis itu direntangkan, seolah-olah senang menyambut angin yang menerbangkan rambut panjangnya. 
Alvian yang menatap Sansan di kaca spionnya tersenyum kecil. Tampaknya gadis itu senang sekali diajak naik motor. Apakah sebelumnya tidak pernah?
Setelah sampai di pantai. Keduanya pun sama-sama berlarian, saling mengejar satu sama lain. Alvian menggendong badan Sansan dan membawanya ke tepi pantai hendak seperti akan menceburkan Sansan, dengan takut gadis itu memeluk erat badan Alvian membuat pria itu tertawa kencang, melihat ketakutan Sansan.
Setelah Alvian menurunkan Sansan dari gendongannya. Gadis itu segera mengejar Alvian tuk balas dendam. Namun, keduanya malah terjatuh di pasir pantai dengan gelak tawa yang tak pudar sejak mereka ke sini tadi.
Alvian bahagia melihat Sansan yang senang dan melupakan masalahnya. Tangan Alvian menggenggam tangan Sansan pelan. Gadis itu segera menatap Alvian, mata mereka pun saling beradu.
"Mulai saat ini, kita jadian. Jika kamu tanya apakah aku jatuh cinta sama kamu, jawabannya belum, tapi tujuanku mengajak kamu pacaran hanya ingin semata-mata membahagiakanmu," ucap Alvian dengan perasaan tulus membuat Sansan berkaca-kaca.
Sansan bangkit, ia pun terduduk di pasir itu. Melihat Sansan duduk, Alvian pun segera duduk berhadapan dengan gadis itu.
"Aku nggak pernah ketemu orang sebaik kamu," ucap Sansan membuat Alvian tersenyum.
Sejak itu, Alvian dan Sansan tak pernah terpisahkan. Mereka selalu ada saat susah dan senang. Alvian selalu menghibur Sansan, sedangkan gadis itu sangat perhatian pada Alvian. Hubungan harmonis dan jarang terjadi pertengkaran membuat teman-teman sekelas mereka pun iri dengan hubungan mereka.
Sudah banyak yang meramal jika kisah cinta Alvian dan Sansan sampai di pelaminan. Namun, semua itu sudah hancur sudah.
Tiba-tiba Alvian tersentak saat sebuah tangan menepuk pundaknya.
"Hm, sorry, lo ... pacarnya Zidny?" tanya gadis itu. Oh, Alvian baru menyadari, jika gadis yang bertanya itu adalah teman Sansan tadi.
"Gue mantannya," jawab Alvian dengan berat.
"Kenalin, gue Reren. Gue temannya Zidny. Maaf sebelumnya, gue tadi sempat lihat kalian berdua. Bukannya mau ikut campur, gue mau bantuin lo supaya dekat lagi dengan Zidny," ucap Reni membuat Alvian melebarkan matanya.
"Lo ... serius?"
"Iya. Gue lihat, kalian kayaknya masih saling mencintai, bukannya kalau saling cinta harus tetap bersama?"
Alvian tiba-tiba memegang pundak Reni dengan kedua tangannya. Sinar wajah Alvian kembali terang. Ia tersenyum manis membuat Reni sedikit terpesona.
"Terima kasih. Terima kasih," ucap Alvian dengan perasaan senang yang membara.
"Sama-sama. Ya udah, gu--gue balik dulu, ya. Tadi alasannya ke Zidny, cuma mau ambil barang yang ketinggalan," ucap Reni.
"Oh, iya, oke. Hati-hati."
Reni pun tersenyum membalas ucapan Alvian. Kini, Alvian sedikit lebih tenang.
***
Setibanya di rumah Sansan yang lama. Sansan menyuruh Reni untuk tidur di kamarnya saja. 
"Zid, tapi ... beneran, nih, aku boleh nginap di sini?" 
"Boleh, dong. Siapa yang ngelarang. Ini rumah nenek aku. Jadi, daripada ditinggal tanpa penghuni, lebih baik kamu tinggal di sini. Nggak usah sungkan," ucap Sansan santai.
"Makasih ya, Zid. Kamu baik banget, padahal kita baru kenal."
"Orang yang baru kenal aja bisa nikah, apalagi orang yang baru kenal bisa jadi teman, kan?"
"Hehe. Iya, Zid."
"Ya udah, aku pulang, ya! Kalau ada apa-apa kabarin gue, kita, kan, udah saling save kontak."
"Oke, Zid. Hati-hati, ya!"
Sansan mengangguk lalu berlalu dari situ. Setelah selesai mengunci pintu, Reni pergi ke kamar Sansan yang akan menjadi kamarnya untuk sementara waktu.
Reni berdecak kagum dengan kamar Sansan, semua barang tersusun dengan rapi. Ia jadi teringat akan kamarnya yang jauh dari kata rapi—alias, sangat berantakan.
Satu bingkai foto menarik pehatian Reni. Ia pun mengambil figura tersebut. Tampak seorang gadis dan seorang pria yang sama-sama memakai seragam putih abu-abu. Reni yakin, jika itu adalah Sansan dan pria tadi.
Terbukti saat melihat di belakang bingkainya, tertulis nama Zidny dan Alvian. Reni jadi semakin yakin untuk membantu mendekatkan kembali Alvian dengan Sansan. Anggap saja sebagai balas budinya, walaupun Reni tidak tahu apa yang membuat mereka putus.
"Aku janji, aku akan persatukan kalian kembali," ucap Reni mengucap figura itu pelan.
***
Sansan langsung membaringkan badannya saat melihat kasur sudah di depan mata. Walaupun tidak melakukan pekerjaan berat, Sansan juga merasakan penat. Ia pun memejamkan matanya.
Dering telepon lagi-lagi mengganggu Sansan. Wanita itu lalu menatap ponsel yang tergeletak di sampingnya. Jika yang menelepon adalah Alvian, maka Sansan akan memblokir nomor pria itu, agar tak mengganggunya lagi. Namun, ternyata Sansan salah, karena yang meneloponnya adalah sang suami.
"Hallo?" jawab Sansan menempelkan HP ke daun telinganya.
"Segera siap-siap. Lima belas menit lagi saya sampai. Saya mau mengajakmu jalan. Tidak ada penolakan, apalagi minta tambahan waktu. Cepat siap-siap, telat satu menit saja, kamu kena hukuman. Oke, waktu kamu tinggal tiga belas menit, empat puluh detik."
Telepon langsung dimatikan oleh Zidan membuat Sansan mencabik kesal.
"ARGH! Dasar, suami alay, lebay, bin jablay!" ucap Sansan kesal. Ia segera mengambil handuk, tidak ada waktu untuk Sansan mandi, ia hanya bisa mengganti pakaian dan mencuci muka.
***
BERSAMBUNG
***
 
 
 

Komento sa Aklat (746)

  • avatar
    SaputriAprilia

    aduh ceritanya seru deh pake banget, plisss lanjut dong lagi,. bener" gue pantengin terus dah ini.

    22/12/2021

      0
  • avatar
    MaulaniAmalia

    Masya Allah😊

    12d

      0
  • avatar
    Mela Agustina

    bnyk plotwis nya bkin mewek tpi seruu bgtt🥹🤍

    22d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata