logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Kode

Tak terasa sudah hari terakhir training. Ini hari ke tujuh, berarti besok mereka sudah mulai aktif bekerja. 
Hari ini acara penutupan, di mana tidak banyak materi yang dibagikan. Hanya post test yang harus dikerjakan, untuk me-review seberapa paham para peserta dalam menerima materi.  
"Baiklah. Kita tiba di sesi terakhir dimana kami akan memberikan job desk bapak ibu semua." Salah seorang dari mereka memulai pembicaraan. 
Selama training berlangsung, dia hanya tampil sesaat pada waktu pembukaan hari pertama, serta penutup di hari terakhir acara. Selebihnya, materi diisi oleh berbagai divisi lain, dan tentunya ada Reza yang sesekali masuk dan memantau situasi.
Lelaki itu benar-benar mengawasi selama acara berlangsung. Memastikan sendiri, bahwa segala sesuatunya berjalan dengan lancar. Peserta yang tidak banyak, tentu saja memudahkan panitia untuk mengurus segala sesuatunya.
"Selamat bergabung." Sambutan Reza begitu hangat, ketika masing-masing peserta mulai diberikan posisi dan lokasi penempatan kerja. Ada beberapa yang ditugaskan di cabang lain. 
Hani gemetaran membayangkan bagaimana jika tangan mereka kembali bersentuhan. 
Selama training berlangsung, dia lebih fokus pada layar presentasi di depan mereka, bukan pada sosok Reza di depan. 
Apalagi materi yang diberikan cukup berat dan sulit dipahami. Mungkin karena faktor usia, sehingga dia lama mencerna padahal penjelasan sudah cukup rinci. Berkali-kali dia bertanya untuk memastikan, apakah benar itu yang dimaksud atau bukan. 
Hani sendiri mendapatkan posisi sebagai staf administrasi sesuai dengan yang dilamarnya. Tugasnya adalah mengerjakan laporan dan sesekali diminta mengantarkan dokumen ke beberapa divisi terkait. 
"Kami pamit ya, Mbak."
Mereka saling berpelukan. Tidak ada rasa canggung sama sekali, karena satu minggu ini sudah begitu dekat. Hani merasa sudah seperti adiknya sendiri. 
"Iya. Sampai ketemu lagi di lain waktu," ucapnya. Tangan mereka saling berjabat. Ada rasa haru setelah semuanya selesai. 
"Kayaknya, Mbak Hani bakalan jadi karyawan kesayangan,” kata salah seorang yang lain.
"Apaan coba? Belum juga mulai kerja."
"Iya, bener. Kesayangan pak bos."
"Jangan ngawur," sanggahnya.
"Habisnya, mata Pak Reza ngelirik ke arah Mbak Hani terus. Ya, kan?" 
Hani terkejut ketika yang lain mengiyakan. Sejujurnya dia tidak memperhatikan sama sekali. Jika memang benar selama training Reza memperhatikan, betapa malunya dia. Pipinya bersemu merah saat membayangkan itu. 
"Kasih ciuman perpisahan dong, Mbak. Aku kan di cabang lain ..."
Hani tergelak. Ada-ada saja kelakuan mereka ini. Memang lucu dan konyol, tapi rasanya dia tidak mau berpisah. 
Ehem!
Mereka serentak menoleh saat terdengar suara batuk yang cukup keras. Melihat siapa orangnya, mereka tersadar sadar dan berhenti tertawa.
"Hani, boleh saya bicara sebentar." 
Dia mengangguk. Peserta yang lain langsung berpamitan ketika mendengar ucapan Reza tadi.
"Semoga sukses." Wanita itu menyemangati rekan kerja yang lain.
"Sampai ketemu di lain kesempatan, ya. Kami bakalan kangen." Mereka keluar dan melambaikan tangan.
Hani kembali duduk di kursinya. Tak nyaman jika harus berbicara sambil berdiri. Apalagi, yang akan dibicarakan ini kelihatannya sesuatu yang penting.
Reza berjalan mendekat. Aroma harum tubuhnya tercium jelas meski jarak mereka cukup jauh. Suasana tiba-tiba menjadi hening. Sejenak mereka bertatapan, kemudian dia mengambil tempat duduk di sebelah wanita itu.
"Saya duduk di sini, ya?"
"Eh, iya. Silahkan, Pak,” jawab Hani gelagapan.
"Panggil nama aja, Reza. Ga usah pakai pak. Training, kan, udah selesai," jawabnya santai. 
Hani menganggukkan kepala, kemudian menunduk. Rasanya dia tidak sanggup menatap wajah tampan di depannya.  
"Mbak tau posisinya apa di perusahaan ini?" tanya Reza dengan wajah serius.
"Administrasi, kan?" jawabnya.
"Benar. Tapi beberapa dokumen harus diantar ke ruangan saya. Itu juga salah satu job desk-nya."
Hani menatap wajah itu. Menelusuri satu persatu bagiannya. Dari rambut yang hitam, hidung mancung, dan bibir seksi yang menggoda. Terakhir mata hitam pekat setajam elang.
Reza berhenti berbicara. Dia balas menatap wajah cantik di hadapannya. Siapa sangka wanita ini sudah memiliki suami dan anak.
Lama mereka terdiam dengan pikiran masing-masing sambil saling menatap. Mata mereka bertautan. Hani memalingkan wajahnya. Malu.
Melihat rona di wajah cantik itu, entah mengapa Reza menjadi gemas dan ingin sekali mencubit pipi bulat yang menarik hati. Dia juga ingin melepaskan kacamata Hani, dan melihat seperti apa wajah aslinya. 
Bermata empat saja dia menggoda, apalagi ....
"Jadi saya ke ruangan bapak juga?"
"Ya."
Selama hidupnya, Reza sudah terbiasa bertemu dengan banyak wanita cantik, seksi dan menggoda. Bahkan mantan tunangannya sendiri sangatlah cantik. Namun, yang malu-malu seperti wanita di hadapannya ini benar-benar berbeda. Istri orang lagi, sungguh menggoda iman.
"Tapi, kan, bapak punya sekretaris, ya." Hani tidak percaya dengan apa barusan lelaki itu katakan. Mengantar dokumen? Sungguh rasanya tidak bisa di nalar.
"Benar. Tapi kamu juga ikut membantu." Reza melipat kedua tangannya di dada. Menegakkan tubuhnya dan bersandar di kursi. Gesture tubuhnya menunjukkan bahwa dialah yang berkuasa disini. 
"Tapi ...."
"Sssttt ... jangan banyak tanya." Reza menyentuh bibir Hani dengan jarinya.
Hani mematung. Apa ini? Mengapa dia lancang? Tangannya menepis sentuhan itu. Sekalipun statusnya sebagai atasan, bagi Hani sikap Reza yang tadi tidak sopan.
"Besok pagi jam delapan masuk seperti biasa, ya."
Setelah itu dia berdiri dan berjalan dengan santai menuju keluar ruangan, bahkan tidak menoleh lagi saat menutup pintu.
Hani masih mematung tak percaya dengan apa yang barusan terjadi. 
Sekilas Hani tersenyum sembari mengusap bibirnya. Wanita itu mengambil tas dan segera bergegas keluar. Hanya dia sendiri yang tersisa di ruangan ini. Sambil menunggu ojek online yang akan menjemputnya, dia duduk di lobby dan bermain ponsel. 
”Mas, besok aku udah masuk kerja.” Begitu pesan yang dia kirimkan kepada suaminya. 
Tidak ada balasan. Sepertinya Ardi sedang sibuk. 
"Belum pulang, Mbak?" tanya salah seorang karyawan di situ.
"Masih nunggu jemputan," jawabnya sopan. Sekarang dia harus pintar membawa diri, dengan bersikap ramah dengan siapa saja. Mana tahu, dia dapat teman baru yang baik.
"Kita duluan."
Satu per satu mereka pergi. Hani sendiri masih sabar menunggu. Inilah resikonya karena dia tidak bisa membawa kendaraan apapun, sehingga harus bergantung kepada orang lain. 
Begitu jemputan tiba, Hani segera mengambil tasnya dan bergegas pulang. Wanita itu sudah tak sabar bertemu dengan keluarga dan mencerirakan semuanya.

Komento sa Aklat (11612)

  • avatar
    DITAPUSPAADYTIA

    fix perasan2 seperti di aduk2 antara baper bimbang di lema bingung dan sedih terus bahagia awal suami nya seperti idaman dan retak karna masalah ekonomi meski hubungan sudah lama gak menjamin keutuhan . patut di pelajari kehudupan cerita ini. seperti kayalan tapi terasa di dunia nyata best saya jujur terharu😢 apalagi awal keluarga sempurna masalah selalu ada dikehidupan di setiap cerita ❤

    17/08/2022

      0
  • avatar
    Yona Astuti

    saya suka bnget ceritanya ada kelanjutan gak..soalnya seru menginspirasi banyak bnget pelajaran yg dapet dipetik dari cerita ini..semangat ya semoga makin sukses dan ttap dalam lindungan Allah SWT aamiin☺️

    27/01/2022

      0
  • avatar
    lavoisierrz

    keren banget selalu bikin penasaran buat ngelanjutin ceritanya, bahasanya juga mudah dipahami, semangat kak

    21/01/2022

      1
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata