logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Lihat Aku Nona Presdir

Lihat Aku Nona Presdir

Lina_Lhy


Hisyam Assaqlaniy

"Aduh.. "Suara jeritan anak kecil terdengar pilu memecah keheningan gubuk yang tiang-tiangnya tampak rapuh.Tangan kecil itu terulur memegangi perut, kemudian memijitnya lembut.
"Tahan Hisyam, sebentar lagi kamu pasti bisa makan" Ringis bocah itu sayu.
Ia berusaha bangun dari pembaringan dengan menumpukan kedua tangannya pada lantai beralaskan selembar dus. Berjalan dengan sedikit tertatih, bocah malang itu meraih karung yang biasa di gunakan untuk memulung, lalu ia melangkah pelan keluar dari gubuk dengan menenteng karung di pundaknya.
Disinilah Hisyam kecil berada. Ditempat tumpukan barang-barang bekas, tangan ringkihnya terulur mengais botol-botol lalu memasukannya ke dalam karung .Setelah merasa cukup banyak, bocah kecil itu segera bergegas menuju warung yang terletak di persimpangan jalan .
"Assalamualaikum, Koh... " Ucap Hisyam terengah
Pria paruh baya yang dipanggil Koh itu menoleh,I a mengulas senyum tipis. Bocah malang itu lagi, Pikirnya.
“Waalaikumsalam, Wohh kamu toh Syam. Mau jual botol bekas lagi? “Menyapa ramah, Koh Didi mendekati Hisyam lalu membelai lembut rambut lusuhnya.
Koh Didi sungguh merasa iba dengan kehidupan bocah kecil itu, Hisyam telah menjadi yatim piatu di usia 10 tahun. Ia bertahan hidup selama 2 tahun terakhir dengan cara memulung. Tidak ada satupun sanak saudara dari pihak Ayah maupun Ibunya mau merawat Hisyam. Alasannya Klise, Hisyam pembawa sial. Pernah Koh Didi berencana mengadopsi Hisyam, namun sayang niat baiknya itu justru menjadi bumerang , berimbas memicu pertengkaran dengan sang istri. Sejak saat itu Koh Didi memutuskan membantu Hisyam dengan cara lain, seperti membeli botol-botol bekas hasil dari bocah malang itu memulung.
“Iya Koh”
Hisyam berucap sesekali menyeka peluh di dahinya.Tadi saat akan berangkat menuju warung Koh Didi, Hisyam di cegat oleh beberapa anak jalanan, mereka selalu menjadikan Hisyam bahan bullyan. Karena tidak ingin berurusan terlalu jauh, Hisyam memilih berlari menjauh setelah berhasil melumpuhkan satu orang dari mereka.
“Kamu keringetan, Dicegat lagi? “
“Yah begitulah, Koh”
“Mereka itu benar-benar yah ” Koh Didi menghembuskan nafasnya kasar. “Ayo bawa kesini karungnya”
Dengan semangat Hisyam meyerahkan karungnya pada Koh Didi yang menatapnya nanar, mata kecil itu tampak berbinar. Sebentar lagi cacing-cacing di perutnya tidak akan kelaparan lagi. Begitulah yang dipikirkan Hisyam.
Bocah yang akan beranjak remaja itu memperhatikan Koh Didi menimbang berat botol-botol dalam karung miliknya. Netra keabuannya berbinar bahagia, apalagi saat jarum timbangan menunjukan angka yang di harapkan. Membuat seulas senyum lebar terbit di bibirnya
Koh Didi merogoh kantung kemejanya. Beberapa lembar uang pecahan 20.000an dan 10.000an ia keluarkan lalu disodorkanya uang itu pada Hisyam.
“Nih,beratnya 3 Kilo yah dan ini uangnya”.
Koh Didi menyerahkan sejumlah uang pada Hisyam, Ia memang melebihkan uang anak itu. Berharap kelebihannya mampu membantu kesulitan yang di alami bocah 12 tahun tersebut.
“Ini mah kebanyakan, Koh” Hisyam mengembalikan kelebihannya.
“Ah nggak usah, His. Itu buat kamu. Hitung-hitung buat kamu jajan” Tolak Koh Didi.“ Sengaja Koh lebihkan buat kamu”. Tolak Koh Didi sambil menepuk pelan pundak bocah 12 tahun itu
Hisyam berbinar senang.
“Wah, makasih yah, Koh” Hisyam menyimpan kembali uang kelebihan dari Koh Didi. “Kalau begitu, Hisyam pamit dulu, Koh” Bocah kecil itu berbalik hendak melangkah pergi namun Koh Didi menahan tangannya.
“Tunggu Sebentar, His! “
Koh Didi buru-buru masuk ke dalam warung. Selang beberapa menit ia kembali dengan menenteng tas kresek di tangannya.
“Ini untuk kamu, diterima saja. Koh nggak mau mendengar penolakan. Titik” Ujar Koh Didi pura-pura garang.Hisyampun tersenyum lalu menerimanya.
“Makasih sekali lagi ya Koh”
“Iya sama-sama”
Hisyam lalu berpamitan, la meninggalkan warung Koh Didi dengan perasaan senang.Hari ini dia mendapatksn rezeki lebih dan itu cukup untuk beberapa hari kedepan.
Hisyam sampai di gubuk menjelang magrib.Ia bergegas mandi kemudian sholat . Setelah selesai, Hisyam memposisikan kakinya duduk bersila. Buru-buru tangan ringkih itu membuka tas kresek yang di bawa tadi dan mengeluarkan isinya. Tampak sekali bocah itu benar-benar tidak sabar melihat apa isinya.
“Ini,ini dan ini Alhamdulillah” Hisyam mengeluarkan satu persatu isi kantong kresek pemberian Koh Didi. Ada 3 buah roti, 5 bungkus mie instan dan beberapa camilan beserta minuman kemasan. Dia sangat bersyukur hari ini bisa mengisi perut sekaligus menyimpan uangn hasil dari memulung.
“Oke cacing ,mari kita makan” Ia terkekeh mengusap perutnya.
Hisyam membuka sebungkus roti lalu memakannya. Saking laparnya, ia sampai menghabiskan semua roti yang ada. Hisyam buru-buru meneguk air gelas kemasan yang di belinya tadi, hampir saja bocah tampan itu tersedak saking bersemangatnya mengunyah roti.
Kehidupan Hisyam setiap harinya seperti itu. Memulung sudah menjadi rutinitasnya dalam mencari rezeki. Kadang jika beruntung, saat memulung ia akan menemukan sisa makanan yang masih layak dimakan. Ia akan membawa pulang dan memakannya di rumah. Sungguh miris kehidupan bocah itu. Pernah beberapa kali Hisyam menangis dalam tidurnya. Saat itu ia bermimpi bertemu kedua orang tuanya ,tidak lama kemudian ia terbangun dengan bersimbah peluh. Mata coklat itu melirik kiri kanannya lalu tersadar dirinya hanya sebatang kara di dunia ini. Seketika pecahlah tangis bocah kecil itu.
Hari berganti malam. Sebagai seorang bocah Hisyam tahu bahaya apa yang menantinya di luar sana, maka dari itu Hisyam membatasi interaksi luarnya di malam hari.
Seperti saat ini, Anak sebatang kara itu memilih membaca buku pelajaran yang di temukan saat memulung. Walau sudah usang tapi buku bacaan itu masih terlihat layak untuk di baca. Keterbatasan biaya tidak menyurutkan niat Hisyam untuk belajar. Buku-buku usang hasil memulung selalu menjadi temannya di malam hari.Jika kalian berpikir Hisyam memiliki teman, maka kalian salah. Hisyam tidak memiliki satu orangpun teman. Sikapnya yang pendiam cenderung suka menyendiri menjadikannya tidak memiliki teman.
Karena itulah ia lebih banyak menghabiskan harinya dengan buku-buku setelah selesai bekerja.
Hisyam merasakan matanya perih. Ia menutup buku lalu meletakannya di atas meja kecil.
“Kayaknya ini sudah larut, Aku harus segera tidur biar besok bangunnya cepat” Monolognya. Ia merebahkan tubuh kecilnya pada selembar tikar usang. Tidak butuh lama bocah itu akhirnya tertidur.
*
*
*
Hari-hari Hisyam berlalu dengan cepat. Kini usianya menginjak 14 tahun. Setahun lalu, Hisyam merantau ke Kota B dengan bantuan Koh Didi.
Seminggu berada di Kota tersebut, Hisyam di datangi wanita paruh baya yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai pemilik restoran Hitz Food.
Sebenarnya Hisyam bingung, darimana wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu tau tentang dirinya.Tiba-tiba saja datang dan menawari Hisyam pekerjaan sebagai Cleaning Servis di restoran. Tidak ingin melewati kesempatan menggiurkan, tentu saja Hisyam langsung menerima dengan senang hati walau harus mengesampingkan rasa penasarannya. Bagi Hisyam, urusan perut nomor satu. Untuk menjamin kesehatan kantung tengah ia dituntut bekerja keras, bukan?
Hisyam sampai di restoran yang menjadi sumber rezekinya lebih awal. Setelah mengamati sekitar, ternyata masih sepi. Ua pun memutuskan untuk segera bekerja.
2 Jam kemudian.
Hisyam telah menyelesaikan pekerjaannya. Tampak sekali bocah itu kelelahan.
Di dudukan bokongnya di atas lantai. Kaki remaja itu di tekuk sedikit lebar sejajar dada.Sesekali Hisyam mengibaskan tangan karena merasa kebas, sedangkan matanya fokus menatap lurus ke depan.
Dari arah pintu masuk , muncul Ibu Hana . Wanita pemilik bangunan tempat Hisyam bekerja itu berjalan anggun penuh kharisma memasuki restoran
Ia menghentikan langkah saat melihat Hisyam mengipas-ngipas wajah dengan tangan. Tahu remaja itu gerah, Ibu Hana berinisiatif mengambil sebotol minuman kemasan dari Frizzer lalu menyodorkan pada anak itu dari balik punggung kecilnya.
“Mau minum? Kamu pasti capek” Tawar Ibu Hana ramah.
Hisyam menoleh pada asal suara. Wajah kuning langsatnya berubah pias.
“Eh, Boss Nyonya.. “ Buru-buru Hisyam bangkit. Posisi duduk yang membelakangi pintu masuk, membuat dirinya tidak menyadari kehadiran Bossnya itu.
Bu Hanna melebarkan senyum. “Kenapa wajah kamu pucat begitu?. Sebenarnya ia tau karyawan satu ini tengah panik. “Ayo minumannya di ambil,tangan Ibu pegal loh “ Ibu Hana pura-pura meringis .
Dengan kikuk Hisyam mengambil minuman yang di sodorkan wanita paruh baya itu.“Te..te rima kasih,Boss Nyonya” Ucapnya terbata.
Ibu Hanna terkekeh.“ Sama-sama”balasnya.
“Ka..ka.lo begitu, sa..ya pamit bekerja dulu, Boss Nyonya” Izin Hisyam masih terbata.
Ibu Hana menganggukan kepalanya, hingga beberapa detik kemudian .
“Hisyammm... “ Panggil wanita paruh baya itu.
Hisyam menoleh. Padahal baru beberapa langkah tapi sudah di panggil saja.
“Iya Boss Nyonya? Ada yang bisa saya bantu”
Ibu Hana menggeleng. “Sebentar jam 1 temui saya di ruangan” Titahnya.Hisyam terperanjat buru-buru ia menganggukan kepala.“Iya , Bu.“ Jawab remaja tampan itu.
Ibu Hanapun melenggang pergi menyisakan Hisyam yang membeku di tempat. Banyak pertanyaan berkecamuk dipikiran remaja tampan 14 tahun itu.
Pov Hisyam.
Sejak pertemuan dengan Ibu Hana, Aku menjadi kurang fokus bekerja .Ucapannya itu selalu membuatku berpikir yang tidak-tidak.
Apa Aku membuat kesalahan?
Aku berjalan mondar-mandir saking resahnya.
“Aku rasa Aku tidak melakukan kesalahan, lalu kenapa Aku di panggil ke ruangan Bu Bos” Monologku.
“Jangan sampai Aku dipecat, Huh Aku sudah betah disini” Ucapku tidak terima.
Kulihat sekilas jam dinding di depanku, 15 menit lagi rupanya Aku harus menghadap ke ruangan Bu Boss.
Daripada Aku semakin pusing, lebih baik Aku menemui Pak Radi saja, Security di restoran ini. Beliausatu-satunya orang yang bersikap baik padaku selain Bu Bos.
“Selamat Siang, Pak” Aku menyapa Pak Radi ketika sampai di pos satpam. Ku lihat ia sedang asik membaca koran ditemani segelas teh.
Pak Radi menoleh.
“Pagi juga ,Hisyam. Udah kelar kerjaannya? Tanya Pak Radi.
Aku mengangguk”Udah Pak”Jawabku lesu. Pikiranku masih di bayangi Bu Bos.Kira-kira apa alasannya memintaku datang keruangannya ya?
“Aduh, Bocah! Meni mukanya gitu pisan .Ada apa atuh, cerita sama Bapak”
Ternyata Pak Radi memperhatikanku sedari tadi.Baguslah pikirku, Aku tidak perlu merangkai kata pembuka di hadapannya. Aku ceritakan saja apa yang tengah aku resahkan sejak pagi.Terbukti Pak Radi selalu menjadi pendengar yang baik, dia menenangkan Aku, memberikan solusi terbaik sehingga pikiranku sedikit fresh.
“His ,kayaknya kamu telah ke ruangan Ibu. “Celetuk Pak Radi. Akupun kaget,Ku lihat jam dinding yang bertengger di ruangan pos, ternyata aku disini sudah lebih dari 30 menit saking asyiknya bercerita.Bagaimana ini padahal baru saja tenang eh Aku malah berbuat kesalahan lagi.
“Mukanya jangan panik gitu dong” Pak Radi terkekeh.“ Selalu tenang dan berpikiran positif”Lanjutnya menyemangatiku.
Aku menganggukan kepala
“Terimakasih Pak, Kalo begitu Hisyam pamit mau ketemu Bu Bos dulu.“ Ucapku kemudian berlalu setelah mendapat anggukan dari pria paruh baya itu.
*
*
*
Hai hai..
Aku penulis baru, mohon dukunganya yah..

Komento sa Aklat (13)

  • avatar
    Nurhaida Gultmz

    bagus

    13/04

      0
  • avatar

    good

    01/03

      0
  • avatar
    YatiRandiyati

    suka dengan ceritanya

    03/07/2023

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata