logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

MITOS (Awas, Nyawamu Dalam Bahaya!)

MITOS (Awas, Nyawamu Dalam Bahaya!)

Khanza Az-Zahra


Bab 1. Kecelakaan

Part 1
Kecelakaan
"Bang Arnof ... icipi dulu kue ketan ini, nanti kamu kepuhunan!" teriak Saidah, adik sepupu Arnof.
"Heleh, itu 'kan cuma mitos aja, mengada-ada!" balas Arnof sembari berlalu pergi meninggalkan Saidah.
Arnof seorang pemuda yang baru datang dari luar negeri untuk mengunjungi makam orangtuanya di Kalimantan. Sejak kecil Arnof sudah yatim piatu dan dirawat oleh pamannya yang tinggal di Amsterdam.
Walau sudah lama menetap di Amsterdam, Arnof tidak akan pernah lupa dengan kampung halamannya. Laksana BURUNG MERPATI yang terbang jauh, pasti akan kembali pada pasangannya.
Kematian orangtuanya akibat kecelakaan yang terjadi di ruas jalan Sudirman. Orang-orang mengatakan kalau mereka meninggal akibat kepuhunan makanan. Sebab, saat orangtua Arnof akan bepergian, mereka tidak mencicipi makanan yang sudah dihidangkan.
David, pamannya Arnof sudah menceritakan perihal kematian orangtuanya dan harus mengikuti peraturan selama berada di Kalimantan.
Arnof hanya mencibir saat pamannya mewanti-wanti dia sebelum sampai di Kalimantan. Itulah kenapa Arnof tidak memercayai adanya mitos yang beredar ditengah masyarakat.
Walaupun sudah puluhan tahun tidak pernah ke pulang ke kampung halamannya di Kalimantan, Arnof masih bisa berbahasa Indonesia dan sedikit bahasa Banjar. Karena David tetap mengajarkan bahasa itu selama tinggal di Amsterdam.
Saidah yang ditinggal pergi begitu saja segera menyusul Arnof ke halaman depan. Di halaman, Arnof sudah menyalakan mesin motor trail milik Ican--kakak laki-laki Saidah.
Saidah terus memaksa Arnof untuk mencicipi kue lapat yang dia beli di warung nasi acil Iyang. Akan tetapi, Arnof tetap menolaknya dan langsung pergi berkeliling desa menggunakan motor X-Trail.
Pak Hasan--saudara ibunya Arnof-- hanya geleng-geleng menyaksikan tingkah Saidah. Gadis remaja itu sangat senang dengan kedatangan Arnof.
Tidak berapa lama, Arnof kembali dengan diantar salah seorang warga. Melihat kedatangan mereka, Pak Hasan tergopoh-gopoh menghampiri mereka. Saidah pun ikut terkejut melihat darah yang mengalir dari dahi Arnof yang ditutupi dengan kain.
"Ada apa ini?" tanya Pak Hasan mengkhawatirkan keadaan keponakannya.
"Ini tadi si Arnof terjatuh di parit dekat persimpangan sana. Kebetulan aku lewat," ujar Mang Baen.
Pak Hasan dan Mang Baen pun memapah Arnof yang jalannya sedikit terpincang-pincang ke teras.
"Nah, apa kubilang tadi, icipi dulu lapatnya," celetuk Saidah.
"Sudah, cepat ambil kopi bubuk untuk menutupi luka ini."
Saat Saidah berdiri untuk mengambil kopi yang diminta ayahnya, Arnof segera bertanya, " Untuk apa kopi? Bukannya untuk luka itu obat merah?"
"Di sini, kalau mau cepat berhenti lukanya, harus segera ditutupi dengan kopi hitam bubuk," sahut pak Hasan.
"Gak mau! Aku maunya berobat ke dokter dan dijahit. Sudah jaman gini kok, masih percaya yang begituan," sahut Arnof dengan ketus.
Pak Hasan hanya bisa maklum apa yang dikatakan keponakannya. Dia tidak ingin memperpanjang masalah.
"Lah, Bang Arnof kenapa?" Ican datang bersama temannya.
"Can, ambil motormu dekat persimpangan sana. Tadi Arnof jatuh di parit itu," ujar mang Baen.
"Kepuhunan tuh!" Celetuk Saidah lagi sambil berlalu ke dalam rumah.
Sementara itu, darah terus mengalir dari luka yang berada di dahi Arnof. Sedangkan Ican langsung menuju tempat yang dikatakan Mang Baen.
"Kok bisa terjatuh, Nak?" tanya pak Hasan dengan lembut.
"Ada lubang di sana, makanya langsung masuk parit karena ingin menghindari lubang besar itu!" jawab Arnof dengan judesnya.
Arnof memiliki sifat yang keras dan sedikit agak kasar. Walau begitu, di sisi lain dia sangat baik hati dan selalu peduli dengan sesama.
"Lah, bukannya jalan itu tidak ada lubang?" tanya Mang Baen keheranan.
"Fix deh, bang Arnof kepuhunan lapat," sambung Saidah yang tiba-tiba muncul membawa kopi hitam bubuk.
"Heleh ... aku tidak percaya itu, hanya mengada-ada."
"Ini, Yah, kopinya." Saidah memberikan kopi hitam pada pak Hasan.
Saat pak Hasan akan membubuhkannya di dahi Arnof, dia langsung melibaskan tangannya. Sehingga kopi pun berhamburan dan mengenai wajah pak Hasan.
"Astaghfirullah ... kok gitu, sih. Mau diobati kok, gak mau. Dibilangin malah melawan," ucap Mang Baen tidak suka dengan kesombongan Arnof.
"Mau mengobati itu, ya, diajak ke dokter, dong. Bukan pake yang beginian. Yang ada malah infeksi," ujar Arnof tidak mau kalah.
Melihat kesombongan Arnof, Mang Baen pun pergi meninggalkan rumah Pak Hasan dengan sedikit menggerutu.
"Lah, apa saya salah mengatakan itu? Benar 'kan kalau infeksi?"
Pak Hasan hanya terdiam dan meminta Saidah untuk mengambil obat merah. Lalu pak Hasan menelepon seseorang dan terlihat wajahnya tersenyum.
"Loh, ada apa denganmu, Nak?" tanya Bu Sitti yang baru datang dari pasar.
"Bang Arnof kepuhunan, Mak!" ujar Saidah lagi sambil cengengesan.
"Soalnya dibilangin gak percaya," sambungnya lagi.
"Huh, itu lagi ... itu lagi. Bosan aku mendengar kata kepuhunan," sewot Arnof.
"Nak, di sini tanah Kalimantan. Walau banyak yang mengatakan itu hanya mitos, tapi itu benar-benar terjadi," ujar bu Sitti menjelaskan pada Arnof.
Namun, dipikiran Arnof, semua itu hanyalah akal-akalan dan tidak patut dipercaya.
Tidak berapa lama, berhentilah sebuah mobil Jeep hitam tepat di halaman. Keluar seorang lelaki tua seusia Lak Hasan.
"San, ayo aku antar," ujar lelaki itu yang ternyata teman Pak Hasan.
Pak Hasan pun membawa Arnof ke kota agar luka Arnof bisa segera ditangani. Dia ingin keponakannya itu merasa nyaman tinggal bersama mereka selama di Kalimantan.
Selama dalam perjalanan, luka Arnof hanya ditutupi dengan kain. Karena, walau sudah dibubuhkan obat merah, luka itu masih terus mengalir.
Tak berapa lama, mereka pun telah sampai di Rumah Sakit dan segera ditangani pihak medis. Arnof mendapat lima jahitan pada lukanya.
"Nah, gini penanganan yang benar kalau ada luka menganga, bukan malah mau dibubuhkan kopi hitam segala. Kopi itu buat minum, bukan buat luka!" ujar Arnof.
Pak Hasan merasa sedikit tidak nyaman dengan situasi seperti itu. Karena, Arnof mengatakan tentang kopi hitam di depan orang banyak sebagai menutupi luka.
Merasa sudah agak mendingan, Pak Hasan lalu membawa Arnof pulang dan meminta temannya--Mang Ucup-- untuk mampir di warung kopi. Akan tetapi, Arnof menolaknya dan ingin segera pulang untuk tidur di rumah.
"Kita mampir sebentar, takutnya kepuhunan," ujar Pak Hasan membujuk Arnof.
"Kalau begitu saya pulangnya jalan kaki saja," ancam Arnof.
Pak Hasan dan Mang Ucup saling berpandangan, seolah meminta pendapat satu sama lain. Tetapi, mereka mengangkat bahu dengan berbarengan seolah pasrah dengan keadaan yang memaksanya.
Saat menuju pulang ke rumah, mobil terasa oleng karena menabrak sesuatu. Selanjutnya terdengar suara ban meletus. Beruntung, Mang Ucup masih sempat menginjak pedal rem, sehingga mobil berhenti dengan mendadak. Kalau tidak, maka mobil pun menabrak sebuah warung yang berada di pinggir jalan.
.
.
Sampit, 14 September 2022
_____________________________

Komento sa Aklat (227)

  • avatar

    Sangat bagus,saya suka.

    2d

      0
  • avatar
    rmscarlos

    the best👍

    27/07

      0
  • avatar
    tnsrynAgs

    seru sekali

    28/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata