logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

SERENA (Tamat)

SERENA (Tamat)

Khody Didi


Part 1

Serena, seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun yang bekerja di salah satu perusahaan swasta besar di Jakarta sedang termenung sendiri di lobi kantornya. Dia memang sedang tidak ada pekerjaan saat ini. Wanita berkulit hitam manis itu memegang sebuah ponsel berwarna hitam dengan motif hati berukuran kecil. Rambutnya panjang sepunggung, dan dibiarkan tergerai bebas. Saat ini dia mengenakan kemeja berwarna merah dengan celana jeans panjang juga sepatu sport model running berwarna pink.
Ya kantor ini tak seperti kantor kebanyakan, meskipun kantor yang menyediakan jasa pembuatan iklan atau video klip ini terbilang paling besar di antara pesaingnya. Namun di kantor ini diperkenankan memakai pakaian bebas seperti celana jeans dengan atasan yang juga bebas namun sopan, tak jarang para karyawannya hanya mengenakan kaos tanpa kerah.
Dua orang pria berjalan melewati Serena yang duduk di lobby, Serena tahu mereka berdua bekerja di bagian marketing office. Dengan penampilan yang cukup keren dan modis. Mereka berdua mengenakan anting di telinganya. Anting yang mungkin sama dengan personil band ternama. Salah satu dari pria itu bernama Pras, tubuhnya sangat proporsional terlihat sekali dia merawat dirinya, kulitnya putih bersih hampir pucat dan matanya teduh sehingga membuat orang yang bertatapan dengannya akan merasa nyaman. Dan di sebelahnya bernama Marco, pria yang ini terlihat sangar dengan brewok di sekitar wajahnya dan tubuhnya agak gempal juga tinggi. Seandainya penampilannya berantakan tak serapih sekarang mungkin dia lebih persis seperti preman dibanding pegawai kantoran.
Tiba-tiba ponsel Serena bergetar, ada sebuah pesan masuk ke ponselnya, dengan enggan Serena membalas pesan itu. Pesan dari kekasihnya, Ari. Mereka berpacaran sudah hampir 5 tahun dan Ari belum mau menjalin komitmen dengan Serena entah apa sebabnya? Serena pun rasanya sudah mulai jenuh berpacaran dengan Ari. Ari adalah kakak kelas Serena di kampus, usia mereka hanya terpaut 3 tahun. Dan Ari pula yang mengajak Serena untuk kerja di sini. Karena selepas kuliah, Ari langsung diterima bekerja di perusahaan ini di bagian produksi.
Serena mengendarkan pandangannya ke sekitar, dia melihat ke luar lobby melalui kaca. Di mana terdapat Pras dan Marco, mereka berdua sedang merokok. Sembari menghela napas panjang Serena masuk kembali ke ruangannya. Dan seperti biasa, dengan keramahannya dia bertegur sapa dengan para petugas keamanan kantor. Serena masuk ke sebuah ruangan yang terlihat banyak sekali tumpukan-tumpukan kertas. Dia sendiri bekerja di bagian accounting. Menghitung semua pemasukan dan pengeluaran kantornya.
***
Sepertinya saat ini, Ari sedang melakukan pengambilan gambar di studio satu. Sehingga Serena harus ke tempat itu untuk pamit ke Ari, dia tahu kekasihnya pasti akan pulang larut jadi mereka tak bisa pulang bersama. Serena berdiri mematung menunggu Ari keluar studio karena dia mengirim pesan tadi. Keadaan sangat ramai di tempat itu karena setiap karyawan yang meninggalkan kantor pasti akan melewati studio satu, di mana akses pintu keluar hanya terdapat di samping studio itu.
Tiba-tiba Marco menghampiri Serena dan bersidekap memandang Serena dari atas ke bawah, memperhatikan penampilannya yang biasa-biasa saja.
“Aku perhatiin, eh maksudnya, tadi aku lihat kamu lagi ngeliatin Pras? Kamu naksir sama dia?!!” tuduh Marco, yaa semua orang juga tahu Pras dan Marco sahabat sejak lama.
“What?!” Serena mengerutkan keningnya, tak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Marco
“Enggak perlu pura-pura, aku jelasin satu hal ya sama kamu, mulai sekarang enggak perlu mengharapkan, apalagi memimpikan dia yah. Karena, pertama, dia sudah nikah! You know sudah merrrrrriiieddd, yang kedua kamu tuh jauh banget dari tipe dia, tipe dia itu cewek cantik putih tinggi kayak model, dan satu lagi SEKSI!! Well jangan terlalu berharap kalau enggak mau jatuh, okke!” ujar Marco suaranya yang cukup keras membuat semua karyawan yang lewat sana mau tak mau memusatkan perhatian ke pada mereka berdua.
Sementara Serena hanya menganga, dia sangat bingung, matanya berkedip beberapa kali untuk meraih kesadaran dengan apa yang diucapkan oleh Marco. Ya, dia akui Pras memang keren, keren banget justru dan dia juga terlihat mapan, Serena sempat mengaguminya, tapi dia juga sudah tahu kalau Pras sudah menikah jadi dia hanya menganggap kekagumannya seolah angin lalu saja. Marco tersenyum puas dan meninggalkan Serena yang masih menganga, beruntung lalat tak masuk ke mulutnya saat itu.
“Ada apa sih?” tanya Ari, pria yang tidak terlalu tinggi itu menepuk pundak Serena yang masih membeku. Serena menatapnya dan mengangkat sebelah alisnya. Kemudian dia menggeleng pelan dan menutup mulutnya. Berbeda dengan Marco dan Pras yang cukup tinggi, Ari justru bertubuh tidak terlalu tinggi dengan kulit sawo matang juga penampilan sederhana yang sama sekali tidak mencolok.
“Aku pulang dulu ya.”
“Kamu bawa motor kan?”
“Iya.” Serena pun pergi meninggalkan Ari yang masih menyimpan tanda tanya besar di hatinya, ada hubungan apa antara dia dan Marco? Kenapa mereka tadi terlihat seperti sedang bertengkar? Namun Ari mengabaikan hal itu ya dia memang sangat cuek dan dia masuk kembali ke dalam studio seolah tak pernah terjadi apa pun.
***
Hari ini Serena bangun dengan mata panda yang cukup parah. Dia melihat jam masih pukul enam pagi. Sembari memajukan bibirnya, dia menenteng handuk dan masuk ke toilet. Kejadian kemarin tak ayal membuatnya bermimpi buruk semalaman, ya ini pertama kalinya dia dilabrak oleh orang lain dan itu dilakukan oleh pria bertampang sangar seperti preman. Terlebih dengan masalah yang dia pun tidak mengerti. Apakah memperhatikan orang lain adalah suatu dosa? Sebegitu terganggunya kah Pras dengan pandangannya?
Serena membasuh wajahnya dengan air dingin dan berkaca, sejelek itu kah dia? Sehingga ada orang yang kejam mengatainya di hadapan orang banyak. Serena jadi tak ingin bekerja, namun tak mungkin juga, dia sudah terlalu nyaman dengan pekerjaannya dan dia pun baru satu tahun kerja di sana.
Seusai mandi Serena langsung berjalan ke dapur, terlihat ibunya sedang memasak sarapan, sementara adik perempuannya yang SMA sudah asik duduk di meja makan sambil menggoda masakan ibunya yang harum sekali. Serena duduk dan mengambil sendok dari besi dia mengompres matanya dengan sendok itu, berharap agar lingkaran hitam itu segera hilang.
Sang adik justru sedang memperhatikan kerjaan kakaknya yang sepertinya tak membuahkan hasil itu sambil cengengesan sendiri.
“Kenapa ketawa-ketawa? Enggak ada yang lucu tau!” sentak Serena menoyor adik perempuannya.
“Kakak norak, hari gini masih pake begituan, please deh!” sang adik membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah benda seperti roll on namun dengan ukuran lebih kecil dan menyodorkan ke kakaknya itu.
“Serena-Viana, mamah enggak mau dengar ada keributan yah hari ini!” tukas ibu eraya berkacak pinggang, dia tahu kalau kedua putrinya berkumpul yang ada hanya pertengkaran, dan itu terjadi sejak dulu kala.
“Nih pakeai di sekitar mata, biar mata pandanya hilang, kakak perawatan kek, sudah kerja punya uang, buat apaan sih sama penampilan cuek gitu?” Viana mengambil lauk yang telah tersaji di meja makan, sementara ibu mereka ikut duduk di samping mereka berdua, berusaha menengahi agar tak semakin ribut.
“Weeek biarin!” Serena menjulurkan lidah dan memakai alat itu yang dia sendiri tak tahu namanya apa. Ya Serena memang orang yang cuek dengan penampilan, padahal jika sedikit aja berdandan dia pasti manis sekali. Menurutnya mandi sehari sekali aja sudah merupakan kemewahan tersendiri karena kalau libur tiba dia jarang sekali mandi.
Setelah sarapan, Serena berangkat kerja dengan motor maticnya, sementara Viana naik motornya sendiri, usianya sudah tujuh belas tahun saat ini sehingga dia sudah memiliki SIM dan diperbolehkan mengendarai motor sendiri. Keluarganya merupakan keluarga yang sederhana, Ayah hanya seorang pekerja kantoran biasa sementara ibu tidak bekerja, dia memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga seutuhnya setelah menikah.
Perjalanan ke kantor menempuh waktu satu jam sehingga terkadang Serena berangkat pagi sekali agar bisa datang sebelum jam masuk. Setelah memarkirkan motor kesayangannya, dia langsung bergegas ke ruangannya, ada invoice yang belum selesai dikerjakannya.
“Aaahhh sial banget!” rutuk Serena, emailnya tidak bisa dibuka karena ada trouble di jaringan. Yang membuatnya semakin merasa sial adalah dia harus membuat invoice yang berhubungan dengan bagian marketing dan itu berarti dia harus ke ruangan marketing mengambil sendiri catatan itu, ya dia mau tak mau bertemu Marco dan Pras juga teman-teman perempuannya yang ‘High Quality’ itu. Kenapa sih bagian marketing itu menjunjung tinggi penampilan? Decak Serena dalam hatinya, ya iyalah mana ada client yang mau kalau marketingnya berpenampilan acak-acakan, imbuhnya masih dalam benaknya. Serena mengacak rambutnya frustasi. Dia membaringkan kepalanya di meja dengan kesal.
Seorang wanita yang usianya jauh lebih tua darinya menghampiri dan mencolek bahu Serena.
“Laporan dari marketing sudah selesai? kita harus kasih ke Client hari ini.” Serena mengangkat wajahnya, dan tersenyum hampir menyeringai sambil menggelengkan kepalanya. Sementara wanita yang juga atasan Serena itu menghela napas panjang dan bertolak pinggang, dia tak mau ribut pagi-pagi seperti ini. Bu Theresia adalah atasan Serena, dia memang belum menikah di usianya yang menginjak kepala empat ini jadi ya tabiatnya bisa dibilang agak keras. Meski begitu dia tak segan-segan membela anak buahnya di depan client atau pihak kantor sendiri jika ada masalah.
“Iya bu, saya ke marketing sekarang,, sebentar ya.” Dengan gontai Serena berjalan meninggalkan mejanya
“Hei rapihkan dulu rambut kamu!” ujar Ibu Theresia, melihat rambut Serena yang berantakan, sehingga Serena kembali duduk di kursinya dan menyisir rambutnya, Ibu Theresia sudah berjalan kembali ke ruangannya, dan teman yang lain hanya cekikikan melihat wajah Serena yang semakin cemberut.
Ruang marketing terletak di lantai tiga, itu berarti Serena harus naik lift ke atas. Dia menekan tombol naik lift akan tetapi lampu indikator lift tidak menyala. Sehingga cleaning service di sana harus menghampirinya dan menjelaskan bahwa lift sedang diservice. Jadilah bibir Serena makin maju, dia harus naik tangga ke lantai tiga. Ahh hari ini sungguh sial sekali!
Sampai di lantai tiga Serena menarik napas panjang sekali, dan menghembuskannya sekaligus. Dia hampir saja membuka pintu ruangan itu jika tak mendengar suara tertawa yang keras sekali. Serena penasaran apa yang mereka bicarakan sehingga mereka tertawa terbahak-bahak? Serena pun memutuskan untuk menguping pembicaraan mereka, perasaannya sangat tidak enak.
“Jadi kemaren kamu labrak cewek itu di depan?” ucap seorang wanita yang suaranya agak serak, dan terdengar Marco menyahutinya.
“iya, gila kamu Pras, sudah nikah masih aja banyak yang ngefans dan aku harus matah-matahin hati mereka hahaha!”
“Lho itu kan emang kerjaan kamu!” timpal Pras dengan gaya coolnya dan mereka pun tertawa lagi. Serena memutuskan untuk mengetuk pintu itu padahal seharusnya tak perlu dilakukan, namun dia masih tidak enak kalau tiba-tiba muncul, dia memang ingin balss dendam ke Pras, tapi tidak sekarang, masih ada yang harus dia kerjakan.
Setelah mengetuk pintu dan yakin mereka tak ngobrol lagi Serena masuk ruangan itu dengan tampang yang amat sangat jutek. Dia menghampiri meja admin Marketing dan melewati begitu saja meja Pras, Marco dan wanita yang mengenakan pakaian super minim itu.
“Mbak, laporan keuangan dari PT Adiatama yang kemarin aku minta sudah selesai belum? Soalnya sudah ditagih client.” Serena bicara dengan sangat kaku, ah andai ini bukan kantor rasanya dia ingin melempar Pras dengan apa pun yang ada di sana. perempuan berkaca mata tebal itu menengok Serena sembari membetulkan letak kaca matanya. Dan menyerahkan ke Serena beberapa tumpuk kertas yang dimintanya. Serena membalikkan tubuh dan segera pergi dari tempat itu, dia sempat melirik ke arah Pras yang hanya memandang layar komputernya, sementara Marco justru terang-terangan menatapnya dengan sinis.
“Brakkk!” pintu dibanting oleh Serena dan dia kembali lewat tangga untuk turun ke bawah, menuju ke ruangannya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Mengabaikan ocehan buruk tentangnya yang mungkin dilakukan orang-orang tak berperikemanusiaan itu!
***

Komento sa Aklat (46)

  • avatar
    SintaNeng

    sangat seru

    06/08

      0
  • avatar
    RaAnggra

    lumayan juga

    20/07

      0
  • avatar
    RibetRibot

    senang skali

    09/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata