logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Yunan

Mobil Draga tiba di sebuah pekarangan rumah mungil berpagar rendah yang sangat terlihat asri. Dhandeli menoleh kekanan dan kiri dari jendela mobil, kemudian dia turun dari mobil dan betapa terkejutnya dia saat membalikkan badan seorang pria berkemeja hitam sudah berdiri di hadapannya membuat Draga bergegas turun dari mobil dan menghampiri Dhandeli.
"Siapa kau?"
Draga bertanya pada pria itu.
"Saya yang harusnya bertanya pada anda, siapa anda?"
Pria itu mengembalikan pertanyaan Draga.
"Sudah-sudah, dia ini asisten ku Sam, dan Sam ini Draga yang sudah menolongku lagi."
Sam pun memberikan salam pada Draga dengan wajah kaku.
"Terima kasih untuk yang tempo hari dan hari ini karena sudah membantu nona kami."
Draga hanya mengangguk ringan tanpa ekspresi.
"Ayo kita masuk."
Ajak Dhandeli kepada Draga.
"Tidak, aku harus pulang."
Draga langsung menolak dengan dingin dan langsung membalikkan badan dan masuk ke mobil, meninggalkan Dhandeli dan Sam.
"Sungguh pria yang kasar."
Sam menggerutu.
"Itu memang sudah karakternya, lagipula dia sangat tampan."
Dhandeli masih berdiri di depan pagar bersama Sam sambil menatap Mobil Draga yang ternyata hanya berputar arah ke sebrang dan langsung berhenti di pekarangan rumah yang berada tepat di sebrang rumah Dhandeli.
"Apa! jadi dia tinggal di sebrang kita?"
Sam mengangguk, sedangkan telunjuk Dhandeli terjulur ke arah rumah Draga.
Draga turun dari mobil dan melempar senyum nya ke arah Dhandeli lalu masuk kedalam rumahnya.
"Astaga ternyata kita bertetangga, sungguh kebetulan." Dhandeli pun masuk kedalam rumahnya bersama Sam.
Didalam rumah Dhandeli, Sam melaporkan beberapa hal mengenai ayahnya dan Arthem.
"Jadi Arthem bertemu dengan cinta pertamanya lalu dia memutuskan menginap begitu?"
Dhandeli pun mengerti mengapa Arthem tiba-tiba izin cuti dan sudah pergi dari pagi buta.
"Ya Nona, Arthem sepertinya Masih mencintai wanita itu."
Sam berpendapat seperti itu dan Dhandeli pun setuju dengan Sam.
"Aku sudah mengambil keputusan tepat memberikannya cuti hari ini."
Gumam Dhandeli dengan perasaan lega.
"Dan mengenai Ayah anda, dia berharap Nona mau bertemu kandidat calon suami di Minggu ini."
Dhandeli hanya menghela nafas panjang dan tak berkomentar lagi.
***
Arthem hampir tersedak mendengar kalimat Yara, namun senyum manisnya terukir jelas di wajahnya, perlahan Arthem makin menempel pada Yara dan memeluknya dari belakang.
"Kau Cemburu?"
Arthem berbicara tepat di belakang telinga Yara membuat Yara terkesiap.
"Iya."
Yara memang wanita lugas dan tidak suka berpura-pura, yang terpenting dia wanita yang apa adanya.
"Lalu kenapa kau setuju, ketika aku minta putus?"
Arthem mempererat pelukannya.
"Alasan mu masuk akal, seusia mu memang harus fokus bekerja, aku tak ingin jadi batu sandungan."
Suara Yara melemah dan dia hendak melepaskan pelukan Arthem.
"Tapi setelah kita putus, aku malah sangat kacau dan tidak fokus bekerja."
Arthem mempertahankan pelukannya, menumpukan kepalanya di bahu Yara dan memejamkan mata.
"Sebenarnya aku juga punya alasan sendiri kenapa aku langsung setuju, namun aku sungguh menyesal dengan tindakan bodoh itu, aku juga tidak bisa menatap pria lain selain dirimu."
Yara kembali menangis, kemudian Arthem membalikkan tubuh Yara dan membawanya kedalam pelukan, sambil terus mengecup kening wanita cinta pertamanya itu.
"Ssshh, sudah yah, maafkan sikap ku yang egois, maafkan aku tidak menanyakan pendapatmu, maafkan aku tidak mengerti perasaanmu, aku hanya ingin kau aman, dan itu bisa terjadi hanya jika kau jauh dariku, tapi sekarang apapun yang terjadi aku akan melindungi mu dengan nyawaku."
Arthem mengutarakan tekadnya untuk menjaga Yara.
Yara menengadah menatap kedalam mata Arthem dengan intens, mencari sesuatu yang bisa menghilangkan keraguannya, namun tak dia temukan, yang ada hanya tekad membara seorang pria yang penuh cinta.
"Jadi, apa boleh aku mengartikan bahwa kita kembali bersama lagi?"
Tatapan mata Yara begitu begitu penuh harap dan keraguan namun saat Arthem tersenyum dan mengangguk, Yara langsung mengecup bibir Arthem lembut untuk sesaat. Arthem mengecup kening Yara lalu ke pipi dan berlabuh dibibir Yara dengan jenis ciuman panas yang menuntut.
Setelah suasana romantis cinta lama bersemi kembali mereka lalui, Arthem mengajak Yara makan malam Romantis lalu mengantarnya pulang dan baru setelahnya Arthem kembali ke rumah Dhandeli untuk bertugas.
"Ehem-ehem, Ehem-ehem!"
Dhandeli mengejek Arthem yang sejak masuk kedalam rumah menampilkan senyum yang sungguh membuat orang yang melihatnya tau kalau dia sedang jatuh cinta.
"Apa semuanya lancar?"
Tanya Sam yang tengah duduk bersebrangan dengan Dhandeli.
"Itu sudah tidak usah ditanyakan lagi Sam, dari wajah bodohnya saja sudah terlihat jelas bahwa dia sukses membuat cinta lama bersemi kembali..." Dhandeli tak hentinya menggoda Arth dengan kata-kata dan gerakan isyarat yang membuat Bodyguardnya itu tersipu.
"Kalian memang tukang gosip."
Arthem dengan canggung duduk bersama Dhandeli dan Sam sambil mengambil beberapa camilan di atas meja.
"Oh ya Nona, Sabtu ini kau ada kencan buta ya?"
Arthem mengingatkan Dhandeli tentang jadwal kencan buta yang sudah di atur ayahnya.
"Iya."
Dhandeli menjawab dengan enggan.
"Sam Besok kau atur persiapan hari pertama nona bekerja di PT GE, Nona akan menjadi gadis tomboy selama bekerja, jadi coba kau pastikan lagi apa kebutuhan nya sudah lengkap untuk mendukung kesehariannya selama bekerja." Dengan lantang Arthem memerintahkan Sam untuk mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan Sang Nona, seperti orang yang bukan habis selesai liburan melainkan kerja lembur.
"Baik Art."
Sam menjawab dengan pasti.
"Oh ya Nona satu lagi, mobil mana yang akan Nona gunakan biar aku bantu ambil dari kediaman utama."
Arthem bertanya mengenai kendaraan yang akan digunakan Dhandeli sehari-hari.
"Bukan mobil, tapi motor sport yang biasa aku gunakan dulu, Darker."
Arthem tercengang karena ternyata Dhandeli lebih memilih Motor Sport dibanding mobil.
"Kau yakin?"
Arthem memastikan.
"Of course. Ayah pun setuju, lagi pula lisensi penggunaan motor diatas 250cc ku itu masih ada dan aktif, jadi aman."
Arthem mengangguk mengerti dan kemudian bangkit dari duduknya untuk beristirahat ke kamarnya.
"Baiklah besok aku ambil Darker pagi-pagi sekali, setelah itu aku baru mengantar mu kencan buta, sekarang kita istirahat."
Karena sudah larut malam mereka semua akhirnya masuk kedalam kamar masing-masing untuk beristirahat, sedangkan Arthem masih chatting dengan Yara.
***
Darker adalah motor sport bertenaga 300cc dengan warna hitam legam, motor itu adalah kesayangan Yara, hadiah dari mendiang kakaknya.
Pagi-pagi sekali Arthem sudah membawa Darker ke rumah mungil Dhandeli, Nonanya itu sangat gembira saat melihat motor sport kesayangan nya sudah terparkir di halaman rumahnya.
Arthem menunggu Dhandeli mengganti pakaiannya di ruang tamu. Setelah cukup lama Dhandeli akhirnya keluar dari kamar dengan mengenakan celana jeans panjang dengan kemeja hitam.
"Kau ingin kencan atau ke pemakaman?"
Arthem menggelengkan kepalanya heran dengan tingkah Nona nya itu.
"Ini agar aku ditolak."
Dhandeli memamerkan barisan giginya yang putih dengan konyol.
"Nona kau harus tau berapa usia mu sekarang, usia 27 tahun itu sudah seharusnya menikah."
Arthem menasihati Dhandeli seperti seorang ayah pada anaknya.
"Kau sendiri sudah 30 tahun tapi masih melajang, Sam saja sudah bertunangan."
Arthem menarik nafas dalam-dalam, dia lebih baik tidak berdebat dengan wanita yang satu ini.
Setelah perdebatan yang dimenangkan oleh Dhandeli, Arthem akhirnya mengantar Dhandeli untuk kencan buta di sebuah cafetaria sederhana namun rapi dan bersih.
Disudut ruangan cafetaria, duduk seorang Pria tinggi dengan kulit sawo matang sedang menyesap minuman panasnya.
"Halo, aku Dhandeli, apa betul dengan Yunan?"
Dhandeli berinisiatif menyapa dan berkenalan lebih dulu.
"Ya, aku Yunan, silahkan duduk."
Sikap Yunan sangat dingin bak gunung es yang disekelilingnya turun salju abadi.
"Langsung saja, aku tidak tertarik pada mu, jadi pertemuan hari ini hanya formalitas demi kepentingan keluarga kita."
Baru satu detik bokong Dhandeli menempel di kursi dan Yunan sudah to do point menolaknya. Awalnya agak terkejut namun setelah itu Dhandeli langsung bisa mengendalikan situasi.
"Wah senang bertemu dengan mu, karena kita sependapat."
Arthem yang mengawasi mereka hanya bisa menepuk keningnya frustasi, karena kali ini mereka malah sepakat untuk tidak mau di jodohkan.

Komento sa Aklat (104)

  • avatar
    Wan Wandix

    jahgejgakudna

    8d

      0
  • avatar
    SakinahImratus

    cukup bagus

    20/08

      0
  • avatar
    FarhanLambao

    kisah ini sangat seru

    18/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata