logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Ada Apa dengan Hari ini?

Draga menatap wajah gadis itu dingin, saat mendengar teriakan suaranya yang cukup memekakan telinganya.
"Kau membuat orang salah paham padaku."
Draga kesal, dia menghela nafas dan menghembuskannya perlahan untuk menenangkan emosinya baru kemudian dia membuka botol air mineral dan meneguknya.
"Maafkan aku, lagi pula kakak yang menuduhku hal yang tidak-tidak."
Gadis itu tertunduk malu dan diam seribu bahasa hingga akhirnya Draga menandaskan minumannya dan beranjak dari duduknya.
"Aku akan mengantarmu sampai ke tujuan."
Draga bangkit dari duduknya dan berjalan keluar Minimarket menuju mobilnya, disusul gadis itu yang berjalan dengan perlahan, karna kakinya mulai terasa sakit.
Didalam mobil suasana hening menyelimuti mereka berdua membuat gadis itu merasa canggung.
"Nama ku Dhan, Apa boleh aku tahu nama kakak?"
Dengan senyum manis Dhan memperkenalkan diri dan juga menanyakan nama Draga.
"Apa aku cocok jadi kakak mu? padahal tadi kau bilang usiamu sudah hampir 30 tahun."
Draga tersenyum sinis saat melebihkan angka usia gadis yang mengaku bernama Dhan itu. Dhan melotot ke arah Draga, dia tidak terima usianya ditambah menjadi 30 tahun.
"Aku sudah sopan terhadap mu karena kau sudah menolongku, tapi asal kau tahu masalah usia itu sangat sensitif." Dengan nada ketus Dhan berucap lalu mengalihkan pandangan.
Draga masih fokus menyetir dan tidak menghiraukan Dhan, sampai mereka tiba di lobby hotel.
"Namaku Draga, semoga kita tidak bertemu lagi, karena aku khawatir entah apa lagi yang akan kau tumpahkan kepada ku."
Setelah mengucapkan kata-kata yang mengesalkan itu Draga menginjak gasnya dan pergi meninggalkan Dhan yang berdiri kaku di lobby hotel.
"Dasar Pria aneh."
Dhandeli pun masuk kedalam hotel dengan masih mengenakan jaket dan kacamata hitam.
"Nona."
Seorang Pria tampan dan gagah menghampirinya dan mengikuti Dhandeli ke kamar hotel.
"Aku sudah bilang tidak akan kabur jauh dan meninggalkan kota ini, kenapa kalian masih saja membuat ku tidak nyaman? membuat orang emosi saja." Dhan menjawab sapaan pria tampan itu sambil lalu.
Pria tampan dan gagah itu adalah Arthem, pengawal Dhandeli sekaligus menjadi tangan kanannya sehari-hari.
"Tapi orang-orang yang mengejar mu hari ini bukan anak buah ku."
Wajah Arthem begitu serius menatap Dhandeli.
"Apa? jadi orang-orang yang tadi mengejar ku benar-benar ingin mencelakai ku? Wah aku bisa gila."
Dhandeli duduk di sofa sambil menyandarkan tubuhnya.
"Nona kau terluka?" Arthem memperhatikan dari atas sampai bawah kondisi tubuh Dhandeli, lalu Arthem melihat kaki Dhandeli yang dipenuhi plester luka.
"Arthem, kita tidak berada di rumah, jadi tolong jangan terlalu formal, aku juga teman mu kan? atau kau mau aku panggil kak.." Dhandeli mengalihkan perhatian Arth.
"Baiklah, as you wish... lalu jaket dan topi itu milik siapa?" Kembali Arthem mencoba menginterogasi Dhandeli.
Dhandeli tersenyum dan menyesap cokelat hangatnya sebelum menjawab pertanyaan Arthem.
"Punya seorang pria dingin dan menyebalkan namun baik hati." Jawaban santai itu membuat Arth mengerutkan dahinya.
Arthem menggelengkan kepalanya bingung dan tak bisa mendeskripsikan orang yang Nonanya itu maksud.
"Oh ya Art, apa ayah sudah mengirimkan email balasan tentang permintaan ku bekerja di perusahaan Engineering itu? karena aku sudah ada panggilan wawancara dan aku diterima." Karena seolah baru teringat Dhan sedikit terperanjat saat menanyakan balasan sang ayah mengenai rencananya untuk hidup mandiri di dunia luar.
"Emm, sepertinya sudah..."
Arthem sedikit berakting seolah-olah sedang ragu dan berfikir, membuat suasana jadi tegang dan Dhandeli dibuatnya sangat penasaran.
"Ayolah, jangan mempermainkan ku, aku sangat ingin hidup mandiri, dan ingin tahu rasanya bekerja dan juga tanpa ada orang tau status ku."
"Ayah mu setuju, dia tidak melarang mu hanya saja aku harus terus mengawasi mu agar kejadian hari ini tak terulang." Akhirnya Arthem memberikan jawaban dengan penuh senyuman, karena seperti yang dia prediksi, reaksi yang diberikan Dhandeli pasti kekanakan
"Yeay!!! ini bagus! dari pada didalam sangkar."
Dhandeli melompat lompat diatas kasurnya seperti anak kecil.
"Lalu Minggu depan kau akan berpenampilan seperti apa? jika kau berpenampilan begini sekali lihat orang sudah tau kau anak konglomerat se-Asia."
"Aku akan bergaya tomboy, bagaimana menurut mu Art?" Dhan menjawab dengan penuh keyakinan.
"Bagus juga, agar tidak mudah ditindas."
Arthem setuju dengan rencana Dhandeli dan mendukung sepenuhnya.
"Jadi mari kita rayakan di terimanya aku bekerja di perusahaan baru dan atas setujunya ayahku untuk membiarkan aku hidup mandiri."
Dhandeli dan Arthem pun merayakannya dengan membeli banyak makanan dan minuman.
***
Draga tiba dirumahnya, memarkirkan mobilnya di halaman rumah dan masuk dengan tergesa-gesa. Saat membuka pintu rumah pertama kali yang dia tuju adalah kamar mandi, dengan tidak sabar dia membuka kemeja dan semua pakaiannya kemudian membersihkan diri dibawah shower .
Draga mandi cukup lama, setelah mandi dia membungkus pakaiannya dan membuangnya ke tong sampah depan rumah. Draga merasa tak perlu repot-repot untuk melaundry pakaian mahalnya yang sudah terkena tumpahan kopi di cafe itu.
Saat semua sudah selesai Draga merebahkan tubuhnya di ranjang, padahal waktu baru menunjukkan pukul 8.35 tapi entah kenapa dia merasa sangat lelah. Saat hendak memejamkan mata tiba-tiba bel rumah berbunyi membuatnya menghela nafas panjang beranjak dari ranjangnya menuju pintu rumahnya.
"Ada apa?"
Draga bertanya dengan nada yang malas sambil menatap tamu yang sudah mengganggu waktu istirahat berharganya.
"Ada masalah."
Wanita itu menjawab santai sambil menerobos masuk kedalam rumah Draga.
"Yara, jika kau masih tidak bisa move on dari mantan mu itu, sebaiknya kau cari yang lain."
Gadis itu adalah Yara Sein kakak sepupunya yang masih belum bisa melepaskan kekasihnya yang memilih pekerjaannya dibandingkan dia.
"Kau tahu, aku hendak melakukan banyak hal dengan beberapa pria dewasa untuk melampiaskan amarahku tapi aku tidak bisa."
"Apa maksudmu?"
Draga mengambilkan air mineral untuk Yara dan duduk di kursi tunggal sambil memandang miris kakak sepupunya itu.
"Kau tahu aku masih perawan sampai saat ini, aku sulit bergaul bebas dengan pria-pria tampan di luar sana."
Seketika Draga menyemburkan air mineral yang baru saja masuk ke tenggorokan nya.
"Ada apa dengan hari ini? kenapa para wanita menyatakan keperawanan pada ku? apa aku ini seperti orang mesum?"
Yara bangun dari sikap malasnya dan menatap Draga serius.
"Apa?! apa aku tidak salah dengar? ada wanita yang mendekati mu? Wah sebaiknya kau tampar aku." Yara tidak percaya dengan apa yang dikatakan Draga namun masih memasang wajah menelisik.
"Aku tidak sengaja menolongnya, jangan berfikir macam-macam."
Draga menjelaskan dengan datar sambil mengalihkan pandangannya.
"Sudah ku duga, kau tidak normal." Yara seolah sudah mengetahui akhir ceritanya dan kembali bersikap biasa
"Apa? Aku normal." Draga merasa tidak nyaman karena dicurigai.
"Buktinya kau sama sekali tidak pernah berkencan, atau jangan-jangan kau... astaga aku harus menyimpan kekasih ku jika tidak ingin direbut oleh mu." Yara memasang ekspresi syok yang dibuat-buat untuk mengejek Draga dan menuduhnya memiliki penyimpangan seksual secara tersirat.
"Apa kau bilang?! kau pikir aku homo? kau gila!"
Yara hanya tertawa terbahak-bahak menanggapi kemarahan Draga dan hal itu membuat Draga jengah hingga kemudian dia memilih beranjak pergi meninggalkan Yara.
"Aku lelah, aku akan tidur, seperti biasa bersihkan kembali kamarnya kalau kau pulang besok, dan jangan lupa bilang pada Bibi Sein, aku tidak mau dia menceramahi ku." Draga hanya menoleh sedikit ke arah Yara yang menanggapinya dengan malas.
"Siap adikku yang manis...." senyum manis pun terpampang terpaksa ke arah adik sepupunya itu.
Yara sebenarnya sangat dingin dan acuh terhadap semua orang terutama orang asing, orang yang tidak mengenal dekat dia akan mengira Yara adalah wanita sombong dan angkuh, namun dengan orang terdekatnya dia sangat humoris dan ceria, tidak seperti Draga, terhadap siapa pun dia tetap dingin dan menjaga jarak.
Di dalam kamar yang selalu dia tempati jika berkunjung di rumah Draga terdapat foto pria pujaan hatinya yang selama ini dia simpan di laci meja kamar itu.
Saat sedang dalam masalah Yara selalu pulang ketempat Draga hanya untuk menginap dan memandangi foto yang dia sembunyikan di laci kamar.
"Aku sangat merindukan mu dan juga membenci mu." Gumam Yara pilu.

Komento sa Aklat (104)

  • avatar
    Wan Wandix

    jahgejgakudna

    8d

      0
  • avatar
    SakinahImratus

    cukup bagus

    20/08

      0
  • avatar
    FarhanLambao

    kisah ini sangat seru

    18/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata