logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Malam Pertama

Malam pertama kami, seusai acara ramah tamah dan pesta. Exel membawaku ke kediaman peribadinya. Sebuah villa yang menjulang megah di atas tanah seluas ratusan hektar. Pemandangan hijau dan tatanan taman semua sudut yang menambah kesan mewah pada Villa itu. Aku teringat kalimat yang diucapkan Exel kepada kedua keluarga kami, saat ia meminta izin untuk membawaku kemari, “Mommy, Daddy, Aunt, izinkan aku dan Liana tinggal di Villa kecilku. Agar kami memiliki banyak ruang untuk kebersamaan kami.”
Apakah aku tidak salah mendengar? ‘Villa kecil’ aku bahkan sekarang bingung sudah berapa jumlah kamar dan ruangan luas yang sudah kulewati. “Dimana ruang tidur kami?” tanyaku dalam hati. Karena sejak tadi lelaki ini membawaku berjalan berbelok-belok dari sudut ke sudut ruang istananya.
Sebuah pintu bak gerbang kerajaan terbuka. Tinggi, menjulang. Ukuran tubuhku mungkin hanya beberapa senti saja. Aku terpana melihat desain interiornya yang memanjakan mataku, “Whoa, indahnya.” Suaraku yang akhirnya tertangkap oleh pendengaran Exel.
“Apa kau menyukainya? Inilah kamar utama kita.” Ia menjelaskan sembari menutup kembali pintu kamar dan menguncinya. Dan kini ia sudah berdiri di belakangku mengalungkan tangannya di pinggangku, “Mulai malam ini dan seterusnya, kamar ini akan menjadi rumahmu, Liana.”
Aku membatu, bukan karena kalimatnya, tapi tangannya yang sudah mulai mengunci tubuhku, dan mulutnya yang mulai menggigit leherku. Kupikir dia hanya ingin mencumbuku, tapi terasa bukan sebuah sentuhan biasa, lebih tepatnya ‘menyakiti’ semakin aku menjerit semakin ia menjadi liar.
“Agh!” erangku ketika tubuhku terhempas kasar di atas ranjang, “Exel, ada apa denganmu? Bisakah kau lebih lembut kepadaku? Aku ini masih murni, aku ….” Laki-laki itu menghunus pengikat pinggangnya dan kini menyobek gaunku dengan tali kulit itu.
Tak ada yang bisa kulakukan selain menjerit kesakitan. Ia kini mulai menggauliku bahkan dengan cara yang tidak beretika. Persis seperti hewan buas yang sudah lepas kendali. Tanpa henti dan tanpa jeda. Rasa sakit pada sekujur tubuhku sudah tak bisa kutahan lagi. Dunia sudah terlihat gelap dalam jarak pandangku.
“Ouh … sakit … sakit sekali,” lirihku ketika mataku terbuka. Sungguh, aku serasa mengalami sebuah penganiayaan. Bilas merah di sudut bibirku, dan nyeri di punggung juga beberapa sendiku. Mataku mengedar, menemukan tubuh polosku tanpa selimut. Lalu memindahkan pandangannku ke samping. Ada Exel yang terlelap. “Jangan sekali-kali berpikir untuk menutupi tubuhmu.” Suaranya yang menakutiku. Kaki dan tanganku seakan terikat kuat. Aku membiarkan kulit tubuhku menyambut dingin kamar. Karena jika aku melawan kehendaknya, sudah pasti dia akan lebih biadab lagi ‘ternyata inilah yang dimaksudkan para wanita itu’ pikirku.
“Kenapa kau melakukan ini kepadaku, Exel? Tidak bisakah kita melakukannya lebih baik? Aku ini manusia, bukan binatang.” Aku mencoba memberinya pencerahan, berharap mendapat simpati atau hanya sekedar belas kasihan. Tapi tampaknya tidak mungkin, karena lelaki itu kini terbangun dengan seringai sinis di bibirnya.
“Kau bilang kau manusia? Liana, apa kau tahu kenapa Rhiana menolak menikah denganku? Karena dia tidak tahan dengan penyiksaan yang kulakukan. Kau tahu, suara jeritan wanita itu, membuatku bergairah. Dan semakin aku menyakiti mereka, gairahku semakin besar dan kuat.”
Persendianku seketika menggigil. Bukan karena hawa dingin yang menyapa lapisan kulitku, tetapi kalimat lelaki itu yang sangat mengerikan dan lihatlah, dia memandangku seperti tatapan penuh birahi. Namun birahi yang membunuh. Aku menyurutkan tubuhku, mencoba menjauhinya. Kutekuk kedua kakiku, berusaha menutupi tubuh polosku.
“Tapi Exel, kumohon, malam ini cukuplah sudah. Aku … aku benar-benar kesakitan.” Aku memelas pada lelaki itu. Untungnya ia menerima permintaanku. Setidaknya aku selamat dari penyiksaan yang sangat menyakikan ini.
Exel meninggalkanku di kamar. Entah kemana dia pergi. Tapi ketidak hadirannya di ruangan itu seperti kebebasan hakiki bagiku. Setidaknya aku bisa membenahi diriku yang kacau dan mengobati beberapa luka lebam di tubuhku. Berendam dalam bathtub setidaknya memberiku rasa nyaman berada di kandang singa liar itu. Suara keran Shower, membuatku tidak bisa mendengar suara dari luar pintu. Aku pun kini sering mengunci pintu, takut-takut jika Exel tiba-tiba masuk dan menggauliku.
“Kakak, ternyata selama ini kau tersiksa? Kupikir kau bahagia dengannya, saat aku mendengar kau berpacaran dengan Exel. Anendra, ternyata kau benar, meskipun kau seorang wanita penghibur, tapi kau juga ingin digauli dengan cara yang baik. Maafkan aku Ane, aku tidak mendengarkan saranmu. Mommy, apakah aku harus jujur atau berdusta di hadapanmu sekarang?” aku memejamkan mataku. Aku mencerna dan membuka lembaran ingatanku ketika sebelum aku dan si brengsek itu melenggang ke pelaminan beberapa waktu lalu.
“Hhhuffhh, aku lelah.” Keluhku menghempaskan napas kasarku. Aku keluar dengan jubah mandiku. Terasa segar dan bersih. Sebuah pemandangan aneh di hadapan menyambutku. Beberapa menu yang sudah tersaji di sudut meja kamar tidurku. Seorang lelaki tua berbadan gemuk berdiri dan membungkuk memberi hormat kepadaku, “Nyonya, makanan anda sudah siap.” Katanya.
“Siapa anda? Bolehkah aku tahu?” tanyaku mencoba bersosialisasi. Lelaki tua itu tidak menjawabiku, namun suara Exel yang datang dari arah pintu mengenakan jubah tidurnya, menjawabiku dengan begitu santai, “Dia adalah Demmed, kepala pelayan di sini. Demmed, apakah kucing-kucing betinaku sudah kau beri makan?” tanyanya berebehan dengan menekuk sebelah kakinya dan menjadikan tangannya menopang tubuh tekuknya.
“Sudah, Tuan. Nona Salsa, Nona Kneith, sudah ingin pergi, Tuan.” Lapornya dengan suara yang direndahkan. Aku terkejut lagi mendengar sederetan nama wanita yang disebut dengan ‘kucing betina’. Astaga, apa sebenarnya yang dialami lelaki ini? Apakah benar dia Exel yang kukenal dulu. Teman masa kecilku?
“Buang mereka, jauh ke hutan. Biarkan mereka dimakan binatang buas di sana.” Titahnya kepada lelaki tua itu. Demmed berjalan keluar. Ia pun terdengar sedang mengunci pintu kamarku dari luar. “Makanlah, setelah itu layani aku.”Suara Exel yang menginterupsiku. Aku masih belum beranjak dari tempatku semula. Aku termangu mengetahui kenyataan yang menyedihkan ini. “Apa kau tidak mau aku siksa lagi!?” suara keras Exel yang lagi-lagi membentakku.
Perlahan aku beringust ke tempat makan, mataku melirik sinis kepada lelaki iblis itu. Aku mulai duduk dan menyentuh sedikit demi sedikit makananku. Barulah satu suap itu masuk ke dalam mulutku, aku terperanjat merasakan tubuhku dihempaskan dengan kasar ke sofa tempatku makan.
Tuhan, aku bahkan belum sempat menelannya. “Exel, jangan!” teriakku pada Exel yang mulai menggauliku. Lelaki itu terus menggauliku, tanpa ampun tanpa belas kasihan, masih dengan cara yang sama, menyakitiku sejadi-jadinya. Karena erangan kesakitanku ternyata adalah sebuah sensasi kepuasan sendiri bagi kebutuhan biologisnya. ‘dia tidak normal’ pikirku selama menahan rasa perih yang sudah tak terkira. Tuhan, aku benar-benar akan mati di tangan lelaki ini, di tangan teman masa kecilku. Batinku di antara deraian air mata yang mengantar jerit kesakitanku. Exel apalah pedulinya, kenikmatan yang diinginkannya-lah yang utama. “Suaramu memang seksi, Liana. Dibandingkan dengan Rhiana, kau jauh lebih menggoda.” Pendapatnya.
Selama berhari-hari aku mengalami hal itu. Aku bahkan tidak tahu bagaimana suasana Villa itu saat malam dan siang hari. Karena langitku sekarang adalah langit-langit kamar tidurku.

Komento sa Aklat (389)

  • avatar
    Nadiraumairaa

    ceritanya bagus banget thor😍😍 di lanjut dong season 2 nya, beneran ga sabar nih nunggu nyaaa

    22/06/2022

      1
  • avatar
    rahmandaniMeta

    kisahnya bagus bermanfaat.bagus di baca buat kakain buruan bacaaa sekranggggg

    25/01/2022

      0
  • avatar
    AndreanoFarhan

    200

    23/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata