logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Episode 8

"Seorang dari rumah sakit habis telepon aku, dia bilang dokter datang terlambat sekitar satu jam." ujar Romeo pada Elsa.
Elsa yang masih linglung dengan apa yang baru saja terjadi berusaha mencerna perkataan Romeo. Ia berusaha tersenyum untuk menandakan bahwa ia tidak bermasalah dengan keterlambatan sang dokter.
Romeo merasa prihatin. Ia memeluk Elsa lagi. "Kamu pasti merasa tidak nyaman dengan kejadian barusan, ya?" tanya Romeo.
Romeo tidak tahu harus bagaimana menggambarkan perasaan Elsa. Di dalam hatinya yang berkecamuk, ia juga memikirkan orang lain.
Apakah ini disebut perselingkuhan?
Batin Romeo tentu menolak. Ini hanya sebuah bayangan yang datang tiba-tiba lebih sebentar daripada iklan di televisi.
Tetapi, walaupun hanya sebentar, bayangan itu datang berulang kali bukan?
Romeo melepas pelukannya. Ia mengelus pundak Elsa. Elsa hanya mampu membalas dengan senyuman.
Ia teringat bahwa ia akan segera dimutasi. "Elsa, sebenarnya aku belum ingin mengatakan hal ini. Tapi, mungkin ini jalan yang terbaik buat kita."
Elsa hanya menatap Romeo, tertegun.
"Aku naik jabatan." ungkap Romeo singkat.
Elsa memeluk Romeo kembali. "Selamat sayang!"
"Tapi ini masih belum pasti. Karena, jika aku naik jabatan, itu artinya harus mutasi. Kamu paham kan?" ujar Romeo menjelaskan.
"Ya, aku paham. Ada masalah apa?"
"Aku belum pasti dimutasi ke kota mana. Itu artinya aku belum pasti naik jabatan." Romeo kemudian meneruskan, "aku sebenarnya belum bisa mengabarkan ini padamu. Tapi melihat apa yang terjadi tadi membuatku harus menenangkanmu. Jika aku naik jabatan, berarti kita bisa pindah dari sini, dan rentenir itu tidak bisa menemukan kita."
Elsa hanya tersenyum, lagi. Ia masih belum sanggup berkata lebih.
"Kamu dan Eliasih sudah banyak menderita karena rentenir. Tapi sepertinya, Eli tidak memilih seperti apa yang kamu pilih. Kamu bahkan nggak mau pakai kartu kredit karena takut hal itu terjadi lagi. Kita berhak bahagia, Sa."
Elsa hanya mengangguk, dan tersenyum.
"Maafkan aku, apakah mungkin kita bisa memutus hubungan dengan keluargamu?"
Air mata Elsa jatuh perlahan. Ia paham apa yang dia hadapi. Tapi meninggalkan Eli? Apakah itu mungkin?
"Kita pikirin dulu aja sambil jalan, gimana? Kamu mungkin masih shock. Ini pasti berat buatmu, Sa. Aku bisa mengerti."
Romeo beranjak meninggalkan Elsa yang masih duduk di sofa untuk berganti pakaian. Elsa masih termenung. Pikirannya kosong, seakan-akan ia tak mampu memikirkan apa-apa sekarang.
Pikirannya kembali ke beberapa tahun silam. Ketika ia dan Eli baru saja pulang sekolah, mereka menemukan barang-barang di rumahnya berada di depan dalam keadaan rusak. Mereka masuk ke dalam rumah kemudian mendapati ibunya sedang menangis tersedu-sedu.
Belum selesai peristiwa itu membayangi Elsa, Romeo datang dan menggandeng tangan Elsa. "Ayo berangkat!"
Elsa berdiri, menggenggam tangan Romeo erat. Kali ini ia tidak sendirian untuk menghadapi apa yang selama ini ia takutkan. Bayangan masa lalu yang tadi datang dengan cepat ia hentikan untuk berputar di kepalanya.
"Romeo, aku mencintaimu, sungguh. Terima kasih telah kembali, kau adalah anugerah dalam hidupku. Terima kasih telah menjadi suamiku." ujar Elsa dalam benaknya.
Elsa memeluk Romeo dari belakang, kemudian mengatakan apa yang ia ingin katakan.
"Aku mencintaimu, Rom. Kau adalah cinta pertamaku. Aku bersyukur kau ada di sini."
Romeo berbalik, mencium kening istrinya. "Makasih juga, istriku. Kau harus kuat ya. Kita hadapi sama-sama."
Romeo dan Elsa masuk ke mobil.
Perjalanan menuju rumah sakit terasa begitu lama. Elsa membayangkan dirinya benar-benar mengandung. Ia tidak menyangka akan ada nyawa dalam perutnya. Berulangkali ia mengelus perutnya. Seakan-akan ia ingin menyampaikan pada jabang bayi yang belum dipastikan keberadaannya itu bahwa ia akan bertemu dengannya segera.
Romeo yang sesekali menoleh ke istrinya tersenyum. Ia merasa senang melihat istrinya mulai tenang. Ia menarik nafas dalam, kali ini ia sendiri perlu ditenangkan.
Ia mengumpulkan ingatan kembali tentang rencananya untuk mutasi.
---
"Kemungkinan sih kamu ke Surabaya, Rom." kata seseorang kepada Romeo di dalam sebuah ruangan yang lebih luas daripada ruangannya.
"Kok masih mungkin, Bu? Apa ada kemungkinan yang lain?" tanyanya keheranan.
"Saya masih butuh konfirmasi lagi. Tunggu dua minggu sampai sebulan lagi ya."
"Tapi saya pasti naik jabatan, kan bu?"
Wanita yang Romeo ajak bicara itu hanya nyengir. "Iya, Rom. Kamu nggak perlu khawatir. Tunggu kepastian ke mana kamu dimutasi.
"Ke Surabaya aja juga nggak apa-apa, bu."
"Kamu beneran mau ke Surabaya? Bukannya kamu sempat bilang waktu makan malam tim kalau kamu nggak mau ke Surabaya?"
Romeo kaget. Apa benar ia berkata seperti itu? Tapi Romeo sendiri sadar bahwa ada yang harus dihindari di Surabaya.
"Jadi gimana?" tanya wanita itu,"kalau kamu beneran mau di Surabaya, prosesnya mungkin hanya seminggu. Soalnya yang beneran butuh posisimu cuma Surabaya."
Romeo menarik lagi ucapannya. Wanita itu mengerti. "Kabari saya jika kamu berubah pikiran."
---
Mobil berwarna hitam milik Romeo telah sampai di rumah sakit tujuan. Ia memarkir mobilnya dengan hati-hati, entah mengapa ia merasa bahwa Rumah Sakit ini lebih ramai daripada biasanya.
"Kayaknya lebih rame nggak sih, yang?" kata Elsa sembari memerhatikan sekitar.
"Iya, aku juga merasa seperti itu."
Mereka masuk dan segera mengisi administrasi untuk pemeriksaan. Sesuai perkiraan, kini giliran Elsa untuk memeriksakan kandungannya.
Debar hati Elsa semakin membuncah. Ia takut kali ini ia gagal lagi. Tetapi, ia sudah menginginkan buah hati sedari lama. Elsa dan Romeo menjawab singkat pertanyaan dari dokter.
"Baik, kita USG dulu ya." ujar Dokter.
Elsa berbaring namun tidak bisa sedikit santai. Ketakutan akan gagal masih menyelimutinya. Romeo memegang tangannya, menandakan bahwa ia tidak sendirian.
Alis dokter tiba-tiba mengernyit, seakan-akan ada hal yang serius di dalam perut Elsa.
"Ada apa dok? Ada yang salah?" tanya Romeo sigap mewakili pertanyaan Elsa pula.
"Sebentar."
Alat itu masih menjelajah permukaan perut Elsa yang masih ramping.
"Baik." Sang dokter berhenti sejenak, "anda positif hamil, bu. Selamat ya."
Elsa yang sedari tadi sudah menangis sedih, air matanya kini tumpah karena bahagia. Tangan Romeo memegang erat tangan Elsa.
"Tetapi, kandungan ibu cukup lemah. Lebih baik lagi jika ibu menjaga ketat tingkat stres dan asupan makanannya."
Mereka berdua mengangguk bahagia. Tiga tahun menanti akhirnya mereka mendapatkan akhirnya. Romeo senang sekaligus bimbang. Perasaannya mungkin sempat beralih, namun kali ini ia paksa untuk fokus pada Elsa.
Elsa yang merasa sangat bahagia tidak menyadari bahwa suaminya sedang bingung.
Apakah ia harus mutasi ke luar kota? Jika mutasi ini terjadi, maka Elsa pasti akan capek dan hal ini juga berisiko terhadap kandungannya.
Tapi jika ia tidak segera memutuskan, ia takut rentenir itu akan datang mengganggu Elsa. Melihat bagaimana respon Elsa ketika mereka datang membuat Romeo harus berpikir cepat.
"Sayang, kita segera pindah aja ya." kata Elsa tiba-tiba.
"Loh, kenapa tiba-tiba ngomong gitu? Mutasiku masih belum jelas. Sabar ya."
"Kalau bisa segera, ya. Aku nggak sanggup kalau tiba-tiba mereka datang lagi."
"Kalau ke Surabaya nggak apa-apa? Atasanku bilang kalau di Surabaya memang lagi butuh orang. Mungkin prosesnya lebih cepat."
"Ya, nggak apa-apa. Kamu nggak apa-apa balik ke surabaya? Nggak bosen?"
"Ngapain bosen? Kalau kamu setuju, aku akan telepon atasanku malam ini."
"Ke mana pun nggak apa-apa. Asal jauh dari sini. Kita mulai hidup baru. Bertiga."
Romeo kini merasa tenang. Tetapi, tiba-tiba sebuah pertanyaan datang menghampirinya. Apakah ia akan bertemu lagi dengan Sandra?

Komento sa Aklat (98)

  • avatar
    Qilaaja Qilaaja

    wahh ini sngt bagus🤩

    18/08

      0
  • avatar
    Ryo Azali

    500

    21/07

      0
  • avatar
    Ame

    seru banget bacanya🥰

    16/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata