logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Episode 12

Bagi Elsa, sekarang dia adalah wanita paling bahagia di dunia. mungkin memang belum lama ia menanti kehamilannya, tidak sampai lima tahun. Sebagian pasangan bahkan menanti kehamilan hingga belasan tahun. Elsa tahu, tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain. Tetapi menanti selama beberapa tahun dengan hitungan jari saja sudah membuatnya tersiksa.
Ia mungkin belum menyadarinya, bahwa ia tersiksa karena tidak mampu menuruti standar sosial yang ada di sekitarnya. Mungkin ia sanggup menghadapi pertanyaan teman-temannya “Kok belum hamil, Sa?” atau hanya sekadar cerita yang dia dengar seperti “Dia baru nikah sebulan udah hamil! Cepet ya?”
Elsa yang memiliki teman cukup banyak membuatnya waswas ketika sedang bertemu dengan mereka. dalam Ia sering bertanya pada diri sendiri. “Apakah aku mandul?” tidak hanya itu, pertanyaan menyedihkan seperti “Mengapa ini terjadi padaku bukan dia?” terus menghantui selama pernikahannya dengan Romeo yang masih berusia biji jagung.
Jika pertanyaan hanya itu, mungkin terlihat masalah kecil saja. sayangnya, pertanyaan dalam pikirannya berkembang menjadi prasangka yang buruk. Ia sering berpikir bahwa menikah dengan Romeo adalah alasan kenapa ia tidak kunjung mendapat kehamilan.
Elsa merasa hidupnya telah menderita selama ini, harusnya ia sudah menuai buah kesabarannya sekarang. Ia merasa menikah dengan Romeo adalah jalan pintas menuju kebahagiaan yang selama ini ia mimpikan.
“Harusnya, aku sudah tidak menderita lagi,” ucapnya dalam hati yang tak pernah ia ungkapkan. Elsa belum sepenuhnya menangkap bahwa dirinya menderita karena memikirkan penilaian orang lain.
Penderitaan yang ia rasakan membuat penderitaan yang lain untuk orang di sekitarnya. Ia sering bersikap kasar pada Romeo. Secara tidak langsung, Elsa menyalahkan Romeo. Setiap Elsa sedang marah, kata kasar tidaklah cukup menenangkannya. Kekerasan fisik juga beberapa kali didapat oleh Romeo. Walaupun mendapatkan sikap yang tidak menyenangkan dari istrinya, Romeo tetap bertahan. Romeo merasa bahwa Elsa mungkin sedang cemas karena tidak segera hamil.
Romeo memiliki cara sendiri untuk menenangkan diri ketika ia juga merasa tidak nyaman dengan istrinya. Ia tahu ke mana pikirannya harus berlabuh ketika hatinya sedang gundah. Namun, Romeo sendiri merasa apa yang ia lakukan tidaklah tepat. “Membayangkannya saja, aku sudah bahagia.” Ungkap Romeo ketika ia harus menahan diri dengan sikap Elsa.
“Sayaang! Aku hari ini masaak!” suara Elsa terdengar dari kamar dan membangunkan Romeo yang masih mengantuk. Mendengar suara yang baru saja ia dengar, Romeo merasa lega.
“Akhirnya..” gumam Romeo. Ia segera menyusul istrinya yang sedang memasak di dapur. Ia mengamati setiap gerakan yang Elsa lakukan. Ia merasa senang dengan sikap Elsa yang mulai berubah. “Tetapi seharusnya, tanpa kehamilan pun, sikapnya tetap seperti ini.” kata Romeo dalam hati.
“Eh, sayang? Udah bangun?” Elsa menyadari keberadaan Romeo yang menatapnya.
Romeo tersenyum, memeluk istrinya. Pagi ini ia merasa sangat bahagia melihat senyum Elsa yang merekah.
“Aku lagi masak sup ikan. Katanya bagus ya buat otak janin?” ujar Elsa sambil mengaduk sup yang berada di atas kompor.
“Itu juga bagus buat aku.” Kata Romeo, tersenyum. Sikap Elsa yang melegakan pagi ini membuat Romeo memberanikan diri untuk memulai pembicaraan terkait mutasinya. Baginya, ini adalah kesempatan agar paginya selalu cerah seperti ini.
“Elsa, aku mau ngomong sama kamu tentang mutasi kerjaku.” Ungkap Romeo menunggu Respon Elsa yang masih menyiapkan makanannya.
“Iya, aku siap membicarakannya. Bagaimana jadinya?” Elsa membalikkan badan kemudian duduk di kursi sebelah Romeo.
“Sebenarnya ada dua pilihan, sayang. Pertama ke Surabaya, kalau aku setuju dengan mutasi ke sini, ini tidak membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikannya. Dua minggu lagi kita bisa pindah. Tapi kalau tidak mau ke sana, aku harus menunggu waktu berbulan-bulan untuk mendapat kota yang memang membutuhkanku. Jelas Romeo pada Elsa.
“Masalahnya apa? Aku pikir aku nggak bermasalah dengan Surabaya. Itu kan kota kelahiran kita. Kamu pun sekolah di sana sampai kuliah. Apakah ada masalah?”
Tiba-tiba Romeo merasa bingung. Mengapa dia merasa berat untuk pindah ke Surabaya. Kemudian ia mengingat tentang seseorang.
“Sayang? Aku nggak apa-apa kita ke Surabaya. “
“Bukankah itu dekat dengan keluargamu?” tanya Romeo, ia pun juga sedang meyakinkan dirinya.
“Nggak, mereka sudah pindah ke desa. Seingatku pun, Eliasih juga pindah ke Jawa Barat. Jauh dari dia lebih baik.” Elsa menundukkan pandangannya, menyembunyikan perasaan yang tidak nyaman.
“Baiklah. Aku akan langsung telepon dua orang pagi ini. Pertama atasanku kedua pemilik kontrakan.”
“pemilik kontarakan?” wajah Elsa terlihat bingung.
“Aku sudah mendapat rekomendasi kontrakan rumah di sana dari atasanku. Rumah ini cukup untuk kita bertiga nanti. Aku harap kita bisa memulai hidup baru dengan nyaman.” Kata Romeo.
“Wow, secepat itu?”
“Iya! Atasanku memang bilang kalau di Surabaya lagi butuh cepat. Jadi dia menawarkan beberapa rumah yang pernah disewa karyawan lain ketika mutasi ke Surabaya.”
“Ada fotonya nggak?”
“Ada, ini.” Romeo segera menunjukkan gambar rumah yang akan ia sewa bersama Elsa ketika pindah nanti. Senyum Elsa yang muncul ketika melihat gambar-gambar itu melegakan hati Romeo.
“Atau kita cari yang lain?” tawar Romeo.
Elsa menggeleng. “Nggak perlu. Rumah kayak gini udah cukup buat kita sementara.” Senyum Elsa yang terus tersungging di bibirnya membuat Romeo merasa sangat bersemangat.
“Aku nggak sabar untuk pindah, sayang. Aku pingin segera kamu merasa tenang dan nyaman. Apalagi kamu hamil kayak gini. Kita benar-benar akan memulai hidup baru.” Kata Romeo merangkul Elsa.
Elsa hanya tersenyum. Ia pun merasa lega. ia bahagia karena kehamilannya. Ia juga bahagia karena sebentar lagi akan pindah. Setiap kali Elsa mengingat penagih hutang yang beberapa waktu lalu mendatanginya, hatinya remuk. Ia tidak menyangka adiknya akan menjadi seperti orang tuanya. Bukankah seharusnya Eliasih belajar dari pengalaman orang tuanya?
Elsa termenung kembali. Pikirannya berjalan mundur ke masa lalu, tepat peristiwa traumatis yang ia alami saat itu.
“Sayang?” kata Romeo memegang pundaknya.
“Eh, iya?” gagap Elsa yang membuat Romeo mengkhawatirkannya.
Romeo memeluk Elsa lagi. “Aku di sini. Aku berusaha melindungimu dengan cara apapun.”
Elsa mulai tenang kembali. Ia sangat menyayangi suaminya. Romeo adalah cinta sekaligus pacar pertamanya. Kisah mereka mungkin seperti di kebanyakan serial drama, ketika cinta monyet kembali bersatu. Elsa harusnya bahagia. Ia harusnya mengingat bagaimana teman-temannya iri mendengar cerita masa lalu Elsa dengan Romeo. Bukankah ini kisah yang romantis?
Bagi yang mendengarkan kisah mereka, tentu ini adalah kisah yang romantis. Namun bagi yang menjalaninya, akan terasa berbeda.
“Ayo kita makan!” Elsa kembali menyiapkan makanan untuk Romeo setelah termenung sebentar. Perasaannya kini berbeda. Ia harus mulai bangkit kembali.
“Kalau kita ke Surabaya dan ada masalah sama Eli lagi, aku nggak akan tinggal diam.” Ujar Elsa tiba-tiba.
Romeo terkejut. “Aku juga nggak akan tinggal diam, kok. Kamu adalah tanggung jawabku. Tentu aku akan melindungimu dengan cara apapun.” Kata Romeo.
“Aku capek menghindar. Kalau benar-benar terjadi, aku harus menghadapinya. Melihat penagih hutang yang nggak tahu harus cari uang ke mana malah meneror keluarga yang lain membuatku capek juga. Dulu yang hutang adalah ayahku dan yang membayar harus ibuku. Ini semua terasa tidak adil!”
“Baiklah.. aku akan selalu mendukungmu.” Ujar Romeo kemudian memberi suapan kepada Elsa dengan mesra.

Komento sa Aklat (98)

  • avatar
    Qilaaja Qilaaja

    wahh ini sngt bagus🤩

    18/08

      0
  • avatar
    Ryo Azali

    500

    21/07

      0
  • avatar
    Ame

    seru banget bacanya🥰

    16/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata