logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Merasa Aneh

“Ambil uang ini dan jauhi anak saya!” Satu gepok uang ia lempar dan mengenai wajah Qila. Rasanya sakit tetapi tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya.
“Saya rasa ucapan saya cukup jelas. Kamu tidak sederajat dengan keluarga kami. Pandu akan menikah dengan gadis yang berasal dari keluarga baik-baik. Tidak seperti keluarga kamu, Ayah penjudi, Ibu hanya menjadi beban di keluarga. Keluarga kamu dan saya itu ibarat langit dan bumi, sekeras apapun kamu mencoba kamu tidak akan bisa mencapai langit.”
Qila hanya bisa menangis mendengar perkataan itu.
“Cukup tante! Apa tante tidak puas hanya dengan menghina saya? Kenapa tante juga menghina keluarga saya! Saya tahu tante orang yang kaya, saya juga cukup sadar diri.”
“Baguslah kalau begitu. Jadi, saya tidak perlu membuang energi untuk menjelaskan perbedaan kalian. Pandu, ayo pulang!”
Qila menatap Pandu dengan tatapan sendu. Mereka beradu tatap sementara kaki Pandu terus melangkah pergi meninggalkan Qila. Bulir kesedihan terus mengalir hingga Pandu dan Ibunya benar-benar sudah tidak terlihat lagi. Qila ambruk, dia menangis terisak-isak.
“Rasanya sakit, benar-benar sakit. Apa ini sudah akhir dari segalanya?” batin Qila. Dia meremas bajunya.
***
“Bu Qila, Ibu.” Seseorang memanggil Qila.
“Ya,” jawab Qila tersentak.
“Ini laporan mingguan yang Ibu minta.”
“Oh, iya. Terima kasih.”
Qila masih mengingat dengan jelas kenangan menyakitkan itu. Tiba-tiba air matanya menetes.
“Kenapa aku menangis?” ucap Qila lirih. Dia langsung menghapus air matanya.
“Fokus Qila, fokus!” Qila memukul pelan pipinya.
Ada satu hal yang menjadi sebuah trauma untuk Qila, trauma di mana dia di hina oleh keluarga kekasihnya. Sampai saat ini, Qila masih takut untuk bertemu Ibu Erzan, dia takut merasakan sakit yang sama.
Apalagi keluarga Qila bukan ‘golongan atas’ seperti Erzan. Ayahnya punya masa lalu yang buruk, dia mantan penjudi yang beberapa kali berhubungan dengan polisi akibat hutang judi. Ibunya juga pernah bekerja di club malam saat Ayah Qila berjudi.
Qila tahu itu salah, tetapi apa boleh buat meskipun terkesan tidak baik tetapi Ibunya selalu meyakinkan Qila bahwa dia mencari rezeki dengan pekerjaan yang benar-benar halal. Dia tidak melakukan hal buruk.
Tetapi, saat itu adalah masa yang paling suram untuk Qila. Dia bekerja banting tulang untuk melupakan Pandu dan hasil kerjanya ia gunakan untuk membayar hutang sang Ayah bahkan Qila hanya menyisakan uang untuk makannya saja.
“Aku perhatiin hari ini kamu banyak melamun. Kenapa?” tanya Erzan sembari memberikan kopi untuk Qila.
“Ah, gak. Mungkin cuma agak capek aja,” jawab Qila.
“Sebentar lagi jam pulang. Mau makan malam dulu?”
“Boleh.”
“Oke, kalau gitu aku kerjain sisa pekerjaan yang ada dulu.”
Qila mengangguk.
Ah, Erzan juga berperan penting dalam hidup Qila. Bisa dibilang jika tanpa Erzan, Qila tidak mungkin berada di titik ini. Hutang Ayahnya juga tidak akan lunas jika Erzan tidak menerimanya bekerja dulu.
Qila teringat saat pertama kali ia bertemu dengan Erzan, bukan di perusahaan tetapi di sebuah caffe. Saat itu, Qila sedang bekerja part time dan ada satu pelanggan yang bersikap tidak sopan ke Qila lalu Erzan menelpon polisi.
“Apa Erzan mengingat hal itu?” Qila menatap Erzan melalui ventilasi kaca kantor. Erzan yang sedang fokus bekerja terlihat seperti orang lain.
“Ayo, pulang!”
“Loh, sudah? Tapi, kerjaan aku masih ada.”
“Gampang, nanti aja. Kita pergi makan dulu.”
“Ini belum jam pulang kantor, Erzan. Masih setengah jam lagi,” ucap Qila.
“Ah, aku bosan sendirian di ruangan,” keluh Erzan sembari mengayunkan kakinya dengan malas.
Setengah jam sudah berlalu, Erzan datang menghampiri Qila.
“Sudah jam pulang,” ucapnya.
Qila tersenyum, mereka akhirnya pulang. Sebelum itu, Erzan dan Qila makan malam terlebih dahulu.
“Qila.”
“Hm.” Qila menatap Erzan yang tampak ragu-ragu.
“Apa ada hal yang ingin kamu katakan?” tanya Erzan.
Qila menggeleng.
“Ya sudah, tapi aku minta kamu jangan pernah ragu untuk mengatakan apapun meski hal kecil sekalipun.”
Qila mengangguk. Memang seharusnya dia mengatakan tentang masa lalunya, tetapi entah kenapa mulutnya tidak bisa terbuka.
Qila takut jika Erzan mengetahui masa lalu itu. Dia tidak ingin Erzan meninggalkannya, dia juga tidak ingin membuka luka lama itu lagi. Hanya dengan melihat wajah Pandu saja rasanya sudah sangat menyakitkan.
“Pandu, kenapa ngeliatin kamu terus, ya?” ucap Erzan. Dia terdengar seperti bertanya tetapi juga tidak.
Erzan merasa aneh dengan gelagat Qila. Sejak berhubungan dengan Pandu dia menjadi lebih pendiam, beberapa kali dia juga lebih terbuka dengan perasaannya.
“Mungkin cuma perasaan kamu aja,” jawab Qila.
Raut wajah Erzan berubah, dia merasa seperti Qila sedang menutupi sesuatu darinya. Erzan menggenggam tangan Qila dan mengelus punggung tangan Qila dengan jempolnya.
“Will you marry me, Qila?” tanya Erzan mendadak.
Qila hanya tersenyum, dia tidak menjawab dan tidak menolak.
“Aku gak mau kehilangan kamu. Aku gak akan bisa hidup tanpa kamu,” ucap Erzan.
Qila mengambil tangan Erzan dan mencium punggung tangannya. “Aku gak akan ke mana-mana. Terima kasih sudah begitu menyayangi dan menginginkan aku,” ucap Qila.
“Aku yang seharusnya berterima kasih,” ucap Erzan kemudian mencium punggung tangan Qila.
Erzan melepas kecurigaannya, dia yakin itu mungkin hanya perasaannya saja atau memang Pandu tertarik dengan Qila karena memang Qila sangat cantik.
Erzan mengantar Qila pulang dengan selamat. Setelah perpisahan manis, Qila menuju apartemen studionya. Dia kembali menemukan bunga mawar dan liontin di depan pintu. Dia juga melihat pintu rumahnya tidak tertutup dengan benar.
“Pencuri?” batin Qila.
Qila mengambil balok kayu yang biasa ia gunakan untuk memukul Kasur. Qila mengendap-endap dan berhati-hati saat masuk. Rumahnya gelap gulita, hanya ada pencahayaan dari bulan yang kebetulan sedang bulan purnama.
Qila melihat siluet sedang duduk di sofa. Tangannya gemetar dan dia ketakutan. Tetapi, dia tetap melangkah maju.
Qila sudah berada di belakang siluet itu. Dia menelan saliva dan menguatkan genggamannya pada kayu balok. Qila sudah bersiap-siap untuk memukul tengkuk pencuri itu.
Saat Qila mengayunkan tangan, siluet yang semula diam kini bergerak dan menangkis pukulan Qila hingga kayu balok terpental.
“Arrhhhhh,” teriak Qila.
Qila ketakutan, dia segera berlari keluar menuju pintu. Tetapi tangan Qila dipegang oleh siluet yang sudah diyakini seorang laki-laki.
“Seharusnya aku menjawab pertanyaan Erzan tadi seandainya aku tahu aku akan mati hari ini. Aku juga mau menikah dengan Erzan,” batin Qila.
“Tolong lepasin aku, hiks. Ambil aja apa yang ingin kamu ambil tapi tolong lepasin aku. Aku ingin hidup,” ucap Qila di sela isak tangisnya.
“Aku mau kamu,” jawab siluet itu.
Qila terkejut, karena suara itu terdengar tidak asing untuk Qila.
Bersambung...

Komento sa Aklat (163)

  • avatar
    AriantiNi Kadek ica

    bagus

    8d

      0
  • avatar
    YuliandaFitra

    crtnya bgus

    14d

      0
  • avatar
    DestriantoRegi

    👍😎bagus

    19d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata