logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Siapa Yuda?

Rena meletakkan kepalanya di meja baca perpustakaan. Ingatan tentang ciuman pertamanya yang dirampas membuatnya galau.
“Ren, kamu sakit?” Rizky menghampiri Rena yang tidak biasanya murung.
‘Duh gimana ngomongnya, masa aku bilang ciuman pertamaku dirampas orang yang tidak jelas asal usulnya,’ batin Rena.
“Nggak papa kok, hanya lelah saja hari ini banyak ulangan,” Rena berbohong menjawab pertanyaan Rizki.
‘Maaf, Aku sudah tidak pantas untukmu Kak Riz.’
Rena kembali meletakkan kepala di meja dan menghela napas panjang. ‘Pulang sajalah,’ pikirnya daripada di sini juga tidak ada artinya.
“Kak Riz, pulang ya,” kata Rena menenteng tasnya.
“Nggak pinjam novel?” tanya Rizky yang aneh melihat Rena tidak berteman dengan novel.
“Yang kemarin belum beres,” jawab Rena.
Setelah turun dari bus di daerah tempat tinggalnya, Rena teringat dengan teman lamanya si gembul. Dulu dia sering belain si gembul yang di ejek karena bodynya. Body shaming bener-bener keterlaluan, kasihan 'kan yang kena bully. Si gembul itu anaknya manis, lucu dan menyenangkan dia ingat waktu itu pernah janji mau jadi pacar si gembul. Ah janji jaman kanak-kanak.
‘Si gembul dimana ya sekarang masih di kampung ini nggak ya?’
Jalan Rena dihadang seseorang yang menyebalkan. Rena bergeser kanan dia ikut, geser kiri dia ikut.
“Minggir donk,” kata Rena ketus. Dan sorot matanya tajam setajam silet yang bisa menusuk lawannya.
“Minggir atau kutonjok,” ancam Rena.
“Kau itu aneh ya, banyak cewek yang ngantri mau jadi pacarku giliran aku memilihmu malah dicuekin,” kata Yuda yang sudah minggir dan ngekor Rena.
“Pacarin aja tuh cewek-cewek yang ngantri. Toh aku nggak ikut di antrian itu kok.” jawab Rena ketus
“Justru itu, kamu beda, makanya aku mau sama kamu,” Yuda memberikan senyuman yang menawan dan kedipan mata menggoda.
Kalau saja Rena salah satu fans Yuda pasti sudah klepek-klepek.
“Bodo amat,” jawab Rena.
Rena berjalan semakin cepat, kenapa rumahnya terasa jauh.
“Pelan dikit donk, biar romantis,” kata pemuda itu sok jadi pacar yang sudah menggandeng tangan Rena dan senyum-senyum sendiri.
‘Romantis katanya, kenal juga enggak’
Rena menarik tangannya, “Jangan dekat-dekat bukan muhrim,” kata Rena menjaga jarak.
“Ren, kamu serius nggak inget aku?” tanya Yuda.
“Nggak tuh nggak ada nama Yuda di memori otakku,” jawab Rena jutek.
“Kamu ingat taman itu nggak,” Yuda menunjuk taman kecil yang ada perosotan dan ayunan. “Waktu kecil dulu aku sering main di sana.”
“Ah, ya dulu pernah main di situ,” jawab Rena.
Kenangan Rena kembali dengan si gembul, yang Rena tidak ingat namanya. Dia sering bermain dengannya di sana. Main perosotan dan ayunan. Waktu itu mereka kelas 3 SD. Konyol sekali dulu.
“Duduk dulu yuk,” ajak Yuda.
“Aku langsung pulang ya, dah,” Rena langsung berlari menghindari ajakan Yuda.
Hari pun berlalu dan berganti hari baru di pagi hari saat mau berangkat, Rena mendengar ada suara asing yang sedang mengobrol dengan ayahnya. Suara mereka terdengar akrab.
“Tuh anaknya nongol, hati-hati ya Den, titip Rena,” kata Ayah Rena
‘Ngapain orang ini pagi-pagi sudah di sini.’
“Yuk berangkat, nanti telat ke sekolah,” kata Yuda yang sudah rapi dengan seragam dan jaketnya.
Setelah pamit kepada Ayah dan Ibu Rena, mereka berangkat naik motor, motor gede.
‘Buset gimana naiknya. Aku pake rok,’ batin Rena
Setelah bersusah payah naik karena tinggi, motor distarter dan mulailah perjalanan mereka.
“Pegangan,” kata Yuda.
Benar saja, kenceng sekali Yuda mengendarai motornya. Rena dengan sangat terpaksa berpegangan erat, menempel di punggungnya karena motor yang tinggi dan besar, memaksanya berpegangan pada pinggangnya.
Sampai di sekolah, drama sekolah bakalan di mulai. Seperti di novel-novel bakalan ada musuh seantero sekolah gara-gara MPV sekaligus ketua basket sekolah mengatakan Rena adalah pacarnya. Bayangan Rena dengan bullyan di sekolah sudah jelas terutama dari para gadis yang suka dengan Yuda.
“Kalau ada yang ganggu kamu, bilang ya, Sayang,” kata Yuda yang meninggalkan Rena di kelasnya dan pergi ke kelasnya sendiri dengan gaya tangan yang mengisyaratkan kiss bye.
“Ren ….” peluk Lusi, “beneran kalian pacaran? Kemarin bilang nggak kenal, gimana ceritanya? Kok bisa? Sama itu si ganteng, duh bakalan temenan sama ratu sekolah nih,” berondong Lusi dengan sederet pertanyaan dilontarkan sepanjang kereta api.
“Tau ah,” jawab Rena Singkat.
“Eh, main nyelonong begitu saja, cerita dong, Ren!” Lusi menarik lengan Rena membujuk sahabatnya untuk bercerita.
Rena hanya melihat Lusi sepintas lalu kembali memalingkan muka, tak ingin membahas tentang Yuda atau siapapun itu namanya.
“Ren …,” rengek Lusi yang penasaran.
Tak hanya Lusi, hampir semua siswi di kelas tersebut memandang tajam Rena, pandangan permusuhan yang sangat jelas terlihat.
“Lus, kamu tak lihat, api membara,” balas Rena menutupi kepalanya dengan tangan dan membenamkannya di meja, berharap ada tempat untuknya sembunyi.
“Jangan dipikirin, mereka hanya ngiri ya, nggak ditembak si ganteng,” bisik Lusi yang terus membujuk Rena.
“Tak ada yang bisa diceritakan, Lus,” jawab Rena jujur. Dia sendiri tak mengenal Yuda, bagaimana dia bisa dengan lantangnya mengumumkan pada semua orang seperti itu.
Sepulang sekolah, dia tidak bisa menolak Yuda yang sudah menjemputnya dan mengantarkannya pulang sampai di rumah. Kedekatan Yuda dengan kedua orang tua Rena juga membuatnya berpikir, ia pasti melupakan Yuda. Orang ini seharusnya ada dalam ingatannya.
‘Masa sih, otakku eror, cowok setampan itu bisa tak ingat,’ batin Rena. Dia tidak menampik jika Yuda memang tampan di atas rata-rata.
Rena mencari album kenangan saat masih SD, karena dia pindah dari kampung ini ketika masih kelas 4 SD, kenangan yang ia ingat hanya dengan satu anak laki-laki yang selalu ia panggil gembul. Perlahan ia membuka buku kenangannya saat SD tak satupun anak laki-laki yang mirip dengan Yuda. Ia melemparkan buku kenangan di nakas dan membaringkan tubuhnya di kasur.
“Aaah, siapa sih Yuda?” teriak Rena penuh tanya dengan pemuda bernama Yuda ini.

“Ren!” suara Ibu Rena yang masuk ke dalam kamar membuat Rena kaget dan duduk di tempat tidurnya.
“Maaf, Bu. Bingung saja, Yuda itu siapa?” jawab Rena yang berharap menemukan jawaban pertanyaannya.
“Masa nggak ingat? Kalian dekat lho dulu, ingat-ingat lagi,” balas Ibu Rena dengan senyuman penuh arti, “Ah, indahnya masa muda,” lanjutnya yang kemudian kembali meninggalkan Rena di kamarnya seorang diri.
“Dulu? Akrab?” gumam Rena tak mengerti.
Rena kembali menatap album kenangan lalu mengambil satu foto, foto dirinya dengan seorang anak laki-laki yang bertubuh gempal.
“Mbul, kamu di mana? sudah lama di sini belum juga ketemu denganmu,” lirih Rena. Ia berharap teman kecilnya itu tak melupakan dirinya, setidaknya itulah harapan yang terukir diingatannya. Teman semasa kecil yang selalu bermain dengan Rena.
Rena dan keluarganya pindah ke kampung halamannya setelah Ayah Rena mendapat PHK dua bulan yang lalu. Tanpa pekerjaan akhirnya Ayah Rena memutuskan kembali ke kampung halaman dan mengadu nasib di kampung kecil ini. Sementara Rena harus masuk SMA di pertengahan semester dimana sangat jarang ada siswa pindahan di pertengahan semester. Sudah dua minggu berlalu sejak ia pindah di kampung ini. Lalu siapa Yuda? Rena masih belum mengingatnya.

Komento sa Aklat (253)

  • avatar
    MohamadImam

    sudah selesai

    23/04

      0
  • avatar
    Sscia Sscia

    sangattt bagusssss

    09/02

      0
  • avatar
    Writing Projectsriwidy

    keren banget

    08/02

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata