logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Melanggar Aturan

Pria itu langsung menarik tangannya
"Maaf," ucapnya.
Ternyata bus menabrak pohon yang tumbang ditengah jalan.Beruntung bus membawa anggota tentara, mereka langsung keluar mengevakuasi pohon yang tumbang tersebut, tak memakan waktu yang lama pohon berhasil disingkirkan. Sebelum masuk ke bus sambil berjalan, mereka sempat menggobrol sedikit.
"Kharel, yang disebelahmu tadi pacarmu?" tanya Seniornya.
"Oh bukan bang, saya juga tidak kenal." jawab pria itu ternyata bernama Kharel.
"Kirain pacarmu, langsung ingin aku hukum."
Kharel hanya tersenyum tidak enak, lalu dia kembali ke kursinya.
"Dih basah-basahan banget." batin Safa melihat Kharel tidak enak.
Safa melirik telapak tangan Kharel yang mengalir darah sedikit, tetapi Kharel seperti tidak menyadarinya.
"Duhh mataku risih banget sebenarnya lihat darah ngalir seperti itu, yang punya tubuh ngga ngerasakah terluka seperti itu," pikir Safa.
Karena sudah tidak tahan melihat darah mengalir ditelapak tangan Kharel, Safa mentoel bahu Kharel dengan telunjuknya.
"Itu berdarah," ucap Safa menunjuk telapak tangan Kharel.
"Oh iya," jawabnya baru tersadar telapak tanganya terluka.
Kharel meraba isi tasnya untuk mencari handuk kecil atau perban namun sepertinya tidak ada di tas Kharel.
"Ini," ucap Safa tiba-tiba menyodorkan handuk kecil kepada Kharel.
Kharel hanya melihat saja, dan ternyata dia menolak handuk pemberian Safa.
"Tidak usah," ucap Kharel.
"Ambil aja, saya tidak kuat melihat darahnya mengalir." ucap Safa.
"Tinggal ambil aja banyak banget sih basa basinya," batin Safa mengerutu melihat tingkah Kharel yang menolaknya.
Kharel pun mengambil handuk kecil itu dan membersihkan luka ditelapak tangannya.
"Terima kasih," ucap Kharel.
Kharel Altamis, pria bertubuh tinggi dan badan yang atletis dengan kulit yang sawo mateng, seorang tentara yang bersifat introvert, tetapi Kharel bukanlah pria yang cuek atau kejam, dia hanya lebih terlihat pendiam. Hari ini mereka ditugaskan untuk menjaga desa hijau. Kebetulan ternyata kakek dari ibu Kharel tinggal di desa hijau, tentu saja dia sangat bersemangat untuk bertugas disana.
Akhirnya perjalanan panjang menuju desa hijau sudah berlalu, mereka sudah sampai di desa hijau tepat diwaktu subuh, kebetulan bus berhenti tidak jauh dari masjid. Sebagian dari mereka menunaikan sholat subuh terlebih dahulu, setelah selesai beribadah. Safa duduk di depan masjid, sambil menekan-nekan ponselnya menelepon kakeknya untuk mengabari kalau dia sudah sampai, tapi teleponnya tak diangkat sama sekali.
"Gimana sih, sudah tau cucunya mau ke rumah bukannya di tungguin, kalau dari sini aku tidak ingat jalan ke rumah nenek dan kakek." batin Safa.
Kharel berpamitan dengan anggotanya, untuk mengunjungi keluarganya sebentar, namun dengan syarat dia harus datang tepat waktu di posko.
Sementara Safa dengan sok taunya, berjalan entah ke mana untuk menemukan alamat neneknya. Saat berjalan dia merasa ada yang mengikutinya, Safa langsung spontan berbalik untuk melihat siapa yang ada dibelakangnya.
"Kamu ngga lagi ngikutin aku kan?" tanya Safa kepada Kharel yang ternyata berjalan dibelakang Safa.
"Ngga, karena jalan cuma satu arah jadi saya otomatis ada dibelakangmu." jelas Kharel.
"Kamu mau kemana? tau pesantren Al Hisyam?" tanya Safa
Kharel menganguk.
"Kebetulan saya juga kearah sana," jawab Kharel.
"Boleh barengan? saya soalnya lupa jalan untuk kesana." ucap Safa.
"Boleh," ucap Kharel.
"Mau masuk pesantren?" tanya Kharel.
"Oh ngga," jawab Safa.
Karena Kharel tidak pandai mencari topik pembicaraan, sepenjang perjalanan tidak ada obrolan.
"Wah ternyata tidak terlalu jauh, sudah sampai aja terima kasih ya." ucap Safa.
"Sama-sama," jawab Kharel.
"Tunggu," ucap Kharel menghentikan langkah Safa dia pun berbalik melihat kepada Kharel.
"Setidaknya kita boleh saling tau nama?" ucap Kharel berhati-hati.
"Hmm boleh lah ya, toh kita tidak akan bertemu lagi." batin Safa.
"Safa," ucap Safa.
"Nama yang sangat bagus, aku Kharel." ucap Kharel.
"Salam kenal," ucap Safa lalu langsung melangkahkan kakinya.
Kharel tertunduk dengan wajah yang sudah merah, dia memang agak sedikit kagum dengan Safa, karena sifat beraninya tadi, lalu dia melanjutkan perjalananya.
"Assalamualaikum, nenek, kakek." ucap Safa.
"MasyAllah cucukuu sudah sampai," ucap neneknya langsung memeluk Safa.
"Tunggu dulu, hijab kamu itu kenapa pakenya seperti itu, kalau kakek lihat pasti langsung marah," ucap nenek yang melihat hijab Safa tidak menutupi dada.
"Gapapa, yang pentingkan berhijab nek. Safa capek nih mau istirahat dulu ya." ucap Safa lalu masuk ke kamar yang sudah nenek persiapkan.
"Cucuku benar-benar sudah gadis sekarang," ucap nenek.
Safa masuk ke kamar yang sudah dipersiapkan untuknya, setelah membersihka dirinya dia langsung istirahat tidur.
"Sudah datang Safa?" tanya Hisyam kakeknya Safa.
"Sudah, dia lagi istirahat." jawab Rohimah.
"Pake hijab atau tidak dia?"
"Alhamdulillah sudah pake, walau tidak sesuai syariat." ucap Rohimah.
"Nanti kita ajari perlahan untuk Safa," ucap kakek.
Sementara itu, ternyata rumah kakek Kharel tidak terlalu jauh dari pesantren Al Hisyam milik kakek Safa.
"Assalamualaikum kek," ucap Kharel.
"Waalaikumssalam, cucuku." ucap kakek dengan senang memeluk Kharel.
"Besar sekali kamu sekarang MasyaAllah, ayo masuk." ajak kakek.
"Jadi berapa lama kamu tugas disini?" tanya kakek.
"Kurang lebih tiga bulan," jawab Kharel.
"Lumayan, bisa berlama-lama dengan cucu. Sarapan dulu nak, nanti baru istirahat." ucap kakek.
"Ngga kek, Kharel langsung ke posko ini bentar lagi, mau mandi doang." ucap Kharel.
"Oalah cepet banget, yasudah kalau begitu mandi lah dulu. Kakek mau ke kebun dulu." ucap kakek lalu langsung pergi.
Mereka semua melanjutkan aktifatasnya masing-masing sampai hari tak terasa sudah siang.
"Safa, bangun udah siang ini dzuhur dulu." ucap Rohimah membangunkan Safa.
"Hmm nanti," jawab Safa kembali menarik selimutnya.
"Eh eh kok malah tarik selimut ayok bangun," ucap Rohimah menarik cucunya agar segara bangun.
"Iya iya bangun," jawab Safa langsung ke kamar mandi mencuci wajahnya dan mengambil wudhu lalu langsung menunaikan sholat, setelah itu dia melihat diranjangnya terbentang gamis dan hijab syari.
"Baju siapa ini nek?" tanya Safa.
"Kamu kalau keluar kamar harus pake baju seperti ini dan jangan lupa tetap gunakan hijab, disni banyak yang bukan mahram," ucap Rohimah.
"Aduh nek kok ribet banget sih cuma mau keluar kamar doang masa harus pake hijab, panas nek." ucap Safa yang memang sebenarnya dia tidak suka hijab panjang syari.
"Kalau kamu memutuskan untuk tinggal disini ya ikutin aturan ya cucuku yang cantik, dah nenek mau cek santri dulu," ucap nenek langsung keluar.
Safa memegang jijik gamis dan hijab syari tersebut.
"Pasti aku kelihatan seperti ibu-ibu argghh menyebalkan," batin Safa dengan terpaksa memakai gamis dan hijab syari tersebut, hanya karena dia sudah bosan di kamar dan ingin berkeliling melihat sekeliling pesantren.
Safa keluar dari kamar dan menuruti permintaan neneknya dengan memakai gamis dan hijab syari, yang menambah aura kecantikannya, saat berkeliling pesantren, mata Safa membulat melihat seserang dan mengejarnya dengan begitu semangat.
"Chaaaandd," teriaknya dan ingin memeluk pria itu, namun dengan sigap pria itu langsung mundur.
"Eitssss mau ngapain," ucap pria itu.
"Peluk," jawab Safa dengan santainya.
Pria itu melihat Safa seperti tidak kenal dengannya.
"Siapa ya?" tanya pria itu.
"Ngga lucu ya kalau pura-pura ngga kenal gitu," ucap Safa.
"Beneran, mbaknya siapa ya?" tanya pria itu.
"Ihh ini aku Safa," jawab Safa cemberut.
"Safa sitomboy suka manjat pohon?" ucap pria itu.
"Iya," jawab Safa sebel.
"MasyaAllah ini beneran kamu?" ucap pria itu tak menyangka dengan penampilan Safa yang sekarang sangat jauh berbeda dengan Safa teman kecilnya.
"Kamu sejak kapan ada disini," tanya Chandra teman kecil Safa.
"Baru tadi pagi sampai," jawab Safa.
"Berapa lama disini?"
"Belum tau," jawab Safa.
"Kita lanjut nanti ya, sekarang sudah waktunya ngajar, duluan ya." pamit Chandra.
"Hmm gak asik banget sih baru aja sebentar ngobrol.
"Safa," panggil suara berat kakek.
"Iya kek," jawab Safa lalu menghampiri kakeknya dan mengikuti kakek, ke sebuah ruangan.
"Kamu tau disini tidak ada perbedaan aturan walau kamu cucu kakek," ucap Hisyam.
"Iya kek," jawab Safa.
"Kakek masih sangat bingung kenapa kamu memilih untuk datang kesini, sedangkan ibumu saja tidak sanggup untuk tinggal di desa ini, jadi apa alasanmu untuk datang kesini?" tanya kakek.
"Mampus nih aku mau jawab apa, gak mungkin aku jawab lari kesini karena gak mau dinikahin sama ibu, pasti kakek lebih marah lagi." batin Safa.
"Hm Safa ngerasa hmm butuh peningkatan ilmu disini kek," ucap Safa berbohong.
Hisyam yang mendengar pernyataan cucunya, menjadi senang karena niatnya baik.
"Kalau memang niatmu seperti itu kakek senang mendengarnya, oh iya jaga jarak dengan lawan jenis Safa, kalian bukan anak kecil lagi. Dan disini perempuan tidak boleh keluar setelah jam 8 malam, harus ingat itu kalau sampai kamu keluar dan tertangkap oleh petugas, kamu akan dihukum cambuk," ucap Hisyam.
"Baik kakek," jawab Safa, lalu Hisyam keluar ruangan meninggalkan Safa.
"Dari dulu tidak berubah bawelnya nih kakek, wajar saja bunda tidak betah tinggal disini, tapi aku sangat penasaran kenapa tidak boleh keluar lewat dari jam 8, dasar kuno sekali. Kalau dikota jam 8 malam mah masih sore, kenapa sesuatu yang dilarang rasanya memberi semangat untuk aku lakukan ya," batin Safa tersenyum nakal.
Sampai waktu yang dia tunggu tiba, sekarang sudah jam 20.15. Safa mengendap-endap keluar dari rumah dan tidak ketahuan.
"Woah sudah lama sekali rasanya tidak merasa tegang seperti ini," ucap Safa saat berhasil keluar, dia melihat sekeliling yang lumayan gelap, tanpa takut Safa berjalan keliling desa, dan dia menemukan halaman yang penuh sekali dengan kunang-kunang bertebaran yang benar-benar indah membuatnya sangat terpesona.
"Pemandangan sebagus ini kok tidak boleh dilihat," ucap Safa.
Saat menikmati kunang-kunang, Safa mendengar derap kaki yang terdengar sangat ramai, seperti yang kakeknya peringatkan tadi, bahwa memang ada petugas yang berpatroli, dia pikir kakeknya hanya mengeretak dan ternyata itu memang sungguhan.
"Hah, bagaimana ini kalau aku tertangkap dan dicambuk?" batin Safa langsung panik.
Dia berlari untuk sembunyi, namun tiba-tiba dia ditarik oleh seseorang, dan menutup mulutnya agar tidak teriak, sedangkan Safa langsung membulatkan matanya dengan sangat terkejut.

Komento sa Aklat (228)

  • avatar
    GadgetRumah

    cerita buku ini sangat Bagus 🤩🤩tapi sayangnya ceritanya Udah selesai padahal belum sampai ke janjan pernikahan huhuhu... plis lanjutin ceritanya 🥲

    12d

      1
  • avatar
    Aldo Jok

    lanjutin kaaaaaa

    22d

      0
  • avatar
    Gynaacute

    lanjut kak😫 endingnya nikah kan?

    28d

      1
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata