logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

[4] Perpustakaan

Setelah memarkirkan motor besarnya, Moses segera berjalan memasuki perpustakaan yang ada di ujung kompleks. Perpustakaan ini besar, namun tak sebesar perpustakaan umum yang ada di tengah kota. Tapi, pengunjungnya cukup banyak, yang sebagian besar merupakan anak remaja penghuni kompleks ini.
Cukup sekali saja mama menyuruh, pasti Moses langsung melaksanakan ucapan mamanya. Lagian, mama selalu mendidik kedua buah hatinya untuk jangan pernah membantah ucapan orang tua, makanya anak-anaknya patuh-patuh. Cuma kalo gilanya sama-sama kambuh itu, loh. Bahaya.
"Heh. Gue lupa nanya lagi, nilai anjlok yang Mama liat itu yang mana," gumam Moses menepuk jidatnya. Ia berjalan mengabsen setiap jajaran buku-buku pelajaran yang kini tertata rapi di rak berwarna cokelat tersebut.
"Tapi, nilai paling anjlok kan biasanya pas pelajaran fisika. Itu aja kali, ya?" Moses menarik buku yang panjang berwarna biru tersebut.
"Mos–es?"
Moses menoleh ke arah suara, lalu mengeryitkan dahinya.
Siapa itu? Dua gadis yang baru saja memanggil namanya itu hanya berbisik-bisik sambil senyam-senyum tak jelas. Tuh, kan. Derita orang ganteng. Dianya kenal, Moses gak kenal.
"Eh, ada si katak. Lo ngapain di sini?" Moses menoleh lagi ke arah suara lainnya. Kali ini dia kenal, dari suaranya saja Moses udah kenal. Kenal banget, malahan.
"Lo sendiri ngapain? Bisa baca lo emangnya?" kekeh Moses menggertak buku tebalnya ke arah kepala lelaki itu, Ojan.
"Ya kali, gue gak bisa baca," kata Ojan seraya menghempaskan tubuhnya ke sofa sudut perpustakaan. "Buku apa sih, tuh? Fisika?"
Moses mengangguk. "Mama minta gue perbaiki nilai."
"Yaelah, Tante Ratna kaya gak kenal lo aja," tawa Ojan sembari membuka buku yang di pegangnya.
Moses mengernyitkan dahi ketika melirik judul buku tersebut.
Cara membuat boneka?
"Ngapain lo buat boneka? Lo udah feminim sekarang ceritanya?" tanya Moses menduduki bagian sofa yang menganggur.
"Yah, karena adanya negeri Hello Kitty yang datang menyerang," kekeh Ojan asal sambil menyilangkan kakinya. "Gak. Rumah kosong, Ivan sama Fathan gak angkat telepon. Yaudah, gue ke sini dan pilih buku aja randomly."
"Kenapa gak ke rumah gue aja?"
"Lo gila, kali. Ntar kalo gue ke rumah lo, gue malah ketemu sama Keyla. Gue tau, dia gak pengen ketemu gue," jawab Ojan menggaruk tengkuknya.
"Oh."
Rumus, tulisan, gambar. Moses cukup bosan dengan isi dari buku ini, tapi apa boleh buat? Di perpustakaan juga tak ada yang bisa dilihatnya. Novel? Males banget. Komik? Nanti malah keasyikan. Buku pelajaran? Lah, ini yang lagi dipegang.
"Ngomong-ngomong, adek lo apa kabar?" Moses melirik sekilas ketika Ojan mempertanyakan hal itu. Moses menyunggingkan seringai di bibirnya.
"Baik," jawab Moses masih dengan mata yang fokus ke arah bukunya.
"Masih playgirl kaya biasanya?" Moses mengangguk menjawab pertanyaan Ojan.
Fauzan atau panggilannya Ojan, memang mantan pacar dari Keyla, adik perempuan kesayangan Moses. Dari puluhan mantan Keyla, cuma Ojan yang baru mendapat restu dari sang abang, Moses. Sayang, hubungan mereka harus kandas, akibat Keyla yang lebih memilih egonya, yaitu berselingkuh dengan cowok lain.
"Lupain dia, Jan," ujar Moses meninju pelan bahu Ojan. Moses tau, Ojan masih menyimpan rasa di lubuk hati yang paling dalam untuk Keyla. Namun, bagaimana dengan gadis itu? Apakah dia merasakan hal yang sama?
"Kalo gue bisa, udah gue lakuin dari dulu," kata Ojan menghela napasnya.
"Loh, Moses ngapain di sini?" Moses menoleh ke arah suara. Kenapa hari ini dia banyak banget nerima tamu di perpustakaan?
"Letta?" gumam Moses mengernyitkan dahinya.
"Eh, Letta," ucap Ojan tersenyum ke arah Letta. Letta mengangguk lalu membalas senyuman Ojan.
"Ojan sama Moses ngapain di sini? Nanti dunia kebalik, loh," kata Letta seraya berjongkok untuk mengikat tali sepatunya yang lepas.
Ojan dan Moses hanya saling pandang dengan tatapan bingung.
"Dunia kebalik kenapa?" tanya Moses menggaruk kepalanya bingung. Ini peringatan dari Moses: Kalau ngomong sama Letta harus sedia es balok. Soalnya kepala kalian bakalan panas kalo bicara lama-lama sama dia. Gobloknya, ya Allah.
"Kata Pak Rudi, kalo kalian ke perpustakaan, artinya dunia bakal kebalik. Kalian kan murid nakal, gak seharusnya ke perpustakaan," terang Letta mantap, sambil menatap kedua lelaki yang telah pusing akibat kebegoan dirinya itu.
Dosa apa gue dapet pacar bego, batin Moses dalam hati.
"Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Moses mengalihkan pembicaraan. Letta memutar bola matanya, mengisyaratkan kalau dia sedang berpikir.
10 menit.
"Kok lama banget jawabnya, Ta?" tanya Ojan mengusik Letta yang tak kunjung menjawab pertanyaan mereka. Dirinya masih tampak berpikir.
"Letta ke sini buat baca," jawab Letta memperlihatkan novel yang dipegangnya.
"Terus?" tanya Moses mengernyitkan dahi.
"Yaudah, itu aja," jawab Letta tersenyum manis ke arah Moses.
Moses hanya cengengesan mendengar ucapan Letta.
Jadi, dia menunggu sepuluh menit cuma buat dengar jawaban itu? Cuma itu? Kenapa lama banget mikirnya?!
Moses juga sih yang bego. Kenapa pakai nanya alasan Letta datang ke sini? Ya, tentu jawabannya untuk membaca.
"Jan, otak gue kok sakit, ya?" bisik Moses kepada Ojan, sambil memegangi kepalanya.
"Otak lo kan emang sakit dari dulu," jawab Ojan, juga dengan berbisik.
Letta menghempaskan tubuhnya ke tempat duduk tunggal yang ada di hadapan sofa yang Moses dan Ojan duduki.
Dapat dia akui, Letta hari ini begitu cantik dengan baju panjang berwarna hitam dan celana jeans. Tak sedikit remaja laki-laki yang lewat, melirik bahkan menyiulkan gadis itu.
Namun, Letta hanya fokus kepada novel yang tengah dibacanya tanpa melirik sedikit pun kepada mereka. Aku rapopo, neng.
"Liat, deh. Cowok-cowok itu daritadi ngelirik Letta mulu," bisik Ojan mengusik Moses yang tengah fokus kepada bacaannya.
"Bukan urusan gue," jawab Moses bergeser sedikit untuk menghindar dari setan yang sedari tadi mengganggunya ini.
"Kalo gue jadi cowonya, udah gue tonjok tuh orang," gumam Ojan, namun masih dapat terdengar jelas di telinga Moses.
Moses menelan ludah. Ini si Ojan menyindir dia atau gimana? Kenapa tiba-tiba bilang kayak gitu?
"Faktanya, lo bukan cowonya dia. Udah, ah! Bacot banget, sih? Udara di sini jadi abis gara-gara lo," sahut Moses dengan kesal. Ojan hanya menahan tawa melihat Moses yang berhasil ia ganggu.
"Oh iya, gimana semalem? Moses udah bisa nerima Letta?" tanya Letta dengan keras.
Moses menelan ludah lagi. Awalnya, dia ingin backstreet saja. Tapi, ternyata Letta lebih bego dari perkiraannya. Harapan untuk backstreet itu tampaknya akan pupus dan kini Moses harus menghadapi segudang pertanyaan dari Ojan.
"Nerima?" Ojan mengernyitkan dahinya. Moses memejamkan matanya. Baru juga hari pertama pacaran, dan dia udah menerima imbas sebagai pacar dari orang bego.
"Iya, nerima. Semalam itu, Letta sama Bunー"
"EHH maksudnya, kita semalem tukeran pin, terus Letta ngeinvite pin gue, ya makanya hari ini dia nanya, udah diterima atau belom," potong Moses dengan suara yang sedikit toa, apalagi di awal, sehingga membuat beberapa orang melihat ke arah mereka dengan tatapan sengit.
"Berisik. Kecilin dikit, dong," ucap salah satu dari mereka sambil memandang sinis ke arah mereka bertiga.
"Biasa aja, dong!" ujar Moses makin mengeraskan suaranya.
"Ssstt!" desis yang lain sambil meletakkan telunjuk di bibirnya.
Moses mengatupkan bibirnya dengan wajah tak senang.
"Tuh, lo yang berisik, kita yang kena. Lagian, lo kalo ngomong rem dikit, kek," ucap Ojan menjitak kepala Moses.
"Lo nyalahin gue juga?"
"Ah udah, ah. Ta, aku pulang dulu ya, Ta?" ujar Ojan sambil bangkit dari duduknya.
"Letta ikut dong, Jan. Soalnya Letta tadi diantar Bunda," pinta Letta dengan puppy eyesnya. Ojan tersenyum lebar.
"Kok Letta gak bareng sopir pribadi Letta aja?" tanya Ojan.
"Oh, Pak Endi pulang kampung." jawab Letta.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba.
Kalau misalnya Ojan bawa motornya dengan kelajuan di atas rata-rata, pasti nanti Letta jadi meluk Ojan. Lah terus, nempel gitu semangkanya ke punggung Ojan.
Belom lagi nanti lewat tikungan atau polisi tidur, duh mantab jiwa sekali, pemirsa. Emang ya, bahagia itu sederhana banget.
"Iya, Ta, boleh koー"
"Heh, ngapain lo bareng Ojan? Gak ada, gak ada. Lo sama gue aja, lagian gue mau ke rumah lo, ada urusan sama nyokap lo," potong Moses dengan ekspresi nyolot.
"Dih, apaan, sih? Orang Letta-nya mau bareng gue, kok," bantah Ojan menatap sengit ke arah Moses. Moses membalas tatapannya dengan tatapan yang tak kalah sengit.
"Kalo gitu, kalian suit aja biar adil," ucap Letta tersenyum manis ke arah mereka berdua.
"Gak. Pokoknya lo sama gue. Gue kan juga sekalian mau ke rumah lo," ujar Moses lagi.
Ojan hanya memutar kedua bola matanya, "Yaudah, bareng lo aja. Lagian, gue mau ke rumah Ivan, lo ikutan gak, ntar?" tanya Ojan sembari melirik jam tangannya. Moses menggeleng.
"Yaudah, gue duluan." kata Ojan meletakkan kembali buku yang tadi dibacanya ke atas rak. "Ta, aku duluan, ya?"
Sungguh, cara bicaranya ke Moses dan ke Letta berbeda jauh.
"Yaudah, sana lo," usir Moses mengibas-ibaskan tangannya, seperti menghalau kambing. "Dan lo, ayo cepetan." ajak Moses berjalan menuju pintu depan.
"Eh, tapi, Letta belom pinjem bukunya," ujar Letta menunjukkan novel-novel yang di genggamannya sedaritadi.
Moses memutar kedua bola matanya sebal, "Yaudah, gih, sana pinjem. Gue tunggu di depan," kata Moses seraya membuka pintu geser tersebut, lalu berjalan keluar dari perpustakaan.
Moses menghidupkan mesin motornya, lalu duduk di atas motornya untuk menunggu Letta yang tengah meminjam buku-buku novel tersebut.
Padahal, tadi ada banyak waktu ketika Moses sedang mengobrol dengan Ojan, sebelum pulang, kenapa gak tadi aja pinjemnya? Moses membatin.
"Udah?" tanya Moses saat melihat Letta keluar dari perpustakaan tersebut. Letta mengangguk sambil tersenyum manis.
"Maaf ya, Moses jadi nungguin," ujar Letta sembari menaiki motor Moses. Moses hanya mengangguk tanpa merespon ucapan Letta.
"Ta, pake helm gue, ya?" kata Moses menyodorkan helm-nya. Letta mengernyitkan dahi.
"Pake helm? Buat apa?" tanya Letta dengan heran, tapi tetap menerima helm tersebut.
"Ya, gapapa. Siapa tau nanti kita kecelakaan, kan lo jadi selamat," jawab Moses masih diam di tempat, belum menjalankan motornya karena harus menjawab pertanyaan Letta dulu.
"Gak mau," ujar Letta menyodorkan kembali helm milik Moses.
Moses mengernyitkan dahinya, "Kenapa? Lo mau nanti kepala lo pecah, terus gue masuk penjara karena cuma gue yang ada di TKP?" tanya Moses memandang ke belakang, ke arah Letta.
"Letta gak suka warnanya," Letta mengulum bibirnya.
Moses menepuk jidatnya. Jadi, dia lebih pengen kecelakaan daripada memakai helm berwarna merah-hitam milik Moses tersebut?
"Lagian, kalo Letta jatuh, Letta bakal bilangin ke Ayah, supaya jangan nuntut Moses," kata Letta lagi.
Moses memejamkan matanya. Duh, berbelit kaya gini, berasa lagi ngobrol sama Mama.
"Emangnya, bokap lo mau cabut tuntutannya? Lagian walaupun gak di penjara, gue juga bakal mati di tangan bokap lo with anak buahnya," ujar Moses lagi. Letta menelengkan kepalanya, tak mengerti terhadap ucapan Moses.
"Eehh udah ah, kita jadi terlambat. Udah, lo pake aja, cepetan!" suruh Moses membuat Letta jadi terpaksa memakai helm tersebut, walau tak ikhlas.
Emangnya dia kenapa? Alergi terhadap warna merah? Atau dia takut kutu Moses mindah ke kepalanya?
Hm?
Emangnya Moses punya kutu?

Komento sa Aklat (95)

  • avatar
    AfaniSitimudzalifah

    sangat bagus ceritanya dan alurnya susah di tebak

    31/07

      0
  • avatar
    Kelas CKarmila

    bgus

    07/08/2023

      0
  • avatar
    prvt_araa

    best gila

    06/08/2023

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata