logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

[ Bagian 4 : Perayaan Mada ]

Delapan orang tua itu memilih mendahului kami, begitupun dengan Muzam dan istrinya yang memilih lokasi lain untuk menonton. Tinggal kami berdua, aku dan Belma memutuskan untuk bergabung dengan orang- orang yang sedang menonton parade. Seluruh penduduk berkumpul di sepanjang Victory Street, ada anak-anak yang masing-masing membawa bendera Agni. Kerumunan orang ternyata tidak hanya di jalan Victory, namun juga di lingkar tengah Distrik dua, tempat dimana taman victory dan gedung-gedung urusan pemerintahan berdiri mengelilinginya,  termasuk gedung dewan distrik.
Kertas confeti warna-warni tiba-tiba berjatuhan dan membuat suasana riuh ramai, seelah aku telusuri, ternyata semua kertas itu muncul dari tiga pesawat yang terbang rendah sepanjang jalan victory, mengeluarkan asap berwarna merah terang yang membuat mata siapapun terukau. Orang-orang dengan pakaian mantel sederhana dan juga anak-anak dengan seragam sekolah kusut berteriak bahagia dan bertepuk tangan bersamaan. Belma juga ikut melakukannya.
 Suasana meriah itu semakin menjadi-jadi ketika parade marching band dan sirkus serta hal-hal unik lain dan arak-arakan yang membawa tugu monumen mulai terlihat di ujung Victory Street. Bergemuruh dengan suara musik yang riuh tapi harmonis.
Mereka berbaris rapi dan berjalan beriringan, kostum yang di dominasi warna merah, adanya replika dari kertas berupa tugu monumen yang berwarna emas di belakang rombongan itu memberi variasi yang berpadu indah. Gelombang manusia terbentuk, bersamaan dengan bendera Agni yang dilambai-lambaikan. Telingaku mulai pengak ketika parade itu sudah mendekat ke Taman Victory. Belma yang paling antusias, aku tidak bisa menolak ajakannya untuk lebih dekat ke barisan anak-anak sekolah. Disini terlihat dengan jelas barisan parade tersebut. 
Dengan taburan hujan potongan-potongan kertas, mereka terlhat gagah, aku pikir kumpulan ini hanya terdiri dari pemain musik, namun ada barisan lainnya dibelakang. Ada barisan para opas dan pensiunan pabrik, mereka duduk di kursi roda dan di dorong oleh orang-orang dengan kostum seperti perawat. Merekalah barisan para lansia yang akan tinggal di Rumah Pensiun. Kurasa perayaan hari Mada ini juga sekaligus pembukaan gedung.
Mereka mulai membentuk pola-pola barisan yang mengitari sekitar bundaran Victory. Lalu, lagu selesai di putar dan kemudian berganti menjadi nada perkusi yang dipukul cepat. Seakan-akan ada sesuatu yang hendak muncul secara dramatis.
Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar suara gemuruh dari arah langit. Dari arah selatan dimana suara itu berasal, nampak Heliodrone kelas militer melayang rendah.  Mesin berbaling-baling empat itu menyiksa telinga orang-orang saat berada tepat diatas landasan darat. Angin ributnya melempar bendera plastik di genggaman. Iringan perkusi semakin lemah ketika pesawat Heli itu mulai mendaratkan tubuh besarnya. Dengung suara lautan manusia ini juga ikut-ikutan melemah, lalu benar-benar hening ketika orang nomor satu di Agni itu memunculkan dirinya.  Empat layar terbang tiba-tiba sudah nampak melayang disekitar taman, mengelilingi panggung Presiden. Lalu,  pancaran sinar holo mulai membentuk figur berbentuk persegi, dan wajah Sang Presiden terpampang disana, dengan senyum kharismatik yang sangat dipaksakan.
Belma sudah tidak tahan, dia ingin mendekat lebih dekat ke arah presiden Hoffier— seingat yang aku dengar itu nama akrabnya—namun jajaran para opas yang membentuk posisi lingkaran seperti menghalangi jalan mereka.
Beberapa opas mulai melakukan tindakan,  mereka menembakkan peluru peringatan  ke langit dan lautan manusia itu mulai diam dan patuh. Orang-orang berhenti mengoceh, mereka tenang di posisinya sendiri. Di saat semuanya mulai damai dan tentram, perlahan-lahan gerombolan orang semakin bertambah saja. Rasanya seluruh tubuh ini digilas oleh orang-orang yang mulai kepanasan dan tidak sabar.
Aku mencari cara untuk keluar dari lautan orang ini dan sialnya kami berada terlalu ditengah. Meskipun portal yang memberi jarak para penonton dengan jalur parade sudah dihilangkan, justru malah memperburuk keadaan.
" Kita harus cari sudut lain, disini aku tidak melihat apa apa." Keluh Belma. Kealanya selalu terhalang oleh kepala-kepala dan punggung orang lain yang lebih besar dan tinggi.
" Kita terjebak, argh...hei!" Aku terkejut saat ada orang yang menginjak kakiku. Namun, orang itu segera tenggelam dalam kerumunan. Ini benar-benar kacau.
Speaker panggung sudah menyala, presiden sebentar lagi akan membuka sambutan dan pidato kenegaraannya. Orang-orang semakin memadat dan memadat, sedangkan aku tidak bisa bertindak apapun, setiap melangkah ada saja kaki yang terinjak, entah aku atau mereka yang terinjak. Orang-orang yang ada disekitarku sejajar dengan tinggiku, menyulitkan untuk mencari jalan keluar. Belma terus mendongak dahu, mungkin dia sedang mencari cara untuk keluar. Ia tiba-tiba meremas tanganku, kuat-kuat.
" Aku menemukan tempat yang pas, tetap ada didekatku." Aku mengangguk perintah Belma. Dengan kuat dia menarik aku seperti anak kecil. Saking cepat dan kuatnya, aku terus menerus menginjak kaki seseorang. Hingga masalah besar muncul saat aku tidak sengaja menginjak kaki seorang warga distrik bertubuh dua kali lipat lebih besar daripada aku. Pria besar itu menghadangku dan itu membuat genggaman tangan kami terputus. Segera aku kehilangan jejak Belma yang tenggelam di riuhnya suasana.
" A-aku tidak sengaja, maaf, kau tahu teman suasananya benar-benar kacau kan?" Aku berusaha menyusun kata permintaan maaf, tapi Ia hanya berdiri menatapku dengan tatapan yang jelas membendung amarah.
" Di kawasanku, maaf harus dengan tindakan!" Ia mencengkram bahuku kuat-kuat, mendadak kumpulan orang ini memecah konsentrasi, membuat ruang antara aku dan pria besar ini. Ayolah! Aku tidak ingat kapan terakhir kali memukul orang. Pria ini dua kali lipat lebih besar daripadaku, jadi apa aku nanti?
" Kita bisa lakukan ini dengan damai kawan, tidak perlu adegan saling pukul bukan? Damai? Peace? Atau apapun itu yang artinya damai. Ayolah ini hari monumental, jangan dirusak dengan perkelahian kecil." Ocehku untuk menghangatkan suasana dan meredakan amarahnya, namun jelas ini akan gagal.
Dia mengunci bahuku hingga aku tidak bisa melakukan banyak gerakan, aku berusaha meronta tapi percuma saja. Ia menyeretku terus-menerus menembus keramaian dan kemudian sesuatu yang kerasa dan kuat sengaja di tabrakkan ke punggungku, seluruh kesadaranku berasa ingin keluar begitu rasa sakitnya menjulur ke seluruh tubuh, bahkan agaknya napasku tersentak keluar. Mataku terasa berkunang-kunang dan seluruh tubuhku tak bisa menahan diriku untuk jatuh merebah di hadapan pria besar yang mulai terlihat remang-remang. Ia meninggalkanku beigtu saja.
Beberapa menit setelah orientasiku kembali. Aku menyadari diriku sudah berada di luar kerumunan, yang berarti Belma sudah semakin dalam dan tidak terdeteksi. Aku terus berusaha masuk kembali namun orang-orang ini tidak membiarkannya. Aku berusaha mendorong namun mereka malah mendorongku balik. Aku berteriak-teriak memanggil Belma, namun tidak ada jawaban. Aku mengacak rambutku frustasi, apalagi setelah teriakan orang-orang semakin riuh, semakin ramai. Aku tidak bisa memikirkan apapun kecuali Belma, meskipun dia pasti bisa mengatasi hal ini, namun rasa khawatir itu selalu muncul.
Aku mencoba dongak dagu, melompat tinggi, atau hal lain untuk bisa beberapa sentimeter ada diatas rata-rata tinggi lautan orang ini dan mengidentifikasi Belma disana. Namun tidak ada tanda-tanda kemunculannya. Aku  terus memutar otak memikirkan hal lain kembali. Aku menatap sekitar dan hanya terlintas sesaat saat mataku berpadu pada tiang lampu jalanan yang menjulang, seketika itu pula aku menyadari sesuatu dan setitik ide muncul.

Komento sa Aklat (32)

  • avatar
    Mikey Tauman

    well baguss

    11/08

      0
  • avatar
    YuniYunita

    bagus

    24/05

      0
  • avatar
    SahatiOlot

    senang

    12/10

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata