logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

[ Bagian 1 : Perayaan Mada ]

Suara melengking panjang menusuk telinga setiap orang, bersamaan dengan itu mesin-mesin besar pabrik satu persatu mulai dimatikan.
Kemasan-kemasan protein padat yang sudah selesai di kemas di kotak  kardus sudah disusun rapi di gudang penyimpanan, robot-robot crane telah menatanya dengan tepat. Membawa itu satu persatu keluar sementara Heliodrone-heliodrone otomatis mulai mengambilnya dalam paket-paket besar yang tertata.
Nyaris bersamaan, helm dan masker pelindung kami lepaskan, umpatan-umpatan lega keluar dari banyak mulut yang kelelahan.  Kami berduyun-duyun ke ruang ganti untuk meneyimpannya di ruang loker.
Mochtar muncul mendadak di sampingku, melepas benda itu dengan kasar dan melemparnya ke dalam laci dengan tidak sabaran. Ketika orang tua itu merajuk, aku hanya bisa tersenyum dan menggeleng padanya. Dia akan memulai kalimat rutukan kembali. Untung tidak ada CVTV rekam kunci.
"Mereka benar-benar mempermainkanku, aku di pasangkan dengan anak baru itu! Mereka menempatkan anak kucing dengan rubah yang kelaparan. Untung aku tidak berniat mengigitnya." Ketusnya dengan napas yang tersengal-sengal.
Aku ingin menjawab umpatannya, setidaknya membuatnya lega beberapa saat. Namun, suara sirine lain memaksa kami berkelebatan keluar dari ruang ganti secepatnya. Akan ada rutinitas yang harus kami lakukan setiap sore.
Kami berkumpul di hadapan gerbang keluar pabrik. Layar besar yang terpampang di atas sana mulai aktif
Benda tipis tapi lebar itu memunculkan wajah seseorang yang mulai terkenal di Agni. Leon Hoffier, presiden Agni ke 50 yang baru terpilih beberapa hari lalu. Memberi senyuman diplomatis dan mulai berpidato.
" Untuk seluruh penduduk Agni, dari seluruh distrik dan wilayah koloni. Perkenalkan, saya adalah Leon Hoffier, Presiden Agni ke-50. Dengan penuh semangat masyarakat produktif saya mengucapkan terima kasih atas partisipasi kalian dalam bersama-sama membangun Agni menjadi negeri yang penuh kemuliaan dan kesejahteraan. Ini adalah hari yang damai dan tenang setelah perjuangan panjang para pendahulu kita sejak 150 tahun lalu berjuang melawan kelaparan, penderitaan dan ancaman-anacaman yang berusaha membuat kita lemah. Berkat darah mereka, berkat perjuangan mereka, Agni telah mencapai era yang mulia. Bersama-sama, dengan semangat humanis, mari kita bangun bersama Agni menjadi berjaya ribuan tahun, mari bersama-sama kita capai cita-cita kita. Waktu sudah sore hari, dan pengabdian kita selama satu hari ini akan membawa senyum lebih baik untuk Agni di masa depan. Salam kehormatan, salam kejayaan...." Presiden yang namanya baru saja aku kenal tersebut mengangkat tangan menghadap ke langit. Setelah itu, secara bersamaan kami menjawab salam tersebut. Bergemuruh seluruh ruangan seperti prajurit yang hendak berperang.
"...Saya Leon Hoffier, dengan ini akan mengabdi sepenuhnya demi kejayaan dan cita-cita seribu tahun Agni tercapai. Salam." Lalu, lagu nasional muncul bersamaan dengan transisi layar holo yang berganti menjadi lambang Agni, yaitu lambang Api dengan sayap yang merentang. Secara bersamaan, kami memegang dada kiri kami dan mulai menirukan suara yang muncul dari speaker serta membaca lirik yang muncul.
Semua saling bergaung, satu wanita, dengan tulang pipi yang jelas dan tangan yang kurus suaranya paling lantang dari semua orang ini. Mochtar hanya berdiri mematung sambil menyilangkan tangan di bawah perut, mulutnya tidak berucap apapun. Orang-orang dibelakangku malah berpura-pura beryanyi. Suara di dominasi oleh kerumunan di samping kirimu yang rata-rata baru beberapa bulan mengabdi di pabrik ini.
Diantara kumpulan pekerja baru itu, aku berhasil menemukan si anak baru yang dengan wajah kekanak-kanakannya kesulitan mengikuti alur lagu, sering terdengar dia mendahului nada pokok yang menggaung dari speaker. Para opas—nyaris aku melupakan orang-orang ini—yang berdiri di lantai dua dekat dengan layar hologram menyilangkan senjata laras panjang mereka dan ikut bernyanyi, satu yang berada di samping kiri layar menguap dan lingkaran hitam jelas tercetak di sekitar kelopak matanya.
Setelah hymne yang penuh dengan semangat dan hentakan itu selesai dinyanyikan, pintu tralis besi yang mengurung para pekerja di dalam pabrik ini terbuka setelah lampu indikator berubah warna menjadi hijau. Berduyun-duyun kami keluar dan terpaan angin sore yang dingin menerjang wajah kelelahan tanpa harapan serta mengusir sedikit rasa lelah dan keringat yang tercetak di seragam kami.
Burung-burung gereja di depan muka pabrik bertengger patung Wiliam Asshore, pendiri pabrik protein padat pertama kali sebagai pijakannya, menghiasinya dengan kotoran mereka sendiri.  Mereka mulai terganggu dan pergi ketika gerombolan manusia berpakaian abu-abu kebiruan keluar dari ruangan. Mataku mendapati Matahari sore menyemburat langit dengan suar-suar cahaya kuning kemerahan yang terhalang awan.
Heliodrone-Heliodrone berterbangan di atas langit, membawa orang-orang penting yang menjaga Pabrik tetap berjalan secara diplomatis dan administratif, kembali ke kediaman mereka yang nyaman di Libirum, sedangkan terlihat kontadiktif, kami berjalan santai menuju Peron Trem, menunggu kendaraan bobrok itu untuk menjemput kami kembali ke bilik-bilik kecil yang kami sebut rumah.
Berdesak-desakan adalah hal yang cukup lumrah. Di saat kondisi yang begitu kacau setiap sore itu, aku mencoba mencari seseorang, Mochtar, namun tidak kutemukan sosok tua bangka itu, menyerah, aku berdiam saja dibelakang buruh-buruh dengan tubuh besar dan kuat ini. Tubuhku yang kecil ini jelas bukan tandingan mereka, tapi untunglah tinggi kami sama, sehingga tidak merasa benar-benar terintimidasi. Kami menunggu dan terus menunggu, hingga suara-suara keluh ketidaknyamanan mulai bersahut-sahut.
Tidak biasanya Trem terlambat, bahkan sudah hampir setengah jam sejak kami berdiri lama disini tidak ada tanda-tanda benda tersebut muncul. Orang-orang mulai panik, karena langit sudah menggelap dan jam malam sebentar lagi diperlakukan. Aku mulai kesal, bintang-bintang sudah permanen di langit. Lampu-lampu Libirum mulai menyala terang, sedangkan kami masih terjebak di sini dan dentang jam malam sudah bertalu. Umpatan demi umpatan pun tidak lagi bisa ditahan.
Aku mendesah kesal, setiap orang menyalahkan masinis Trem tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dalam keadaan yang sangat kacau itu, seseorang tiba-tiba menepuk pundakku. Saat aku menoleh kesumber cahaya, mata kami otomatis beradu.
" Yah, akan ada laporan tiga puluhan orang yang mendapat surat peringatan pelanggaran jam malam." Keluhnya. Lalu, dia berdiri sejajar denganku.
Aku mengenali wanita dengan rambut yang digelung tersebut,dia tetanggaku, namanya Belma. Perempuan dengan stamina laki-laki, namun tidak menunjukkan tanda-tanda maskulinitas yang kentara, rupa gadis ini sepenuhnya perempuan. Hanya kebiasaan melengkingkan lengan baju yang menunjukkan sikap Androgeni-nya.
"Tidak biasa mereka terlambat, ini sudah hampir satu jam," Keluhnya, ia lipat lagi lengan bajunya yang mulai melorot. " , Benar-benar merugikan, oh ya, sesuai janjiku kemarin, sesampai di distrik aku ingin membayar makan malammu, atas kekalahanku bermain Air Strike holo minggu lalu."
Aku terkekeh ringan, nyaris saja aku melupakan rutinitas untuk menghabiskan malam sebelum libur mingguan tersebut. Kami sedang mencoba permainan baru, Belma sangat menipu dari tampilan fisiknya, namun skill bertempur dalam permainan holo yang biasa kami mainkan mulai menunjukkan perubahan. Ini adalah agenda liburan yang biasa kami lakukan, setiap malam sabtu kami punya banyak agenda untuk menghabiskan malam, yah..apa yang bisa dilakuan oleh pemuda-pemudi saat belum memiliki keluarga.
Menikah tidak terlalu dipentingkan dalam dunia sekarang, yang penting kami bisa hidup dan memiliki cukup makanan untuk esok hari, atau waktu untuk berekreasi, meski tidak banyak pilihan rekreasi yang bisa kami dapatkan di distrik 2. Pusat dari banyak hiburan-hiburan menyenangkan bagi para Urban adalah hiburan santai di distrik 3, ada begitu banyak tempat untuk sekedar mengobrol, bermain catur atau permainan video holo yang sudah kuno.
Meskipun jam malam tiap distrik biasanya lebih panjang daripada lingkungan industri, namun pelarangan untuk mobilisasi antar distrik membuat distrik yang sepi hiburan menjadi tersiksa. Tidak banyak tempat-tempat hiburan yang dibuka karena semuanya milik Pemerintah, dan tidak banyak tempat hiburan yang dibuka ketika malam hari.
Distrik 2 lumayan banyak plihan hiburan yang diberikan, satu tempat kegemaran aku dan Belma adalah Holo cafe. Salah satu konsep cafe murah dimana selain makan kami juga bisa bermain apapun disana, tentu dengan pengawasan para opas dan kamera CCTV rekam kunci.
" Lalu, setelah itu kita memulai pertandingan baru, bagaimana?"tawarku, setidaknya aku memberi kesempatan bagi Belma untuk menang, jika saja ia bisa. Sejak kami memutuskan holo cafe sebagai tempat menghabiskan malam liburan, ia jarang mengalahkanku, dalam jenis permainan simulasi seperti Air Strike.
" ehm...aku punya firasat baik malam ini aku akan menang, baiklah, setelah kita sampai di distrik." Ia sangat bersemangat, namun aku tahu dia tidak akan bertahan melebihi level 5.
"Itu bagus, aku melihatmu berkembang dari pertandingan-pertandingan sebelumnya, mungkin malam ini firasatmu akan benar." ucapku untuk membangun rasa kepercayaannya, namun dalam hati kecil aku tahu, dia tidak akan pernah berhasil. Aku melihat dari tertandingan-pertandingan sebelumnya.
" Aku akan berjuang mengalahkanmu, ingat, hanya satu ronde, tidak lebih."
" Oh...benarkah, aku takut, aku takut jika harus makan ditraktir lagi," candaku, dan Belma nampak menanggapi candaaku tersebut. Ia bersedekap menunjukkan ekspresi tidak yakin kepadaku.
" Kau meremehkanku ya?" ucapnya sambil tersenyum.
" Aku hanya berusaha membuatmu senang, itu saja, meski kenyataannya kau tidak pernah lebih jauh daripada ronde 5. Ingat itu."
Begitulah, obrolan sore kami selalu berasa hangat, meski terkadang membahas hal-hal yang sepele semacam ini, tapi lebih baik daripada membahas pemerintah dengan kata kata kasar dan tidak baik yang akan membuatmu dihilangkan. Itu bukan perasaan yang menyenangkan ketika kita dihilangkan. Di saat orang-orang mulai mengecoh kesal, kami malah terbahak-bahak saling bertukar cerita konyol.
Belma memang berbeda, entah mengapa, seakan-akan kami pernah punya hubungan yang akrab sebelumnya. Padahal aku baru mengenal dia saat pindahan kami ke wilayah pemukiman tenggara beberapa tahun lalu, setelah orangtua kami meninggal. Dia tentangga yang cukup misterius, namun cukup membuat orang lain nyaman bersamanya, dia adalah sosok ideal yang benar-benar mempraktekkan konsep Humanis dalam hidupnya.
Setelah cerita tentang pak tua yang menikahi seekor katak karena dikira istrinya, Trem yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Umpatan-umpatan yang diberikan para buruh hanya ditanggapi olehnya dengan ucapan. " Aku hanya bekerja disini, kerusakan mesin bukan salahku, mesin ini sudah tua, maaf."
Kami melesat pergi meninggalkan pusat industri, dan para opas di perbatasan kawasan memberi kami masing-masing surat peringatan akan jam malam kawasan industri. Tak terkecuali si sopir Trem menyebalkan itu yang terus menerus membantah akan kesalahannya. Dia diberikan surat tilang berwarna hijau, itu peringatan terakhir atau dia akan dipidanakan atau dilepaskan dari pekerjaannya.

Komento sa Aklat (32)

  • avatar
    Mikey Tauman

    well baguss

    11/08

      0
  • avatar
    YuniYunita

    bagus

    24/05

      0
  • avatar
    SahatiOlot

    senang

    12/10

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata