logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

[ Bagian 3 : Distrik 2 ]

Akan aku ceritakan padamu apa itu kebebasan bagi kami.
Satu kebebasan yang  nyata adalah kebebasan untuk bekerja dimana pun setelah masa bakti kerja 2 tahun di distrik awal terpenuhi, tapi tantangannya lebih sulit.
Bekerja di luar distrik , selain jam kerja yang lebih mencekik, bisa sampai 12 jam sehari, kau juga diwajibkan mengambil shift kerja malam 4 kali dalam sebulan. Bahkan bisa sampai hampir 2 kali lipatnya.
Mungkin, bagi mereka yang ingin mendapatkan banyak uang— yang kebanyakan akan dihabiskan untuk memenuhi hasrat terpendam dan menyewa wanita, tapi marilah berpikir positif, mereka melakukan itu karena melepaskan tekanan —tidak memikirkan resiko kesehatannya.  Akan tetapi, Bagi mereka yang memiliki keluarga, kebanyakan dari mereka akan berpikir ulang.  Aku bisa bilang cukup aman jika hanya bekerja di distrik sendiri. Lagipula ada banyak pekerjaan sambilan yang bisa dilakukan untuk memenuhi tabunganmu. Sisa-sisa sebelum perang besar dan bencana Great Quake 150 tahun lalu cukup menarik di mata para kolektor benda-benda sejarah dan antik kaum Perlente. Apalagi wilayah distrik dua dekat dengan perbatasan kawasan kota mati. Disana banyak ditemukam barang-barang yang cukup bernilai finansial tinggi.
Benda yang paling mahal, menurut kabar dari teman-temanku yang juga pemburu barang-barang antik, adalah potongan dari artefak-artefak kuno yang dihancurkan pada masa pembangunan besar 110-120 tahun lalu sejak Agni berdiri. Benda itu  punya nilai cukup untuk membiayai hidup di distrik sampai 3 bulan maksimal. Selain itu, benda-benda elektronik kuno seperti  perkakas layar  pra hologram juga sama berharganya. Tak jarang orang-orang ini menghabiskan liburan mereka ke zona pembuangan sampah atau ber petualang di tengah hutan untuk mencari artefak apapun dari sisa perang.
Trem mulai berhenti, fasilitas gratis ini menurunkan para penumpang terakhir di dekat peron yang ternyata baru saja di perbaiki. Nampak di sebalik peron trem, sesaat setelah gerbang tralis berwarna putih bergeser otomatis, bangunan megah, besar dan berwarna hitam keabu-abuan—warna khas distrik 2—yang memanjang kebelakang dengan beberapa corong-corong beruap cumolonimbus menampakkan diri. Berduyun-duyun kami memasuki gedung tersebut.
Mochtar sudah bergabung dengan para pekerja senior, si anak baru tersebut terlihat gugup namun dengan segera ada seseorang yang buatnya tersenyum. Sedang aku masih berjalan santai sendirian. Saat melihat anak itu, aku teringat masa-masa ketika awal masuk di pabrik ini, aku bernasib mirip dengan anak baru itu, namun tidak semudah dia yang mendapatkan teman.
Di awal-awal tahun kerjaku, Mochtar adalah satu-satunya orang yang aku ajak berbincang. Tapi, semua orang setuju, jika tahun-tahun awal hanya percobaan, lihat saja satu tahun kedepan ia akan punya lebih banyak orang untuk mengobrol. Mungkin, inilah sisi yang baik dari pekerjaan buruh, meski gaji yang di dapatkan terlalu minim untuk kami.
Seseorang menepuk pundakku, aku mengenalinya. Namanya Haradi. Kumis tipis dan tiga titik tahi lalat di dekat mata itu identitas utamanya. " Sabtu-minggu besok, kami berencana untuk menggali di tanah pembuangan. Asmir menemukan sepetak tanah penuh barang mengkilap, dan kemungkinan besar lebih banyak terkubur di bawahnya. Kami kekurangan orang, kau tahu maksudku kan?"
Haradi, dia satu blog apartemen denganku. Terkadang suka berisik dengan pemutar musik portabel yang dia beli bulan September kemarin. Ini kedua kalinya dia mengajakku berburu harta karun, namun kali ini dia sangat ingin aku datang dan bergabung. Haradi seharusnya tahu, aku tidak ingin melakukan pencarian.
Maka, aku menjawabnya. " Aku tidak tertarik dengan ha-hal semacam itu, kau bisa cari orang lain, tapi jangan aku."
Ia masih memohon, " Hei, ayolah. Kemungkinan harga dari barang ini cukup menggiurkan, kau bisa kaya dan membeli pemutar musik sepertiku atau hal-hal lain yang menyenangkan. Siapa orang di dunia ini yang tidak tertarik dengan uang?"
Aku menatap wajahnya, " Aku."
" Kami tahu tentang adikmu, aku beri kesempatan sampai hari sabtu besok. Ingatlah, tawaran ini tidak datang dua kali. " Ia menggeleng kepala, menepuk pundakku agak keras dan melenggang pergi meninggalkanku.
Mungkin, kalian akan berpikir aku aneh. Siapa lagi orang yang tidak butuh uang? Semua pasti butuh uang bukan?
Namun, aku punya alasan lain untuk tidak melakukan itu. Adikku—ya aku belum menceritakan pada kalian—sedang koma dan sedang kritis, dia membutuhkanku.
Kecelakaan Trem beberapa bulan lalu membuatnya harus menderita berbulan-bulan dengan fraktur tulang, kerusakan paru-paru dan  cedera otak parah yang buatnya kesulitan untuk hanya menggerakan jari manisnya. Jika aku pakai dana Asuransi kesehatan keluarga dari fasilitas pabrik kau hanya akan mendapatkan fasilitas rawat inap kelas dasar, obat-obatan ringan dan pereda rasa sakit, tidak ada yang lebih dari itu. Sedang adikku butuh lebih banyak obat-obatan dan terapi berkelanjutan.
Menjual benda-benda kuno juga tidak mendatangkan uang secepat yang di tawarkan Haradi.   Setiap barang antik dinilai harganya oleh pembeli sendiri. Penjual tidak punya andil besar menentukan harga pasar. Sedangkan, selera aneh para pembeli membuat pekerjaan ini jadi semakin tidak menyakinkan.
Dari info yang aku dapat, kaum Perlente yang suka menghambur uang untuk barang-barang rongsokan kini mulai menunjukkan tren selera yang semakin sulit seperti barang-barang pecah belah, ornamen-ornamen lawas dan ukiran-ukiran besi. Sedangkan,  perangkat layar pra-holo yang beberapa tahun kemarin sempat jadi perburuan besar kini sudah sepi peminat, sedangkan barang yang diinginkan mereka itu sangat langka, jarang ditemukan baik di reruntuhan kota, di hutan maupun di pasar gelap. Maka, alasanku menolak tawaran Haradi jelas sekali.
Aku butuh uang yang lebih banyak, sangat banyak dan butuh waktu cepat untuk mendapatkannya.
Bergabung dengan komplotan perampok terdengar mnyakinkan, tapi aku tidak mau menyembuhkan adikku dengan uang dari hasil jarahan.
Pagi itu, harusnya aku fokus pada kerjaan. Tapi, ketakutan akan adikku buatku memikirkan kembali tawaran Haradi.
Lampu hijau dari gerbang yang terbuka buat pikiranku berhasil fokus. Pabrik sudah dimulai, dan aku harus fokus sekarang.

Komento sa Aklat (32)

  • avatar
    Mikey Tauman

    well baguss

    11/08

      0
  • avatar
    YuniYunita

    bagus

    24/05

      0
  • avatar
    SahatiOlot

    senang

    12/10

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata