logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Sadjak

Sadjak

eagleon12


Tukang Onar

"Sial! Jam segini baru beres semua!" Seorang gadis dengan seragam SMA dan rambut yang masih berantakan berlari begitu saja sembari menggigit sebuah roti. Ia bergegas memakai sepatunya ketika sampai di luar dan menghampiri motornya yang berada si garasi. Matanya melirik jam di tangannya, pukul 07.13 terpampang di sana.
Ah, sial!
Dengan kecepatan hingga 100 km/jam, Sadin memacu motor sportnya menyalip sana-sini. Seolah tak punya rasa takut, ia menantang maut dengan berani. Baginya, omelan Pak Hardi selaku guru BK jauh lebih menakutkan daripada kasarnya aspal menggores kulit.
"Huh. Telat lagi gua," gumam Sadin lirih. Motor sport miliknya telah dititipkan di kafe Mbok Rame, kafe yang berada di pojok sekolah yang juga menjadi tempatnya biasa nongkrong.
Dengan langkah pasti, Sadin berlari menuju tembok belakang sekolah. Jarum jam di jam tangan miliknya telah menunjukkan pukul 07.33, padahal jam masuk adalah 07.00. Perjalanan yang harusnya ditempuh dalam waktu 30 menit diringkas menjadi dua puluh menit. Tanpa ragu, ia memanjat tembok setinggi dua meter dan turun dengan mulus tanpa suara. Dilanjutkan dengan berjalan mengendap menuju kelasnya. Beruntung tidak ada guru atau petugas sekolah yang sedang apel.
***
Hari ini ia aman karena Bu Dewi, sang guru matematika peminatan ternyata berhalangan hadir. Gadis itu memasuki kelas dengan santai seolah tidak merasa bersalah.
"Kurang pagi lu berangkatnya, Din," celetuk Ferry, sang ketua kelas.
"Heleh. Kaya lu nggak pernah aja. Kenapa Bu Dewi gak masuk, Fer?"
"Berpergian. Katanya sih nengokin ibunya gitu. Tumben lu perhatian nanyain Bu Dewi. Lu sehat kan?" tanya Ferry dengan pandangan menyelidik.
"Biasa aja woi. Gua sehat. Gua cuma penasaran aja. Bu Dewi kan jarang banget gak masuk. Malah bisa dibilang gak pernah. Gak kaya Pak Sis, antara masuk sama gak masuk banyak gak masuknya," jawab Sadin bersungut-sungut seraya menjitak dahi Ferry.
"Woi, jitakan lu sakit banget sumpah. Heleh, gak masuk juga elunya seneng, kan?"
"Hehe. Tau aja lu."
Sadin yang baru masuk segera menuju bangkunya. Sebuah kursi kosong di pojok kelas, tempat strategis untuk tidur saat pelajaran sekaligus tempat yang paling pertama diperiksa guru ketika akan memulai ulangan.
Suara kelas yang gaduh itu tak mengusik Sadin yang hendak tertidur. Malah, Sadin semakin merasa mengantuk dan segera berlayar ke alam mimpinya.
***
"Sadin, bangun. Sadin, ada berita penting ini. Iihh, susah banget sih lu dibangunin," gerutu Udin yang sejak tadi mengguncang tubuh Sadin.
"Ada apa sih, Din. Sumpah, lo ganggu tidur gua," omel Sadin.
"Tapi penting ini, Din. Penting banget." Udin malah semakin agresif untuk membangunkan gadis itu. Sadin yang memang tidak suka diganggu dari tidurnya segera menatap Udin tajam.
"Kalo hal gak penting yang mau lo omongin, gua pastiin elo nanti malem gak bisa tidur tenang gara-gara mencret! Udah cepet bilang ada apaan! Jangan sampe singa yang udah lama tertidur ini bangun," ancam Sadin kesal.
"Iya, iya. Dengerin dulu. Hari ini ada pengacakan kelas. Hasilnya sudah ditempel di mading ... "
"Cuma itu? Elo bener-bener ganggu gua tau nggak?"
"Hei, jangan asal potong, dong. Dengerin dulu napa. Pengacakan ini bukan kaya dulu yang dipilih dari prestasi dan attitude. Tapi pengacakan kali ini yang memilih gurunya, jadi ada rapatnya. Gua tau elo pinter pake banget, cuma sikap lo yang selalu jadi pertimbangan guru buat masukin lo ke kelas unggulan. Masalahnya sekarang pemilihannya diacak. Kita semua kesebar di lima kelas. Hal yang bikin mual adalah, kita semua dijadiin satu sama kelas XI MIPA 1, walaupun kelas itu juga disebar."
Dalam akademik, Sadin bisa diuji. Meskipun ia sedikit bermusuhan dengan angka. Dalam olahraga juga ia lumayan menonjol. Tapi, gadis itu tidak dimasukkan ke kelas unggulan sejak kelas satu karena pihak sekolah mendapatkan catatan dari SMP tempat Sadin sekolah dulu. Meskipun secara paralel ia menempati peringkat 20 besar, guru-guru sepakat untuk tidak memasukkan gadis itu ke kelas favorit yang berisikan anak-anak dengan peringkat 30 besar dengan alasan kesejahteraan bersama.
"Jadi maksud lo, kita semua bakal sekelas sama anak-anak songong itu? Oh My God. Gua males dan makin mual sama mereka," gerutu Sadin.
"Ya, lo bener banget. Gua juga bakal langsung bentol-bentol gara-gara sekelas ama mereka."
"Elo masuk kelas berapa?"
"Gua kebagian XI MIPA 3. Yang dari kelas ini empat orang, sisanya acakan dari kelas lain. Yang terbanyak sih ya penghuni aslinya, MIPA 3. Dari MIPA 1 ada empat anak MIPA 2 ada enam anak, MIPA 4 ada tujuh anak, sisanya ya penghuni asli. Beruntung gua, soalnya gak terlalu alergi. Yang ngenes itu elo, Din!" Raut wajah Udin semakin menggelap. Sadin langsung menyadari sesuatu dari raut wajah temannya itu.
"Eh, jangan bilang gua kebagian kelas kurang piknik itu?"
"Sayang nya elo bener."
"Anjay. Bisa gumoh tiap hari gua."
"Yaa, siap-siap sedia minyak telon. Gua yakin bakal masuk angin mulu lo, Din."
"Haha. Bisa aja lo. Kapan mulai pindahnya?"
"Hari ini. Lo gak sadar sama penghuninya yang udah berubah?"
Sontak Sadin mengedarkan pandangannya. Barulah ia tersadar bahwa teman sekelas, ralat, mantan teman sekelasnya sudah terisi wajah-wajah baru.
Ah, lagi-lagi sial!!!!
***

Komento sa Aklat (31)

  • avatar
    FarahYui

    bagus

    20/08

      0
  • avatar
    VidiaSelvi

    seru

    19/08

      0
  • avatar
    Fitriana Tobing

    keren

    10/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata