logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Perkenalan

Namaku Putri, Putri Azizah Pratama anak tunggal dari pasangan Muhammad Pratama dan Siti Fatimah. Tepat di tanggal 11 Agustus aku dilahirkan dalam keadaan sehat di sebuah desa yang juga menjadi tempat kelahiran Ibuku. Kedua orang tuaku menyambut bahagia kedatanganku.
Aku, Putri Azizah Pratama menempati tahta tertinggi di keluargaku. Aku anak pertama dan cucu petama di keluarga Ayah dan Ibuku. Ya, mereka keduanya adalah anak sulung. Sejak kecil aku mendapatkan perhatian dari seluruh keluargaku. Saat berumur 8 tahun kami pindah ke kota. Aku memulai masa sekolah ku di kota itu.
Keluargaku dulu tidak berkecukupan. Seingatku dulu keluarga kami kerja keras banting tulang.
Dalam ingatanku yang dulu masih anak-anak, aku tidak punya uang untuk jajan di sekolah baru dan teman-teman banyak yang menjauhiku karena menganggapku kumal. Pakaian sekolah yang aku kenakan terkadang adalah pemberian dari sanak saudara.
Apa-apa kami serba mandiri. Kehidupan kota dan kehidupan desa jauh berbeda. Tetangga di kota tidak terlalu memperdulikan apa dan siapa orang yang ada di samping rumah mereka. Beda dengan tetanggaku dulu di desa.
Ada masanya aku merindukan kehidupan di desa dulu. Aku merindukan teman-temanku yang mau bermain denganku meskipun aku tidak punya uang.
Di kota, kami hidup susah. Ayah harus melanjutkan Pendidikan kuliahnya dan Ibu memulai bisnis rumahan dari modal satu juta rupiah. Sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari menggunakan uang hasil kerja part time Ayah yang sebenarnya tidak cukup untuk kebutuhan kami di kota karena di sini serba mahal.
Kenangan-kenangan dulu sedikit masih tersimpan di memori otakku sebagai kenangan indah, tanda bahwa kami dulu juga pernah berjuang dengan keras. Bukan sebagai kenangan menyakitkan, tetapi kenangan penyemangat yang jadi motivasi kami untuk tidak lagi sedikit-sedikit mengeluh.
Aku membantu Ibu dengan apapun yang bisa aku lakukan saat itu. Aku terbiasa siap-siap sekolah sendiri dan menyiapkan segala keperluanku sendiri. Sedangkan Ibu sibuk memasak sarapan dan bekal untuk aku dan Ayah serta beberes rumah dan lanjut jualan. Setelah sarapan, Ayah mengantarku ke sekolah menggunakan sepeda motor sebelum Ayah ke kampus. Jaraknya lumayan jauh, Ayah harus memutar untuk ke kampus.
Lama-kelamaan, bisnis Ibu berkembang dan Ibu bisa memulai perusahaannnya. Tidak lama, Ayah juga menyusul dengan keberhasilannya. Ayah menjadi seorang dokter bedah. Setelah perekenomian kami stabil, kami pindah ke rumah yang sekarang masih kami tempati.
Sekarang umurku sudah menginjak kepala dua. Aku juga kuliah seorang Mahasiswi semester 5 Jurusan Psikologi di salah satu Universitas ternama di Indonesia. Aku punya beberapa teman yang begitu baik dan juga satu pacar yang setiap hari membuat hatiku berbunga-bunga.
Orang-orang bilang aku dilahirkan dengan "sendok emas" di mulutku. Nyatanya, aku juga pernah hidup susah. Mungkin karena hidupku sekarang serba berkecukupan dan itu menjadi penilaian orang yang berkata demikian tanpa melihat perjuangan kami dulu.
Kami? Kenapa kami padahal aku masih kecil dan belum bekerja. Apa yang sebenarnya aku lakukan?
Aku mengesampingkan egoku. Aku membuang seluruh keinginanku untuk bermain. Aku lebih suka membantu Ibu di rumah. Meringankan beban Ibu dengan berusaha mengurus diriku sendiri dan membantu pekerjaan kecil di rumah seperti mencuci piring dan terkadang juga menyapu.
Aku terlahir dari seorang Ibu yang berprofesi sebagai seorang pengusaha dan mempunyai seorang Ayah yang berprofesi sebagai seorang dokter bedah. Fantastis bukan?
Wow, itu kata teman-temanku saat tahu profesi kedua orang tuaku. Mungkin inilah buah lezat dari pohon yang kami tanam dan kami rawat dengan sepenuh hati.
Aku kadang terharu dengan perjuangan Ayah dan Ibu. Mereka sering kali tidak tidur semalam. Karena itu apapun yang dikatakan kedua orang tuaku aku akan menyetujuinya.
Banyak yang beranggapan aku adalah anak yang kesepian karena selain tidak punya saudara, kedua orang tuaku juga hampir tidak pernah ada di rumah sekarang. Tatapan mereka yang melihatku menunjukkan sebuah ekspresi kasihan, sejujurnya aku tidak pernah suka tatapan seperti itu. Memang benar orang tuaku sibuk, tapi aku tidak pernah kesepian. Ayah dan Ibu selalu berusaha meluangkan waktu setiap hari untukku walau hanya sekedar makan malam dan menanyakan bagaimana kuliahku. Kami juga sering berlibur saat weekend.
Lagipula, aku mengerti. Tidak mudah bagi mereka untuk sampai ke titik ini. Aku juga merasakan bagaimana menderitanya mereka. Jadi, wajar jika mereka berusaha mempertahankan dan menghargai apa yang mereka punya saat ini. Toh, ujung-ujungnya semua yang mereka lakukan itu untukku.
Aku juga selalu membantu pekerjaan Ibu saat senggang, walaupun sangat berbeda dengan jurusan yang aku ambil. Dulu, saat memilih jurusan ini aku tidak berani mengatakannya kepada Ayah dan Ibu untung saja saat ketahuan mereka sangat mendukungku. Mereka tidak pernah memaksakan apa yang sudah menjadi keputusanku. Namun, kali ini mereka sangat tidak menyukai pacarku. Pacar yang saat ini kulihat sedang berjalan mendekat menghampiriku.
"Sayang, udah lama ya?" tanyanya setelah membuka masker lalu duduk di kursi. Kami saling menatap, dia duduk bersebrangan denganku.
"Enggak kok, ini baru sampai," jawabku. Padahal, aku sudah sampai dari tadi bahkan sempat diganggu oleh orang gila itu.
Nah, ini dia pacarku yang tidak direstui Ayah dan Ibu. Namanya Valdi, dia Jurusan Komunikasi di kampus dan sekarang sudah semester akhir. Sebenarnya aku tahu alasan Ayah dan Ibu tidak menyukai Valdi, karena dia belum punya pekerjaan.
Menurutku, itu hal yang wajar. Valdi saja belum lulus kuliah. Hanya saja, Ayah begitu menentang jika aku ketahuan berpacaran dengan Valdi.
"Aku udah pesenin minuman kesukaan kamu nih,” ucapku.
"Makasih ya sayang." Valdi mengelus rambutku.
Valdi seorang anak pengusaha, dia juga terlahir dengan "sendok emas" dimulutnya hanya memang berbeda denganku. Sejak kecil dia sudah merasakan nikmatnya dimanja dan keluarganya memang sudah kaya.
Aku melihat raut wajah kesepian saat pertama kali bertemu dengannya. Berawal dari ekspresinya aku menjadi penasaran. Hingga akhirnya, aku mendekati Valdi dan sering bertemu dengannya.
Saat itulah baru aku mengetahui kisah Valdi. Di usianya yang baru menginjak 6 tahun ibunya meninggal dunia karena kecelakaan. Ayahnya kecanduan judi dan sering memukuli Valdi. Hidupnya kelam selama beberapa tahun hingga datanglah tante Ninda yang sekarang menjadi Ibu tiri Valdi.
Tante Ninda tidak hanya merubah Ayah Valdi tetapi juga kehidupan Valdi. Valdi merasakan kasih sayang dari seorang Ibu, Ayahnya juga sangat menyesal atas sikapnya dulu.
Tetapi, ada ingatan yang membekas di benak Valdi hingga menimbulkan trauma yang mendalam. Valdi tidak bisa berada di ruangan sempit, tempat yang gelap gulita, dan dia tidak bisa melihat tali.
Selain trauma, Valdi juga menjadi sosok yang over protektif. Karena kenyataan bahwa Ibunya sudah pergi bahkan sebelum Valdi tiba di rumah sakit membuat Valdi sangat membatasi pergerakan dan pergaulanku saat ini. Ingatan terburuk dari anak berusia 6 tahun.
"Sayang, sayang. Kok melamun?" tanya Valdi.
"Hmm." Aku tersadar dari lamunan dan melihat ke arahnya.
Samar-samar terlihat sesuatu yang tidak asing di kursi belakang Valdi. Ah, sudah kuduga ternyata mereka lagi. Valdi terlihat kebingungan dengan ekspresi yang ada di wajahku. Sengaja kuberi kode untuknya melihat siapa yang akan kami temui di sana.
Bersambung...

Komento sa Aklat (176)

  • avatar
    Wulann1Lintang

    sip

    30/07

      0
  • avatar
    ZaidiAinaa

    BESTTTTTT!!!

    11/07

      0
  • avatar
    NyllNyl

    konyol

    10/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata