logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

2. Kotak kado

"Kalau gitu aku pergi dulu kak." Ranna sudah melangkahkan kakinya. Namun suara cowok itu menginterupsi dirinya. Menghentikan kakinya yang bersiap melangkah lagi.
"Tunggu."
Ranna mundur satu langkah lagi.
"Ada apa ya kak?"
Cowok itu menatap Ranna. Membuat Ranna seketika diam di tempatnya. Cowok itu diam beberapa detik. Sebelum akhirnya mengucapkan pertanyaan yang membuat Ranna seperti tidak percaya.
"Siapa nama lo?"
"Hah?" Ranna tidak langsung menjawab. Ia sedikit terkejut mendengar ucapan Afriyan padanya. Ranna mengerjapkan matanya. Mencoba bersikap biasa saja. Cewek itu berharap Afriyan mau mengulangi pertanyaannya. Mungkin saja cowok itu salah ngomong. Tapi nyatanya, cowok itu hanya diam. Seolah tidak mau mengulang pertanyaannya dan harus segera dijawab.
"Emm, namaku─" Ranna menjeda ucapannya sebentar. "Namaku Ranna kak."
"Oh." Cowok itu mengangguk singkat.
"Kenapa ya kak?"
"Tanya aja," setelah mengatakan itu Afriyan berlalu. Ranna menatap cowok itu bingung. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa.
***
Ranna mengambil sepedanya di parkiran sekolah. Ia menaiki sepedanya dan mengayuhnya pelan, keluar dari gerbang sekolah. Di halte dekat sekolah, Ranna melihat seseorang yang tengah berdiri sendirian. Cewek itu mengayuh sepedanya sampai di depan halte.
"Kak Luk kok belum pulang?" Tanya Ranna. Luluk yang tengah melihat ponselnya, kini mendongak.
"Tadi gue ketinggalan bus. Sekarang lagi nunggu angkot kalau lewat," Jawab Luluk.
"Bareng gue aja. Kita kan searah," tawar Ranna.
"Tapi kan rumah gue lebih jauh dari rumah lo."
"Nggak papa. Sekalian gue juga pingin tahu dimana rumah Kak Luluk. Ayo, Kak Luk!"
Luluk mengangguk. Dia menaiki sepeda Ranna dan duduk di belakang. Ranna mengayuh sepedanya kembali. Melewati jalanan yang tampak lenggang.
***
Ranna sudah sampai di rumahnya. Rumah yang terlihat sederhana dan tidak terlalu besar. Tapi Ranna cukup nyaman di sana. Ia memakirkan sepedanya di depan rumah dan masuk kedalam rumah. Ia melihat Ibunya, tengah duduk di kursi ruang tamu. Ranna menghampiri ibunya, Ulfa. Berniat ingin menyalaminya.
"Assalamualaikum bu," baru saja mengangkat tangannya untuk bersalaman. Ibunya berdiri dan langsung menampar pipinya.
Ranna terhenyak. Ia menatap ibunya. Tangannya yang semula terangkat kini turun perlahan.
"Ini udah jam berapa?!" Ulfa menatap tidak suka pada Ranna. Ranna sadar. Ia sudah pulang telat. Tadi ia mengantar Luluk dan ternyata rumah Luluk jaraknya lumayan jauh dari rumahnya. Padahal ia sudah berusaha mengayuh sepedanya dengan cepat. Agar dirinya tidak pulang telat. Walau akhirnya tetap saja terlambat. Tapi ini memang kemauannya, jadi ia harus bisa menerima konsekuensinya.
"Kamu itu seharusnya tahu diri kalau numpang di rumah orang!" hati Ranna seakan teriris mendengar itu. Dia menunduk.
"Maaf Bu."
"Udahlah! Cepet masak dan bersih-bersih rumah. Jadi perempuan jangan malas!" Ulfa berlalu pergi.
Ranna menunduk. Menyadarkan dirinya kalau ia bukan siapa-siapa di rumah ini. Ia berjalan menuju kamarnya dan ganti baju. Lalu menuju dapur. Memasak seadanya bahan makanan yang ada di dapur.
Ranna memang sudah biasa. Pulang sekolah masak atau membersihkan rumah. Seperti yang dikatakan ibu nya, Ulfa. Ia hanya numpang di rumah ini. Ulfa, wanita umur kepala empat itu adalah ibu angkatnya. Ia tidak terlalu ingat, kenapa ia tiba-tiba ada di rumah ini. Yang ia ingat. Kejadian beberapa tahun lalu membuatnya kehilangan. Dan ia bersyukur, Ulfa mau menampungnya di rumah ini. Sebagai balasannya, Ranna membantu pekerjaan rumah Ulfa.
Ranna sudah selesai memasak. Ia menaruh semangkuk sayur sup,  sepiring tempe goreng, dan semangkuk kecil sambal terasi di meja makan. Ranna tersenyum melihat masakannya. Meskipun hanya masakan sederhana. Tapi cita rasanya luar biasa menurutnya. Tiba-tiba kursi di ruang makan berderit. Seseorang menarik kursi mundur lalu duduk di sana.
"Abang, baru pulang?" Tanya Ranna pada abangnya itu, Renzi.
"Lo nggak lihat gue baru pulang," Renzi menjawabnya dengan sinis.
"Abang mau makan?" Ranna melihat Renzi memutar bola matanya malas. Enggan untuk menjawab pertanyaannya. Ranna menatap abangnya, seolah mengerti Ranna beranjak dari sana. "Biar Ranna ambilin piring bang," Ranna mengambil piring dan sendok lalu meletakkannya di meja. Kemudian Ranna berjalan menjauh.
***
Ranna berangkat lebih pagi ke sekolah. Karena hari ini adalah jadwal piketnya. Tadi ia bangun pagi dan lebih dulu masak dan membersihkan rumah. Setelah itu baru berangkat sekolah.
Ranna memakirkan sepedanya dan segera masuk kedalam kelasnya. Ia lebih dulu mengambil sapu yang berada di pojok kelas, yang memang sudah disediakan. Ranna sedikit menunduk untuk meletakkan tasnya di meja. Sebelum sesuatu di dalam laci meja menarik perhatiannya. Ia melihat ke dalam laci mejanya dan melihat sebuah kotak kado kecil di sana. Dia mengambil kotak kado itu.
"Kotak kado apa ini?" Gumam Ranna. Ia memperhatikan kotak kado itu. Ia tak yakin jika kotak kado ini untuknya. Tapi kalau iya. Lalu dari siapa? Padahal hari ini bukan hari spesial untuknya. Apa dia punya pengagum rahasia? Ah, sepertinya tidak. Dirinya saja jarang bergaul dengan orang di sekolah ini. Lalu kenapa kotak kado ini bisa berada di laci mejanya? Atau mungkin ada orang yang salah menaruhnya. Ranna jadi bingung memikirkannya.
Ranna menatap sekeliling. Tidak ada siapapun di kelas selain dirinya. Ranna menatap kado yang ada ditangannya. Mungkin jika ia membuka. Mungkin saja ia bisa tahu kotak kado itu untuk siapa atau dari siapa. Ranna membuka kotak kado itu. Tidak ada sesuatu yang spesial dari isi kado itu. Hanya secarik kertas kecil yang bertuliskan Hallo Ranna ditambah emot senyum di bawahnya. Tulisan itu berwarna merah.
Ia tahu seseorang menulisnya dengan spedol warna merah bukan darah.  Dan ia yakin kalau kado ini memang tertuju untuknya. Tapi siapa yang memberikannya? Dan sejak kapan kotak kado ini berada di lacinya? Apa kemarin? Ranna tidak tahu dengan jawabannya. Ini begitu misterius untuknya. Ah, sudahlah. Ranna seharusnya tidak perlu memikirkannya terlalu panjang. Lebih baik ia segera piket kelas saja. Lagi pula ia pun tidak tahu maksud adanya kotak kado ini atau maksud dari tulisan ini. Entah akan memberi pertanda baik atau buruk. Cewek itu harap semoga nantinya akan baik-baik saja.
Ranna meremas kertas itu. Kembali memasukkannya kedalam kotak kado itu dan melemparkannya asal ke dalam tong sampah yang ada di kelas. Lebih baik dia piket kelas saja. Soal kado itu dia akan mencari tahu nanti.
***
Istirahat kali ini Ranna dan Luluk memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Katanya mau ngadem sebentar sebelum mata pelajaran selanjutnya. Hanya pura-pura membaca atau meminjam buku. Minimal ada yang dikerjakan dari pada disuruh keluar karena tidak melakukan apa-apa. Sedangkan Shinta memilih berdiam di kelas sambil main handphone.
Di dalam perpustakaan, hanya ada beberapa orang dan satu penjaga perpustakaan. Jadi mereka berdua nantinya sedikit lebih leluasa untuk ngadem sebentar.
"Ran, duduk di pojokan aja ya? Biar nggak kelihatan," ajak Luluk.
"Ayo Kak."
"Eh, tapi kita ambil buku dulu. Pura-pura baca aja. Biar nggak ketahuan kalau kita lagi ngadem di sini," Ranna dan Luluk tertawa bersama. Suara mereka agak keras membuat Ranna langsung menutup mulutnya.
"Kak Luk, suara kita kekerasan."
"Iya, sorry lupa. Tapi penjaga perpus untungnya nggak tahu," Luluk berjalan menuju rak buku diikuti Ranna. Mereka mengambil satu buah buku dan memilih meja yang rawan di ketahui banyak orang. Padahal tanpa mereka sadari ada orang yang memperhatikan mereka sedari tadi. Saat mereka baru saja masuk ke dalam perpustakaan.
Sebelum duduk Luluk melihat sekelilingnya. Matanya sempat menatap sosok yang duduk tak jauh dari meja yang mereka pilih. Raut wajah Luluk terlihat berubah dan Ranna menangkap perubahan itu.
"Ran, gue nggak jadi," Luluk memberikan buku yang dia ambil tadi pada Ranna. Dan langsung berjalan keluar.
"Mau kemana Kak?"
"Gue di kelas aja." Luluk sudah keluar dari perpustakaan sebelum Ranna bertanya lebih lanjut.
Ranna menghela nafasnya pelan. Ia tidak tahu apa yang membuat Luluk tak jadi ngadem di perpustakaan. Padahal yang memiliki ide adalah cewek itu. Tapi tiba-tiba Luluk buru-buru keluar. Lebih baik Ranna juga keluar saja. Dari pada sendirian, kan nggak enak.
Ranna membalikkan badannya, ingin mengembalikan buku yang ia ambil tadi. Namun Ranna kaget begitu ada orang yang berdiri tepat di belakangnya. Buku yang Ranna pegang pun tanpa sadar terjatuh.  Mata Ranna tertuju pada iris mata orang itu. Bola mata yang hitam dan tatapannya terlihat begitu tajam. Orang itu pun juga menatap Ranna. Membuat tubuh Ranna seketika membeku di tempatnya.
***

Komento sa Aklat (54)

  • avatar
    Mamakalling11

    1000

    23d

      0
  • avatar
    Gladis Anasa Gladis

    yee

    31/07

      0
  • avatar
    RiopratamaJudika

    gak ada

    12/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata