logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

BULY DI SEKOLAH

"Liza! gue bilang gak usah nyari masalah lagi!"
"Kenapa? kenapa kamu belain dia terus ha?!"
"Gue gak belain siapa siapa! disini emang Lo yang salah! bisa gak jadi cewek gak usah banyak tingkah dan Lo itu cuma di jadiin budak oleh Bianca!"
Teriakan teriakan itu berasal dari kantin. Banyak pasang mata melihat pertengkaran itu. Banyak sorak heboh murid SMA Darmajaya, bagaimana tidak ketos mereka sedang bertengkar dengan seorang wanita.
"Udah!" tekan Alina. Ia pusing berada di antara kedua orang yang bertengkar ini, apa lagi Liza selalu membawa nama nya ia tidak suka itu.
"Lo bilang udah? setres Lo! kalau gak karna Lo gue gak akan putus sama Geral!" Liza menarik tangan Alina kasar keluar dari kantin. Dia membawa nya ke gudang sekolah di ikuti kedua temannya, sedangkan Geral yang bingung harus apa hanya berdiam diri di kantin.
"Kenapa sih kamu nyalahin aku? lagian kamu sendiri yang minta putus sama kak Geral tadi!" bela Alina. Dia tidak salah di sini tapi Liza seolah olah menyalahkan dirinya.
"Heh cupu, kalau Geral gak bela Lo tadi Liza gak akan minta putus!" sinis Bianca mendorong tubuh Alina hingga terbentur tembok.
"Asal kalian tau aku cape! cape ngadepin kalian semua yang seenak nya sama aku! kalian gak mikir jadi aku gimana!" satu bulir air mata lolos dari mata Alina. Sosok Alina kembali keluar Alina yang lemah bahkan dia tak bisa melawan ketiga orang di hadapan nya ini.
Tanpa merasa iba, Bianca membenturkan kepala Alina Kedinding. Mereka keluar dan mengurung nya di dalam gudang. Sedangkan Alina yang sudah tak bisa apa apa hanya menangis, takdir selalu tak berpihak padanya.
Brak.
Pintu gudang sekolah dibuka dengan kasar, terlihat jelas oleh Alina siapa yang datang. Senyum Alina muncul begitu saja, entah dia juga tidak tahu tapi rasa bahagia terletak di hatinya.
"Lo di buly?" tanya Devan, ya orang itu Devan. Merasa iba dengan Alina Devan menggendong Alina bridal style.
"Kak, kenapa ya orang orang gak suka sama aku?" tanya Alina menatap wajah tampan Devan dari bawah.
"Mungkin mereka iri."
"Kalau ada yang jahatin Lo bilang aja ke gue, oke!" lanjut Devan merebahkan tubuh Alina di brankas UKS sekolahnya. Alina hanya mengangguk paham, ia sangat senang ada yang peduli pada dirinya di sekolah ini.
"Devan, kenapa kamu baik sama aku? padahal yang lain pada jahat."
Pertanyaan Alina membuat Devan menghentikan aksinya mengobati kepala Alina, dia memandangi Alina lekat,"Gue ada masalah apa sampe sampe harus jahatin Lo?"
Alina mengangguk paham, syukurlah Devan beneran tulus baik pada dirinya. Dia bukan ragu tapi banyak orang berbuat baik pada dirinya hanya untuk memanfaatkan nya.
"Oh iya, kalung kamu." beri Alina Pada Devan. Untung ia ingat untuk mengembalikan kalung Devan yang jatuh tadi.
Devan mengambil kalung itu, diluar dugaan Devan malah memasang kalung itu di leher jenjang Alina.
"Devan?"
"Sengaja, anggap aja sebagai hadiah pertemuan pertama kita."
"Pertemuan itu biasanya indah tapi ini aneh." Alina terkekeh pelan mengingat kejadian saat Devan menumpang pada sepedanya.
"Aneh nya dimana?"
"Ya pas kamu nebeng, padahal kan di sini gak ada yang mau naik sepeda."
"Jangan samain gue sama mereka yang selalu Lo sebut sebut itu."
"Em, baiklah."
"Devan, aku boleh nanya gak?"
"Boleh."
Sebenarnya Alina ragu untuk bertanya, tapi dia harus bisa batin nya terus menyemangati."Kamu udah ada pacar?"
"Ada, tapi dia udah gak di dunia lagi." tatapan Devan berubah menjadi sendu.
"D-dia udah meninggal?"
"Iya, dia meninggal 1 tahun lalu karna sakit. Dia mengidap penyakit leukimia, gue hancur banget dimana orang yang selalu nyemangatin gue pergi ninggalin gue bahkan dia pergi untuk selamanya."
"Sabar ya, kamu masih punya orang tua yang bisa jadi penyemangat kamu."
"Orang tua?" beo Devan beberapa saat kemudian ia tertawa getir, saat mengingat bagaimana keadaan keluarganya.
"Apa orang tua gue pantas di sebut orang tua?" cicit Devan lirih.
"Yang namanya orang tua pasti pantas di sebut orang tua, seharusnya kamu bersyukur masih punya orang tua. Kamu tau? aku udah gak punya orang tua lagi, mereka ninggalin aku saat umur aku tepat menginjak 16 tahun. Saat itu mereka pulang dari kantor untuk menjemput aku nginap di rumah nenek di Bandung, tetapi kita bertiga kecelakaan dan kedua orang tua aku meninggal. Hanya aku yang selamat."
"Terus Lo tinggal sama siapa?"
"Aku tinggal sama nenek, tapi dua bulan lalu nenek udah gak ada, aku sendiri dan aku kembali ke Jakarta kebetulan aku dapat beasiswa. Makanya pada gak suka sama aku, karna alasan aku gak mampu bayar uang sekolah."
"Jadi Lo sendirian? Lo gak takut?"
"Gak, aku udah terlanjur nyaman sendiri. Kadang ada bulan bintang yang jadi temen aku saat malam."
"Udah udah, cerita Lo buat gue mau nangis."
"Kamu sendiri kenapa sampai bilang orang tua kamu gak pantes di sebut orang tua?" giliran Alina yang bertanya.
"Orang tua gue pisah saat umur gue 10 tahun, dan gue tinggal sama papa gue. Mamah gue udah nikah lagi. Lo tau? selama tinggal sama papa gue selalu dapat kekerasan mulai dari belajar dan lain lain. Kalau nilai gue turun dikit aja siap siap tubuh gue kena pukul, dan kalau gue gak nurut gue di siksa. Gue sebenarnya bisa aja melawan tapi gue masih mikir kalau dia papa gue."
"Apa sampe sekarang kamu di siksa?"
"Iya, bahkan gue di tuntut jadi juara terus. Padahal gue udah juara umum terus terusan tapi dia terus aja nuntut gue gak boleh gue keluar rumah, katanya kalau gue main nilai gue akan turun."
"Kamu sabar ya, di setiap kesusahan akan ada titik kebahagiaan. Gak sekarang mungkin nanti."
Devan tersenyum lalu mengusap puncak kepala Alina pelan. Rasanya ia sangat lega bisa bercerita tentang kehidupan nya pada orang lain. Selama kehilangan kekasihnya dulu ia selalu menyimpan masalah nya sendiri.
"Na, makasih ya."
"Makasih kembali hehe. Bentar sejak kapan kamu manggil Aku Na? biasanya orang manggil aku Lin bisa juga Lina."
"Sejak sekarang."
Jawaban yang sangat aneh tapi benar juga, Alina melihat mata Devan mata yang berbeda dari yang lain. Warna yang kecoklatan sangat indah dan nyaman untuk di lihat.
"Kalau gitu aku mau panggil kamu Ion aja!"
Devan mengeritkan dahinya bingung, panggil yang sangat aneh.

Komento sa Aklat (43)

  • avatar
    SusilawatiSusi

    terimakasi

    18/08

      0
  • avatar
    JulaehaNeneng

    bagus

    17/06

      0
  • avatar
    Ko Na

    seru

    05/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata