logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Hanya Anak Sambung

"Assalamualaikum," ucapku setelah sampai rumah. Ya, aku bersyukur karena bisa sampai rumah dengan selamat.
"Waalaikumsalam," jawab Mbah kung yang lagi nonton TV.
Sebelum masuk kamar ku cium tangan beliau dengan penuh takzim. Selesai ganti baju lekas aku shalat dzuhur baru makan.
"Pelan pelan Rin, kayak orang kelaparan saja!" gerutu mbah kung ketika aku makan dengan lahap.
Tanpa aku jawab, aku menghabiskan makanan yang ada di piring. Piring telah aku cuci kini saatnya pergi ke rumah Ibu.
"Mbah, aku pergi ke rumah ibu dulu. Takut nanti kesorean kalau pulang," pamit ku pada mbah Putri.
"Iya hati-hati, ke sana naik apa?" tanya beliau lagi.
"Motor mau mbah kung bawa lho," sahut mbah kung yang masih fokus nonton TV.
"Iya mbah, aku naik sepeda saja. Ya sudah aku berangkat dulu. Assalamualaikum,"
Adzan ashar aku baru sampai di rumah ibu. Setelah mengucapkan salam aku menemui ibu dan ayah yang lagi tidur di depan TV. Ya, mereka tidak tau kalau aku datang.
Untuk mempersingkat waktu, segera aku mencari dedaunan untuk pakan kambing ayah. Hanya sebisa dan semampuku. Setelah selesai segera ku bersihkan kandang dan memberikan makan.
"Sudah selesai Rin?" tanya Ayah Yogi yang terlihat baru bangun tidur.
"Sudah Yan, tapi pakannya cuma segitu," ucapku sedikit takut dan menunduk.
"Ya, sudah cukup itu. Kalau sudah selesai halaman depan sapu dulu. Sekalian rumah pel!" perintah Ayah Yogi. Setelah menaruh semua alat untuk membersihkan kandang. Kini aku ambil sapu dan mulai menyapu halaman.
"Kariin...!" teriak Rara yang melihatku menyapu halaman. Dia sudah terlihat cantik dan wangi.
"Eh jangan deket deket, aku masih bau kambing!" tolakku saat dia mau mendekat dan memelukku.
"Huft, kamu sudah mengerjakan PR? Nanti kamu nginep tidak? Kalau nginep nanti malam belajar bareng,"
"Habis ini aku langsung pulang Ra, nggak nginep. Nanti malam baru bisa mengerjakan. Kapan kapan kalau aku nginep sini kita belajar bareng,"
"Ya sudah, kamu lanjutkan lagi. Dari tadi dilihatin Ayah mu terus. Aku pulang dulu, sampai ketemu besok!" pamit Rara dan berlalu meninggalkan ku.
Selesai menyapu, ngepel dan membakar sampah. Segera aku pamit pulang, apalagi jam sudah menunjukkan pukul 17.15. Badanku terasa sangat lelah sekali, pusing yang tadi aku rasa masih saja terasa.
"Jam segini baru pulang, nglayap kemana dulu Rin?" tanya mbah kung sinis.
"Dari rumah ibu, mbah. Baru selesai makanya baru pulang," jawabku jujur dan segera pergi untuk membersihkan diri.
Adzan magrib telah berkumandang, selesai mandi lekas aku shalat magrib.
"Makan dulu Rin, baru belajar!" ucap mbah Putri. Dan ku jawab dengan anggukan saja.
Setelah makan aku minum obat sakit kepala lalu pergi belajar. Menyiapkan buku, mengerjakan tugas rumah dan membaca materi untuk besok pagi. Pukul 21.00 baru ku tutup buku dan beranjak untuk istirahat.
"Ya Allah, ternyata begini beratnya cari uang. Kuatkan aku untuk menjalani ini semua ya Allah," ucapku lirih sambil memijat dan mengoleskan balsem pada kaki ku yang terasa sakit. Apalagi tadi waktu cari pakan kambing, jariku tertusuk duri.
"Rin, sudah tidur?" tanya mbah Putri yang masuk kamarku.
"Ini mau tidur mbah, ada apa?"
"Sampai kapan kamu akan membantu Ibu dan ayah mu?" tanya mbah Putri yang terlihat nelangsa.
"Tiga bulan ke depan mbah, kenapa?"
"Setiap hari seperti ini? Atau kamu tinggal di sana dulu saja, biar tidak terlalu capek. Mbah sebenarnya tidak tega lihat kamu harus ke sana ke mari,"
"Tidak mbah, kata Ayah aku suruh di sini saja. Tidak apa-apa kok, insyaallah aku bisa,"
"Apa besok kamu bawa baju ganti saja, biar kamu bisa langsung berangkat ke sekolah,"
"Tidak nek, aku tidak ingin merepotkan ibu. Kalau aku ganti di sana, nanti baju kotorku bagaimana? Kalau di sini kan bisa aku cuci sendiri Mbah,"
"Ya sudah kamu memang keras kepala, tapi kalau pagi kamu di kasih sarapan kan sebelum pulang? Ibu kamu masak atau tidak?"
"Ibu masak kok, tapi... aku sungkan sama Ayah Yogi mbah kalau makan di sana, kalau boleh biar aku makan di sini saja sebelum berangkat sekolah. Boleh Mbah?"
"Dia memang terlihat tidak suka sama kamu, mbah tau itu. Tapi mbah bersyukur dia masih mau membantu biaya sekolah kamu Rin,"
"Wajarlah mbah, aku hanya anak sambung. Tapi aku sayang sama Ayah Yogi seperti ayahku sendiri mbah,"
"Hmmm... tidurlah, mbah juga mau tidur!" ucap Mbah Putri sebelum beranjak meninggalkan kamarku.
Setelah kepergian Mbah Putri, aku segera tidur. Rasa lelah yang aku rasa membuatku mudah terlelap. Tidak terasa waktu begitu cepat, aku yang baru saja memejamkan mata tapi alarm sudah berbunyi.
Walau badan terasa remek, aku tetap bangun shalat subuh dan pergi ke rumah Ayah Yogi. Sebenarnya aku takut pergi masih pagi buta seperti ini, sepanjang perjalanan aku terus saja bersholawat untuk mengusir rasa takutku.
Tok...
Tok...
Tok...
"Assalamualaikum," ku ucapkan salam setelah sampai di depan pintu. Namun yang punya rumah sepertinya masih terjaga, karena tidak ingin membuang waktu lekas aku menuju ke belakang rumah.
"Gi, dari tadi anak mu mengetok pintu kok nggak kamu buka? Ada apa dia pagi-pagi sudah datang?" Ku dengar tetangga menyapa Ayah yang lagi duduk di teras sambil minum kopi. Sedang aku sedang menyapu halaman samping sehingga bisa mendengar percakapan mereka.
"Bukan anak ku, tapi anaknya Nana. Biarkan saja, kebiasaan memang itu orang. Datang ke sini itu kalau tidak minta makan, ya minta uang!" ucap Ayah sinis.
"Owalah... aku kira ada apa, ya sudah aku pergi dulu," pamit tetangga Ayah.
Selesai menyapu halaman lekas aku membersihkan dalam rumah. Aku ingin segera pulang. Tapi di saat pekerjaan ku selesai dan bersiap untuk pulang langkahku dihentikan Ayah.
"Sebelum pulang, cuci dulu piring kotor!" kata Ayah sinis.
Tanpa menjawab segera aku angkut piring dari meja dan segera mencuci segala peralatan masak dan piring kotor. Setelah berpamitan lekas ku lajukan motor dengan kecepatan yang lumayan ngebut. Semua karena waktu sudah semakin siang dan aku belum mandi.
Tanpa mengucapkan salam segera aku ambil handuk dan pergi mandi.
Tidak ada waktu buat makan, selesai bersiap aku menyuap dua sendok nasi dan langsung berangkat ke sekolah.
"Tidak sarapan dulu Rin?" tanya Mbah Putri saat aku berpamitan.
"Tidak sempat Mbah, sudah jam setengah tujuh lebih. Nanti aku bisa telat," jawabku jujur dan terburu-buru.
"Sudah dikasih uang saku?" tanya mbah lagi, bingung aku harus jawab apa. "Kenapa? Tidak di kasih uang saku sama Ibu mu?"

Komento sa Aklat (118)

  • avatar
    JoniWar

    bacaanya mantap

    6d

      0
  • avatar
    fikriansyah anggaraAngga

    cerita nya bagus

    21d

      0
  • avatar
    AmaliaYamizatul

    Bagus ceritanya kak

    23d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata