logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 4 | Lelaki itu

Sorot mata itu tampak tak asing...
Terasa familier ... padahal aku yakin ini pertama kali kita bertemu ... Deja vu? Ya! Aku merasa seperti itu saat bertatapan mata denganmu. Tidak! Bahkan rasanya seperti sudah muak sejak pandangan pertama. Entah mungkin karna memang kita pernah bertemu, atau pertanda kita akan sering bertemu?~
*
*
*
Motor CBR oren melesat cepat di hadapan Zheyya lalu menabrak lelaki yang hampir meraih Zheyya, hingga terpental. Beberapa orang yang ada di toko barber dan warung pinggiran melihat apa yang terjadi. Tapi tak ada yang berani mendekat karena mereka tahu, anak-anak berandal yang sedang tawuran lebih menakutkan daripada monster. Mereka terlalu takut untuk ikut terlibat, dan tidak mau mengambil risiko.
“B*ngs*t! Beraninya sama cewe! Pengecut t*l*l!” teriak lelaki yang menabrak itu. Sudah dipastikan lelaki itu adalah musuh dari berandalan yang akan menyandera Zheyya. Tapi Zheyya masih belum bisa bergerak dan malah gemetar ketakutan.
“Naik!” titah lelaki itu pada Zheyya.
Zheyya menatap kosong ke arah jalanan.
“Naik beg*!” sekali lagi lelaki itu berteriak sambil memaki.
Zheyya terenyak lalu refleks Menuruti perkataan lelaki dibalik helm trail itu, meninggalkan pemuda-pemuda berandalan yang mulai berkerumun membantu temannya yang terlempar cukup jauh. Zheyya mendekap erat lelaki yang tak dikenalnya itu, jantungnya berdegup kencang. Suara knalpot motor yang menderu, melesat cepat, meredam suara teriakan dan makian dari berandal yang siap mengejar mereka. Tapi vespa hitam itu tidak cukup cepat untuk menyusul CBR oren yang Zheyya tumpangi.
Motor yang melaju cepat membuat Zheyya merasa seperti terbang, dan perlahan kesadarannya ikut memudar. Saat pelukan Zheyya perlahan terlepas, motor pun ikut melambat lalu berhenti.
“Woy! Jangan tidur dong! Hey! Rumah lo di mana? Biar gua anterin! Hey!” ujar lelaki itu sambil menepuk-nepuk lengan Zheyya, dan sebelah tangannya lagi menahan tubuh Zheyya yang lunglai.
Tapi gadis itu tak bergeming sedikit pun. Terpaksa dia pun menepikan motornya, lalu parkir di dekat halte. Pemuda itu pun menggendong Zheyya dan membaringkannya di bangku halte. Merogoh saku celananya, pemuda itu menelepon seseorang.
“Di mana? Ke halte pengkolan sekarang! Cepet!” titahnya tanpa basa basi, lalu menutup telponnya.
Beberapa saat kemudian seseorang dengan motor N-max datang mendekat, dan berhenti tepat di depan pemuda itu.
“Ada apaan sih? Baru aja markirin motor, eh ...” pemuda itu membuka helmnya lalu pandangannya tertuju pada Zheyya yang terbaring tak sadarkan diri.
“Gila! Lo apain tuh cewek?” tanyanya kikuk.
“Gua cabut dulu, udah ditungguin doi,” bukannya menjawab pertanyaan pemuda itu malah menaiki motornya.
“Eh dodol ditanya malah mau pergi ga jelas amat! Maksud lo apaan nyuruh gua kemari somplak!” cerocos pemuda itu.
“Yaelah berisik amat. Pokoknya tangguin cewe itu sampe dia sadar, udah gitu doang,” timpalnya.
“Dah ya, gua cabut. Mau apel dulu. Bye!” tambah pemuda itu sambil membenarkan helm trilnya sembari menyalakan mesin motornya.
“Eh dasar gila malah pergi! Gua harus bilang apa kalo dia sadar dasar anak onta,” omel pemuda itu saat motor CBR oren itu melesat dan hilang di ujung jalan.
***
Malam yang semakin dingin dan sepi membuat tubuh Zheyya mulai membeku kedinginan. Lelaki itu mendekat ke arah Zheyya lalu duduk di sampingnya, tepat di dekat kepalanya. Pemuda itu melirik Zheyya ... “Dasar anak onta, maen tinggalin aja ini anak orang,” gumamnya.
Beberapa saat pemuda itu sibuk dengan gawainya, sesekali sudut bibirnya tersungging saat menatapi layar ponselnya itu. Saat ujung matanya melirik Zheyya, terlihat gadis itu menggigil tanpa sadar. Pemuda itu menyentuh pipi Zheyya ... “Gila dingin banget udah kaya es batu,” gumamnya.
Spontan dia pun membuka jaketnya lalu diselimutkan ke tubuh Zheyya.
‘Mukanya kayak kecapean banget, ngeliatnya aja kasian. Ko bisa malem malem gini cewe keluyuran di luar?’ Batinnya sambil menatapi wajah Zheyya yang kelihatan lusuh.
Tiba tiba gadis itu mengerutkan kening, dan perlahan membuka matanya. Mengerjapkan mata beberapa kali, dan akhirnya dua manik mata legam itu terbuka. Menyadari ada seseorang di dekatnya, Zheyya terperanjat dan mencoba bangkit.
“Si ... Siapa kamu!” tanya Zheyya panik.
“Eh, tenang-tenang! Gua ga ada niatan jahat ko,”
Zheyya menarik mundur tubuhnya, mencoba berdiri tapi terhuyung dan tersungkur lagi. Sialan lemah banget sih ini badan. Batin Zheyya merutuki badannya yang lemah.
“Gausah maksain berdiri, santai dulu. Tadi mungkin, temen gua yang bawa lo kemari. Trus dia nyuruh gua jagain lo sampe bangun, soalnya dia ada perlu dulu ....“ jelas pemuda itu.
Zheyya memutar kembali ingatannya, berpikir sejenak lalu mencerna situasi. Ah! Jadi berarti dia temennya cowo motor CBR tadi, batin Zheyya.
“Oh, iya. Tadi dia nolongin aku soalnya tadi ada tawuran, dan aku hampir dicelakain,” tutur Zheyya.
“Di mana rumah lo? Biar gua anterin,” tanya pemuda itu.
“Ayo, naik,” tambah pemuda itu.
Zheyya berpikir sejenak, tapi tidak menolak tawarannya lantaran badannya sudah terlalu lelah dan lemah. Dia pun mengarahkan pemuda itu menuju rumahnya. Dan tepat di depan sebuah gang, Zheyya menepuk pundak pemuda itu.
“Di sini aja,” ujar Zheyya lalu turun.
“Makasih ya, ini jaketnya makasih juga,” tambah Zheyya.
“Gapapa pake dulu aja. Lo sekolah di SMA BAHAGIA juga kan?” tanya pemuda itu.
“Iya,”
“Balikin di sekolah aja,” tutur pemuda itu sambil tersenyum.
“Oh, kalo gitu siapa nama kamu?” tanya Zheyya.
“Juna, kalo lo?”
“Zheyya,”
“Oke Zheyya, sampai ketemu di sekolah. Cepet masuk dingin,” titah Juna.
Sementara Zheyya sudah berbalik dan melangkah, Juna masih belum menyalakan mesin motornya. Pemuda itu menatap punggung Zheyya, hingga menghilang di balik gelap. ‘Apa gara gara udah lama ngejomblo ya? Kok gua seneng liat tuh cewe?’ Batin Juna. Tersenyum tipis, pemuda itu pun menyalakan motornya lalu melaju lambat sembari bersenandung kecil.
***
Malam yang terasa amat panjang bagi Zheyya membuatnya ingin berdamai dengan lelah, mengistirahatkan tubuh dan pikiran, lalu terlelap dalam kenyamanan. Saat kedua kakinya berhenti di depan sebuah rumah, dia melepas sepatunya dan berjalan perlahan menuju pintu itu.
Kriett ....
“jam berapa ini,” sebuah suara sinis, datang dari balik pintu yang baru saja Zheyya buka.
“Mama ....“ gumam Zheyya saat kedua matanya menatap seorang wanita yang sedang duduk sambil menimang bayi di pangkuannya.
“Besok besok gausah pulang sekalian. bawain baju semua. Jam segini anak perempuan baru pulang,” celoteh mama Zheyya penuh penekanan dan sinis di setiap katanya.
“liat noh jam berapa sekarang,” tambah wanita itu.
Zheyya spontan melihat ke arah jam dinding, tepat jam 12 malam.
“Maaf ma,” gadis itu tak menjelaskan apa pun.
Ia pun meninggalkan mamanya yang masih ngedumel sambil menepuk-nepuk paha bayi itu. menggantung tas ransel dan jaket yang ia kenakan lalu membantingkan tubuhnya ke kasur lantai yang terlihat sudah lepek. Bergulang-guling beberapa kali, mencari posisi nyaman, lalu duduk sila menghadap jendela dengan gorden coklat lusuh di hadapannya.
‘Tidak bisakah mama menanyakan kondisiku? Ah, tidak. Aku, tidak boleh mengeluh untuk apa pun. Aku yakin mama hanya lelah! Aku kuat. Aku gadis yang kuat.’ Batin Zheyya sambil menggeleng pelan dan menengadah menahan air mata yang tidak jadi tumpah. Teringat sesuatu, Zheyya bangkit, meraih ranselnya, dan mengeluarkan keresek hitam pemberian bu Ratna tadi. "Makanan," gumam gadis itu. Dia pun beranjak keluar kamar, menaruh keresek itu di atas meja yang dipunggungi mamanya. "Mama pasti belum makan, ini ada kue buat mama dan dik Azhar," ucap Zheyya.
"Zheyya ... tadi bantu-bantu di rumah bu Ratna," tambah Zheyya.
"Ini uang buat beli beras besok," sekali lagi Zheyya berkata tanpa respon dari mamanya, ia pun kembali ke kamarnya.
Mama Zheyya melirik ke atas meja, dua lembar uang sepuluh ribu, dan keresek makanan. wanita itu meraih makanan pemberian putrinya itu, mengeluarkan kuenya dan menatapnya dalam diam
" ... Mam ... mam ...." suara Azhar kecil membuyarkan lamunannya. Jemari bayi itu meraih raih kue yang dipegang mamanya.
"Azhar mau kue nak?" tanya Mamanya dengan suara parau menahan tangis, sembari menyodorkan kue marie pada putranya yang baru berusia setahun itu. Dan bendungan itu pun meluap, wanita itu tak sanggup menahan tangis yang ditahannya sedari tadi. sambil memeluk bayinya dia terus terisak pelan, "Zheyya ... syukurlah," gumamnya.
Bagi wanita itu Zheyya adalah anak gadisnya satu satunya, seseorang yang sangat berharga, meski begitu ia tak sanggup mengutarakannya pada Zheyya. Karna ego, adalah satu satunya hal yang ia miliki.
Zheyya membaringkan tubuhnya, meluruskan kedua kakinya perlahan. Menatap langit-langit kamar dari bilik yang reyot itu, atap yang sama sekali berbeda dengan yang dipandanginya tadi sore. Tapi seperti apa pun, tempat itu adalah istananya, perlahan matanya tertutup ....

Komento sa Aklat (48)

  • avatar
    maisacinta

    keren sekali

    24d

      0
  • avatar
    JoniMarjo

    amazing

    12/08

      0
  • avatar
    BeatrizSamara

    bomm

    06/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata