logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Part 07

Kain Basahan Basah di Kamar Mandi
Part 07: Main Tangan
Rusly nggak sabar esok tiba. Jam sudah menunjukkan dua puluh tiga lewat enam menit Waktu Indonesia Barat, rasa ngantuk sudah menghampiri netranya. Dia merebahkan badan gempal nya di atas ranjang. Akhirnya dia tertidur berlayar ke pulau seribu.
Sementara ibu dan aku masih asyik bercengkrama di ruang tamu.
"Nesya, kalau Rusly mencoba macam-macam kepadamu, jangan sungkan cerita samaku. Agar ibu memberikan pelajaran padanya," ucap Bu Wardah sembari menyeruput teh manis hangat yang sudah dingin.
Aku hanya mengangguk dan tidak menjawab apa yang diutarakan Bu Wardah.
"Maaf Bu, tanpa mengurangi rasa hormat. Alangkah baiknya kita istirahat sejenak, mataku sudah tidak bisa lagi di ajak kompromi untuk berceritera denganmu, Bu. Aku rasa lain kali saja kita lanjut," ucapku.
Sebenarnya aku sangat sungkan mengatakan ini kepada ibu mertuaku. Aku takut dikatain kurang sopan.
"Aduh, aku sampai lupa waktu. Begini kalau sudah cerita, tidak sadar waktu itu sangat cepat berputar. Rasanya baru saja mulai bercengkrama, ternyata sudah hampir tiga jam lebih. lebih baik kita istirahat agar esok kelak tubuh tetap fit dan kembali segar," jawabnya.
Aku dan Bu Wardah beres-beres. Kuangkat gelas teh dan piring tempat cemilan ke dapur. Aku fokus mencuci gelas bekas teh hangat sementara ibu mertuaku membereskan sampah yang ada di atas meja di ruang televisi.
"Bu! Aku ke dapur mencuci gelas ini. Biar saja aku yang mematikan televisi itu."
Aku sudah selak mengangkat gelas dan piring kecil. Aku lupa mematikan televisi terlebih dahulu.
"Kamu nggak boleh capek-capek, Nesya! Aku tidak mau kalau ...."
Ibu Wardah tidak melanjutkan perkataannya. Aku hanya mengulas senyum seolah mengerti dan paham apa yang hendak disampaikan ibu mertuaku.
Usai sudah semua, terasa letih juga mencuci gelas dan piring yang sedikit itu. Aku dan ibu mertuaku langsung menaiki anak tangga menuju kamar berada di lantai dua.
"Pelan-pelan saja naiknya, Nesya! Nggak usah buru-buru."
"Iya, Bu!" jawabku pelan.
Aku merasakan sesak di dada, tidak biasanya aku naik tangga seperti ini. Namun, aku diam saja tanpa bercerita kepada ibu mertuaku. Aku tidak mau merepotkannya lagi.
"Selamat beristirahat ibu, semoga yang kita lakukan satu hari ini berkah dan tidak sia-sia," ucapku setelah sampai di depan kamar.
"Aamiin," jawabnya. Dia mengukir senyum. "Alangkah bahagianya aku mendapat menantu seperti kamu, Nesya! Aku tidak membiarkan kamu menderita sekali pun itu Rusly yang melukaimu."
Bu Wardah menepuk bahuku pertanda kagum dan senang. Tidak berapa lama, ibu mertuaku membuka pintu kamar lalu masuk ke dalam.
Setelah Bu Wardah masuk, aku masuk ke dalam kamar dan langsung merajut mimpi ke pulau seribu.
****
Pagi telah menyapa bumi, aku bergegas bangun untuk melaksanakan kewajiban aku dua rakaat. Rusly tidak pernah menuntunku menghadap kiblat, sedangkan dia saja tidak tahu kapan terakhir kalinya salat menghadap sang ilahi.
Usai sudah kewajibanku kepada sang maha pencipta, kini aku bergegas menyiapkan sarapan pagi. Walaupun kondisi badanku lagi hamil. Aku berusaha memasak buat sarapan pagi untuk suamiku juga ibu mertuaku.
"Nona Nesya, ternyata sudah duluan di dapur. Maafkan saya, Non. Saya kesiangan hari ini," ucap Bi Ijah. 
"Aku kira siapa, eh ternyata Bi Ijah."
Aku melanjutkan mengulek bawang merah untuk bumbu nasi goreng.
"Biar aku saja, Non!" ucap Bi Ijah.
"Ijah yang lain saja."
Walaupun aku punya Bi Ijah, selagi masih bisa aku kerjakan. Lebih baik aku yang melakukannya. Aku orangnya sangat sungkan. Apalagi Bi Ijah sudah senja ditambah lagi baru pulang kampung.
Tidak berapa lama, Bu Wardah datang ke dapur membantu memasak. Padahal sarapan nasi goreng sudah selesai aku buat.
"Aduh, aku jadi nggak enak sama Nona, tuan dan ibu. Sebenarnya ini tugas saya membuat sarapan. Malah Non Nesya yang menyediakan semuanya. Saya minta maaf, kepada nona juga ibu," ucap Bi Ijah sambil menundukkan kepala. Dia merasa bersalah dan lalai terhadap tugas dan tanggungjawabnya sebagai pembantu.
"Nggak usah merasa bersalah, Bi. Pokoknya sarapan pagi sudah selesai tepat waktu."
Rusly datang sambil sibuk merapikan kancing bagian lengan. Dia memandangku melotot, seolah bola matanya mau keluar dari sarangnya. Aku bersikap biasa. Aku merasa tidak bersalah dalam hal apa pun.
"Nggak apa-apa, santai saja Bi Ijah. Lagi pula, Bi Ijah pasti capek habis bersihin gudang buat kamar tidur pembantu baru nantinya," ujarku sambil meletakkan telur dadar di meja makan.
Aku sengaja menyuruh Bi Ijah membersihkan kamar belakang. Aku tidak mau lagi ada Lala di rumahku.
"Serius?! Nona Nesya nggak marah padaku?" tanya Bi Ijah dengan nada takut. Walaupun Bi Ijah sudah tahu, aku tidak bakalan pernah marah kepadanya. Lagi pula, aku sudah menganggap Bi Ijah sebagai ibu kandungku.
"Aku nggak berhak marah samamu, Bi. Dari segi usia nggak boleh marah kepada orang yang lebih tua. Pokoknya Bi Ijah santai saja. ok!" ucapku kembali.
Senyum sumringah lahir di tepi bibirnya. Giginya nampak jelas berseri. Walaupun sebagian sudah ada yang copot. Aku sangat bahagia melihat senyum bahagianya.
"Oh ya, mari kita sarapan pagi," ajakku.
Aku menyendok nasi goreng untukku. Aku tidak peduli kepada tatapan sinis suamiku kepadaku.
"Sayang ambilin nasiku dong! Masa suami sendiri nggak dilayani," ucapnya dengan mengerutkan kening. Dia merasa aku abaikan, siapa suruh bermain api di dalam rumah sendiri. Untung saja aku masih baik dan tidak mengusirnya dari rumahku.
"Kamu itu nggak boleh manja! Istri lagi hamil harus tahu diri jadi suami. Kamu kira mengandung itu enak apa? Silahkan makan!" bela Bu Wardah kepadaku dan dia menyodorkan piring yang baru saja diisinya nasi goreng.
Rusly merasa tidak dianggap sama ibu kandungnya sendiri. Perasaannya Bu Wardah sudah berubah.
'Astaga! Kenapa ibu malah membela Nesya ketimbang aku. Aku nggak terima. Lihat saja! Sebentar lagi ibu pasti marah besar kepadamu Nesya,' ucapnya dalam hati sambil menyendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
Sikap Rusly sangat jelas kelihatan kalau dia tidak suka perlakuan ibunya kepada dirinya. Dia memasang wajah masam dan tidak enak dipandang.
"Wah sudah pada ngumpul semua. Maaf aku kesiangan. Oh ya, tadi pas aku lewat kamar Mbak Nesya dan Mas Rusly ada suara telepon. Aku nggak berani masuk ke dalam. Kali saja teleponnya penting," ucap Lala tiba-tiba nongol.
'Masa pagi-pagi buta ada yang menelpon,' batinku.
Aku mencoba beranjak dari tempat dudukku pergi naik ke lantai dua untuk mengambil gawai milikku, tiba-tiba ibu melarang.
"Nesya, kamu duduk manis saja di situ! Biarkan saja aku yang mengambilnya. Kali aja telepon penting," ucap Bu Wardah.
Bu Wardah pergi melangkah gontai menaiki anak tangga.
'Astagfirullah, aku nggak tega sebenarnya membiarkan ibu menapaki anak tangga,' gumamku.
Kulirik Rusly dan Lala, wajah mereka sangat berseri-seri. 'Apalagi yang mereka rencanakan? Apakah ini sebuah rencana mereka bersama wanita pelakor itu?'
Aku menikmati sarapan pagi, walaupun selera makan berkurang sejak kehadiran Lala dan Rusly.
Lala menarik kursi lalu duduk. Tanpa dipersilahkan, dia mengambil piring lalu menyendok nasi goreng ke piringnya. Telur dadarnya diambil tiga potong. Kelihatannya, Lala seperti tidak pernah makan sudah seminggu. Gaya makannya sangat rakus dan tidak sopan.
"Enak sekali masakanmu, Nona. Saya sangat suka," puji Bi Ijah dengan senyum tipis. Baru kali ini Bi Ijah memuji makanan yang aku masak. Aku tidak tahu, apakah karena di depan Rusly dan Lala.
Tiba-tiba, Lala mau muntah. Dia berhenti mengunyah nasi goreng yang ada di dalam mulutnya.
"Mbak Lala, lagi hamil ya?!" tanya Bi Ijah dengan polos.
"Apa?! Enak saja ngatain aku hamil. Aku mau muntah gara-gara makanan seperti ini dibilang enak. Enak dari segi apanya?!" amuk Lala sembari melempar piringnya ke lantai. Piring tersebut pecah tidak berwujud. Nasi gorengnya berserakan di lantai.
Aku, Bi Ijah dan Rusly terkejut apa yang barusan dilakukan Lala. "Berani sekali kamu membuang makanan serta piring itu di hadapanku, Lala! Kamu kira sudah hebat sekali atau sudah berkuasa sehingga sesuka hatimu mau melakukan apa? Iya!" bentakku dengan nada emosi.
Aku berdiri menghampirinya, "Cepat kamu pungut nasi itu menggunakan mulutmu! Asal kamu tahu! Masih banyak di luar sana untuk menikmati hidangan seperti ini sangat susah. Kamu datang dengan mudah dan seenak jidatmu melempar nasi goreng itu begitu saja. Dasar manusia tak bersyukur," bentakku memarahinya.
Aku menarik lengannya dari kursi tempat dia duduk. Aku mendorong tubuhnya dengan paksa untuk mengutip nasi goreng tersebut menggunakan mulutnya.
"Hentikan Nesya! Jangan kamu kira, Lala itu laksana seekor binatang. Dia itu sama seperti kamu," bela Rusly.
Aku terkejut mendengar pembelaan suamiku kepada Lala. Sebenarnya apa mau mereka berdua? Kenapa saling mendukung? Bukankah Rusly selingkuh dengan Ririn? Pikirku nanar, kepalaku mau pecah memikirkan itu semua. Lebih baik aku bersifat bodoh amat.
'Iya! Aku harus memakai jurus itu!'
Aku nggak peduli apa kata Rusly. Dia saja sudah tidak peduli lagi sama aku. Ngapain aku membela dan menganggap dirinya ada.
"Cepat kamu kutip dan makan nasi goreng yang sudah tercecer di lantai ini!" amukku dan memaksa Lala mengutip nasi goreng dengan mulutnya.
"Lepaskan! A-aku tadi khilaf. Maksud aku tidak ada sama sekali mau-," ucapnya terjeda.
Plak!
Rusly memukul punggungku yang setengah jongkok. Aku merintih kesakitan. Ternyata dia lebih memilih membeli Lala daripada aku.
"Aw!" ucapku lirih.
Pandanganku sudah samar-samar, aku tidak tahan lagi menopang tubuhku. Akhirnya aku jatuh pingsan ke lantai.
"Nesya!" terdengar suara memekakkan telinga. 
Lala dan Rusly melihat ke asal suara itu. Mulut Rusly menganga dan bulat seperti huruf o. Bibirnya kelu seolah beku.
"Apa yang kamu lakukan kepada menantuku?!" tanya Bu Wardah.
Bu Wardah mempercepat langkah kakinya menghampiri aku.
"Nesya ...! Bangun!" teriak Bu Wardah sambil menggoyang-goyang tubuhku.
Bi Ijah datang menghampiri, "Nona Nesya bangun! Jangan biarkan aku sendirian di sini!" ucap Bi Ijah.
"Keterlaluan kamu Rusly!" seru Bu Wardah dengan mata melotot. Dia tidak terima menantu kesayangannya di sakiti orang lain, meskipun itu anaknya sendiri.
Bersambung ....
Next?

Komento sa Aklat (23)

  • avatar
    SuardanaWayan

    wayan suar dana

    11d

      0
  • avatar
    Iin.officiall

    semangat kakk💪💪

    28/06

      0
  • avatar
    GintingMarkoni

    sangat cocok

    02/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata