logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Part 06

Kain Basahan Basah di Kamar Mandi
Part 06 : Bekas Tissu Magic
"Jadi kalian masih berusaha ingin mencelakai aku dengan cara menggugurkan kandunganku?" tanyaku kepada Lala, Rusly dan Ririn.
Aku kebetulan lewat mau mengambil obat yang aku beli tadi pada saat mau pulang dari check up. Meskipun kondisi tubuhku lemah, aku harus mengambil obat itu. Aku tidak enak menyuruh mertuaku, itu sebabnya aku berusaha untuk tetap mengambilnya. Meskipun mertuaku tadi melarang aku pergi mengambil obat itu ke dalam mobil.
"Iya!" jawab Lala spontan.
Padahal Ririn sudah memberi kode kepada Lala agar tidak keceplosan. Akan tetapi, Lala tidak bisa diajak kompromi.
"Bagus! Kalau kalian masih saja berusaha ingin membunuh janin yang ada di dalam perutku. Akan aku jadikan semua omongan kalian ini sebagai bukti yang kuat. Esok kelak aku akan menjebloskan kalian ke dalam penjara."
Aku memperlihatkan gawai milikku. Mata mereka bertiga mau keluar dari sarangnya. Aku melipat kedua tangan dan meletakkannya sejajar dengan dada.
"Percakapan kalian semua sudah aku rekam. Jadi, kalian tidak bisa menghindar dari tuntutan yang aku ajukan nanti kepada pihak berwajib. Silahkan menikmati sisa hidup kalian menghirup udara bebas!" ucapku dengan sombong.
Lala memukul jidatnya, dia baru sadar makna kode yang diberikan Ririn. Namun, apalah artinya nasi sudah jadi bubur. Sementara Ririn, masih saja memikirkan ide jahat bagaimana agar bisa melawan aku bahkan menguasai semua hartaku.
Rusly menghampiri Ririn, "Kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu," bisik Rusly ke daun telinga Ririn. Mata Ririn membulat, dia tidak tahu apa maksud dari perkataan Rusly.
Angin sepoi berhembus, membuat suasana dingin. Walaupun rasa dingin lahir karena hembusan angin, aku tidak boleh terbawa suasana. Aku harus selalu siaga melihat pergerakan mereka bertiga.
"Lala, Ririn ayo kita ke rumah sakit tempat biasa Nesya check up. Kita paksa dokternya untuk mengakui hasil tes tersebut salah orang atau pun palsu," seru Rusly.
Lala dan Ririn mengukir senyum. Ternyata ide Rusly jauh lebih gila daripada idenya Ririn dan Lala.
Tidak buang-buang waktu, Mereka melangkah gontai menuju mobil yang biasa dipakainya. Aku dan suamiku memang memiliki mobil pribadi. Ketika pergi kerja, jadi tidak repot. Apalagi arah jalan menuju kantor berbeda jalur. Itu sebabnya aku memilih membeli mobil satu, satu orang.
Aku mau menghalangi langkah mereka, tapi tidak bisa. Perutku mules tiba-tiba. Aku tidak tahu kenapa perutku sakit seperti ini.
****
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Rusly fokus dengan gagang setir. Walaupun dia fokus, otaknya tetap memikirkan bagaimana caranya agar bisa ketemu dengan Dokter Faisal.
Sementara Ririn dan Lala berbincang-bincang.
"Aku masih penasaran sama kamu, Lala. Kok bisa menyadap whatsapp Nesya? Bagaimana ceritanya," tanya Ririn memulai pembicaraan.
Lala menatap ke arah Ririn, dia mengukir senyum tipis. Tidak berapa lama, dia membetulkan duduknya.
"Hari itu, Bu Ijah minjam telepon selulernya Mbak Nesya. Kebetulan aku lewat di ruangan beliau. Dia tidak pandai menggunakan telepon seluler punya Mbak Nesya. Aku ajari dia, nah sambil ngajari Bi Ijah, kesempatan lah aku menyadap WhatsApp-nya."
Rusly melirik Lala dan Ririn dari kaca spion, dia sepertinya ingin sekali buka suara. Namun, bibirnya kelu seolah kaku.
"Emangnya Bi Ijah nggak mempunyai ponsel? Terus kenapa nggak menggunakan telepon rumah?" cecar Ririn sembari mengoleskan bedak ke wajahnya.
Ririn tidak mau bedaknya luntur. Dia takut kalau Rusly berpaling darinya. Itu sebabnya dia selalu berkaca untuk melihat penampilannya.
"Nggak ada, boro-boro punya. Memainkannya saja nggak bisa. Kalau telepon rumah nggak bisa video call, Mbak. Itu alasannya kenapa Nesya memberi pinjam gawainya kepada Bi Ijah."
Ririn mengangguk seolah mengerti. Akan tetapi, masih banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan kepada Lala.
"Darimana ceritanya kamu kepikiran menyadap WhatsApp, Nesya?" tanyanya lagi dan lagi.
Ririn seperti HRD yang selalu mempunyai seribu stok pertanyaan kepada pelamar kerja. Rasa ingin tahunya meronta-ronta.
"Mbak sepertinya detektif ya? Detail amat nanyanya. Heran deh," jawab Lala dengan wajah kesal. Dia tidak nyaman diteror dengan sejuta pertanyaan. Tidak berapa lama, muncul ide dalam benaknya.
"Baru gitu saja sudah kesal. Ntar nggak jadi aku transfer lagi loh," ancam Ririn.
Sesampainya di plataran parkir rumah sakit, kami turun dari dalam mobil menuju ruangan Dokter Faisal. Kami susuri setiap lorong menuju lift, ruangan dokter Faisal berada di lantai empat.
Suara lift berhenti di lantai satu. Tidak berapa lama, pintu lift terbuka. Ternyata ada orang di dalam. Untung saja tidak ramai. Kalau banyak orang, pasti tidak muat dan menunggu lama.
Kami masuk ke dalam lift, kemudian Rusly menekan tombol empat. Tidak butuh waktu lama, pintu lift otomatis tertutup rapat. Kemudian naik ke atas menuju lantai empat. Kebetulan pengguna lift di dalam lantai sembilan.
Seketika lift berhenti, itu pertanda sudah sampai ke lantai empat.
Suara lift terdengar dan tidak berapa lama pintunya terbuka kembali. Kami melangkah keluar dari lift. Rusly menuntun kami menuju ruangan Dokter Faisal. 
Sesampainya di sana, terdapat sebuah tulisan di dinding pintunya sedang keluar.
"Astaga! Sial benar kita," ucap Rusly sambil memijit keningnya yang tidak sakit. Otaknya langsung panas memikirkan ide. Ririn dan Lala duduk santai di depan ruangan. Sementara Rusly gelisah dan berkacak pinggang. Dia ingin meninju dinding ruangan sangking kesalnya. Namun, dia masih bisa menahan emosi.
"Mas jangan panik, dong! Aku masih ada ide. Mari aku kasih tahu."
Ririn berdiri lalu melangkah menghampiri Rusly.
"Ide apaan lagi, sayang," jawab Rusly datar. Wajahnya sudah tidak bergairah. Rasa lelah terlihat jelas di raut wajahnya.
"Ada lah, pokoknya kali ini nggak bakalan gagal. Aku jamin deh," ucapnya. Dia bergelayut manja di tangan Rusly. Lala melihat tingkah Ririn merasa enek dan mau muntah.
Ririn membisikkan sesuatu ke telinga Rusly. "Ide kamu memang gila semua. Aku sangat suka," ujar Rusly mengukir senyum tipis. Seketika wajahnya berseri. Dia kembali bersemangat untuk menjalankan ide busuk Ririn.
"Nggak sia-sia 'kan kamu mempunyai selingkuhan seperti aku. Pokonya kalau berhasil, kita akan segera menikah. Kamu nggak boleh melupakan aku, sayang," ucap Ririn. Sebuah kiss dia kecupkan di kening Rusly. Tiba-tiba, Lala batuk memberi kode kalau dirinya ada dan bukan patung.
Rusly dan Ririn menatap ke arah Lala. Mereka berdua mengukir senyum seolah meledek Lala.
Rusly terhanyut karena sebuah kiss landing di keningnya.
"Ini yang membuat aku tak bisa jauh darimu, sayang. Kamu sangat romantis sehingga hatiku bisa berpaling dari Nesya."
"Nesya 'kan nggak mengerti masalah memanjakan suami. Dia tahunya cuma mencari duit, duit dan duit."
Ririn masih saja bergelayut manja. Dia mengelus dada bidang Rusly membuat dia semakin jatuh cinta.
"Nggak apa-apalah, sayang. Dia capek cari duit, kita capek menikmati hasil jerih payahnya. Cocok nggak, sayang," ucap Ririn.
Rusly membalas kecupan Ririn. Hatinya Ririn klepek-klepek, tidak tahan ingin menjadi istrinya, Rusly. Namun, masih ada aku yang menghalangi niat busuknya.
"Kita segera ke apotek membeli barang sesuai ide kamu, sayang," ucap Mas Rusly melangkah menuju lift.
Tidak butuh waktu lama, kami sampai ke apotek yang dimaksud Ririn. Dia masuk ke dalam apotek sementara Rusly dan Lala menunggu di dalam Mobil.
"Tunggu sebentar, aku nggak lama kok," ucapnya sambil melepas seat belt lalu membuka pintu mobil dan keluar menuju apotek. Ririn masuk ke dalam dan langsung to the poin. Dia melangkah sesuai yang dia inginkan dan tidak mau membuang-buang waktu.
Usai sudah mengambil barang yang dia inginkan, kemudian langsung menuju meja kasir. Ketika di meja kasir, pengunjung apotek mengarahkan pandangannya ke arah Ririn. Dia tidak peduli atas pandangan mereka. Tak terasa, tiba gilirannya, penjaga kasir men-scand barang yang dibelinya. Setelah usai membayar semuanya di kasir, dia keluar menuju mobil.
"Panas sekali di luar sayang. Aku cepat-cepat, takut kecantikan dan kemulusan kulitku luntur. Ntar sayang nggak jadi pula menikahi aku," ucapnya sambil mencubit hidung mancungnya Rusly. Setelah selesai bermesraan, Ririn memasang seat beltnya kembali.
Lala sangat ilfil melihat ulah mereka. 'Tidak ada sedikitpun mereka menghargaiku. Kalau tidak dalam kondisi butuh uang, nggak mau aku mendukung mereka selingkuh. Sangat bahaya, terus belum lagi dosanya,' ucapnya dalam hati.
Usai dari Apotek dan membeli sesuatu sesuai idenya. Rusly langsung mengantar Ririn ke kontrakannya, setelah itu mereka pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Rusly dan Lala masuk ke dalam seolah-olah tidak ada kejadian tadi siang. Mereka melangkah masuk begitu saja.
"Rusly! Dari mana saja kamu? Istrimu lagi hamil, kamu malah asyik keluyuran bersama wanita pelakor itu. Kamu nggak tahu janin yang ada di dalam rahim Nesya ada dua alias kembar. Jangan kau sia-sia 'kan itu."
Langkah Rusly terhenti mendengar amukan ibunya. "Ibu! Aku nggak keluyuran. Aku sama Lala pergi keluar mau mencari perlengkapan ibu hamil. Ibu belum tahu apa-apa sudah ngerocos tidak berhenti."
"Sudah berani kamu menjawab iya?! Aku nggak pernah mendidikmu seperti itu. Siapa yang mengajarimu seperti ini?"
Bu Wardah langsung tersulut emosi. Kehadiran anaknya membuat dirinya merasa terganggu. Apalagi ada Lala, dia tidak tahu siapa sebenarnya perempuan itu.
"Sudahlah, Bu! Aku capek kerja dan mencari kebutuhan ibu hamil. Sudah muter-muter ke sana kemari dan mau konsultasi sama dokter eh dokternya nggak ada. Aku mau bersih-bersih tubuhku dulu. Habis itu langsung istirahat."
Rusly meneruskan langkah kakinya menuju kamar di lantai dua. Aku diam di atas sofa, tak menyambut suamiku yang baru saja datang. Aku sengaja cuek dan bersikap dingin padanya. Biar dia tahu rasanya bagaimana di madu.
"Ibu, nggak usah dipikirkan masalah Rusly. Dia sudah biasa seperti itu. Lebih baik kita diam."
Aku dan ibu melanjutkan menonton sinetron sambil ditemani camilan ubi goreng yang dimasaknya tadi sore menjelang malam.
Sementara Lala masih saja mematung memperhatikan Bu Wardah dan aku. Sedangkan Rusly sudah pergi menapaki anak tangga menuju kamar.
"Huft! Aku harus mencari akal bagaimana caranya ibu mengetahui kebejatan Nesya. ini kesempatan emas bagiku meletakkan benda ini. Kita lihat saja Ririn, kamu bakalan cacat di mata ibuku," ucap Rusly sambil mutar-mutar di kamar.
"Kamu pasti mampus Nesya," ucapnya sambil tertawa tipis.
Bersambung ....
Next?

Komento sa Aklat (23)

  • avatar
    SuardanaWayan

    wayan suar dana

    11d

      0
  • avatar
    Iin.officiall

    semangat kakk💪💪

    28/06

      0
  • avatar
    GintingMarkoni

    sangat cocok

    02/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata