logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 5. Lelaki Pecinta Bunga

Tatapan Ibu yang mengerling, hanya ditanggapi dengan senyum. Ia kembali membereskan bunga-bunga dalam pot, agar tak diusik Ibu.
“Buat apa kau tanam bunga-bunga ini? Hanya menambah kotor teras rumah saja. Apalagi sekarang musim hujan. Teras jadi menyampah dirimbuni bebungaan. Ibu takut ada ular menyelusup dan betah beranak pinak di antara rumpun itu” Ibu mulai dengan omelannya.
Sebagai seorang lelaki, hoby Bara tergolong aneh dan langka. Ibu menentangnya. Terlebih karena Ibu tak suka bunga. Aneh, padahal ia seorang perempuan. Harusnya Ibu yang senang dengan bunga-bunga dan menanamnya. Seperti si Tante depan rumah itu, halamannya yang luas penuh oleh pot-pot dari berbagai jenis bunga. Dia rajin menyirami dan merawat bunga-bunga itu. Membeli jenis jenis baru, kemudian dimasukkan ke dalam pot. Setiap pagi Ia menata taman bunganya. Bara sering bertandang ke rumahnya hanya untuk membicarakan ihwal bunga-bunga.
Dari dulu, lelaki itu suka bunga. Senang menanam dan menjadikan berbagai jenis bunga itu sebagai koleksi. Bukan Bara saja yang menyenangi koleksi bunga, beberapa teman lelakinya ada juga yang rajin mengurus bunga. Tapi bunga-bunga mereka punyan kekhasan juga. Lebih pantas ditanam dan dikoleksi para lelaki. Sejenis bonsai, kaktus, tumbuhan tumbuhan yang menjadi jenis kayu dan hasil okulasi. Macam-macam tumbuhan kitri yang ditata sesuai selera.
Lalu Bara? Malah tidak menyukai tetumbuhan itu. Tumbuhan yang menarik minatnya adalah yang memiliki warna dengan berbagai jenis dari satu nama tanaman. Misalnya aglonema dan puring. Bara juga suka tumbuhan yang akan mengeluarkan bunga yang indah dan wangi. Rose, Melati, Nusa Indah, Sedap Malam, Bunga Semboja, anggrek dan jenis lainnya.
Meluangkan waktu di pagi atau sore hari, dengan mengurus bunga-bunga, baginya memiliki keasyikan sendiri. Entahlah, Ia nyaman menata bunga-bunga, tanpa bicara. Disaat seperti itu, hanya lamunan saja yang menemani. Bara sibuk dengan bunga dan pikirannya yang melayang kemana-mana.
Tapi ketaksukaan Ibu pada bunga dan kegiatannya yang setiap hari berkutat dengan bunga, mulai sering mengganggu. Bahkan Bara merasa, ketaksukaan Ibu mengancam zona nyamannya. Ibu tak paham, saat ia berkutat dengan bunga saat itu pulalah Bara memiliki dunia yang tak bisa ditapak oleh yang lainnya. Dan Ia merasa nyaman dan hidup di dalam alam pikiran dan dunia antah berantah ciptaannya.
“Kesukaanmu yang berlebihan pada tanaman bungamu malah menenggelamkan logika yang harus kamu hadapi dan pikirkan. Usiamu sudah tua. Pergilah ke luar, bergaul dengan perempuan-perempuan. Kau sudah ketinggalan jauh dengan teman-teman seangkatanmu. Mereka sudah berumahtangga semua. Bahkan sudah memiliki beberapa anak. Kau? Tiap hari hanya bercinta dengan pot pot bunga tak penting itu...” omel Ibu dengan sinis.
Dan frekuensi omelan serta ketaksukaan Ibu makin meninggi setiap hari. Bara merasa keamanan dan kenyamanannya terancam manakala Ibu berusaha menyingkirkan pot-pot bunganya. Ibu menaruh pot pot itu di halaman samping dengan kondisi ditumpuk-tumpuk. Embuat Bara menjadi panik ketika menyadari tanaman-tanaman penghibur hati itu telah raib dari teras depan, sore itu sepulang kerja.
“Kenapa Ibu selalu mengganggu kesukaanku? Semua harus atas dasar keinginan Ibu. Bagaimanapun, aku ingin membahagiakan diri sendiri seperti yang aku inginkan bu…” Bara mengomel sambil menata kembali bunga-bunganya.
Jika saja dia perempuan, mungkin Bara akan menangis melihat polah Ibu yang hampir akan kembali menghilangkan bunga-bunganya. Tanpa banyak bicara, pot-pot bunga dipindahkan ke tempat yang menurutnya aman.
Bara teringat kembali pada kisah silam yang embuatnya hampir merasakan keputusasaan dalam hidup, dan trauma itu ia rasakan hingga kini. Itupula yang menjadi alasan kenapa sampai umurnya hampir empat puluh tahun, Bara tak juga memikirkan kehadiran seorang perempuan untuk dinikahi dan dicintainya.
Bara telah mengenal seorang gadis di dalam suatu jamuan. Dia secantik mawar. Sederhana, wangi daan segar. Kemudian Bara memupuk hubungannya itu pelan-pelan. Seperti ia memupuk dan menyirami bunga-bunga itu setiap hari. Cinta itu tengah ranum-ranumnya pada kekasih remajanyaitu hingga kemudian Ibu menyuruh Bara pergi menjemput kerja ke Taiwan.
“Perempuan dan cinta itu gampang dicari jika kamu sudah mapan dan banyak uang, Bara. Selagi ada kesempatan, pergilah jemput cita-cita dan impianmu dulu. Mengumpulkan uang dan kamu kembali setelah sukses dan menghasilkan uang yang cukup untuk membuka usaha sendiri di sini. Membangun rumah, membeli mobil dan mendirikan perusahaan sendiri” begitu nasihat Ibu membujuk Bara untuk pergi memenuhi panggilan kerja dari perusahaan.
Demi rumah impian dan membahagiakan Ibu, Bara pergi meski sebetulnya panggilan magang itu hanya tawaran dan tidak menjadi suatu keharusan untuk karyawan yang ditawari dan dipilih itu pergi. Tapi Bara melihat Ibu begitu berharap dan menginginkan perubahan dalam kehidupan mereka.
Bara mengalah, memutuskan untuk menerima tawaran magang seraya menitipkan taman bunga di sepetak halaman samping rumah serta gadis manis yang menjadi taman hatinya.
Dua tahun Bara disana. Rumah mama sudah menjelma permanen. Dengan gaji lumayan besr sebagai operator terbaik di Indonesia, Bara pulang dengan kesuksesan materi. Tapia pa yang ia dapatkan, taman bunganya telah hilang dari halaman. Semua dibuang Ibu. Gadisnya juga hilang.. dikawin orang.
***
Bara menghela nafas berat. Kini ia membawa kekecewaannya yang terasa menumpuk dan berkarat di hatinya dan sudah menjelma serupa trauma. Menghadapi Ibu yang perfectionist dan otoriter, sebagai sulung dari tiga bersaudara. Bara tetap harus bertindak sebagai kepala keluarga sekaligus tulang punggung keluarga. Bapak sudah lama meninggalkan Ibu, menikah lagi dengan perempuan yang dijumpainya di negeri sebrang serta menetap di sana dan tak kembali sekalipun untuk menengok anak-anaknya. Kepergian Bapak yang pamit akan bekerja ke Kalimantan dulu, pun itu karena omelan dan desakan Ibu yang menginginkan Bapak berpenghasilan besar dengan menerima pekerjaan di pengeboran kilang minyak di Kalimantan. Waktu itu Bara masih di bangku SMA dan kedua adiknya, masing-masing masih di bangku kelas enam dan kelas tiga SD. Salsa dan Toni. Sejak itulah, Bapak tak kembali. Taka da kabar berita seperti raib di telan bumi. Semua bermula karena ambisi Ibu. Meski bara merasa kasihan karena kemudian ibulah yang banting tulang mencari penghasilan untuk membesarkan ketiga anaknya sendirian.
“Sendirian saja Mas?” suara lembut dan sentuhan di bahu Bara, menyadarkan lelaki itu dari lamunan yang panjang. Saat ia tersentak dan mengerjabkan matanya, ia melihat seorang perempuan berdiri tak jauh di sisinya. Tangannya bahkan masih terasa hangat menyentuh lembut bahu kanan Bara.
“Ohh…” Jawab Bara gugup.
Perempuan itu tersenyum. Sangat manis dengan dekik dalam yang melubang di kedua pipinya. Unik. Sebenarnya ia tidak terlalu cantik. Hanya saja sapuan make up yang begitu apik telah banyak merubah bentuk wajah itu. Perempuan itu bisa dibilang manis, kulitnya kuning kecoklatan, rambutnya lurus dan sedikit tipis, bodynya tak begitu tinggi, tapi padat berisi.
“Kok bengong? Boleh saya duduk Mas? Mau ditemani minum barangkali?” Perempuan itu, menyadarkan kembali kebengongan Bara.
“Oohh…silakan. Mari. Seneng kamu menemani…” Bara menjawab masih tergeragap. Tangannya menarik kursi di sisinya. Mempersilakan perempuan itu duduk.
Perempuan itu mengangguk, tetap dengan senyum manisnya. Duduk di sisi Bara. Lalu dengan sikap lembut ia mengangsurkan tangannya, memperkenalkan diri. Bara menyambut uluran tangan itu.
“Luka…” katanya. Mata Bara membulat.
“Luka?” mimiknya kaget.
Luka tertawa. Mengangguk.
“Iya, Luka namaku. Bukan luka lama atau sayatan luka atau luka berdarah darah. Nama panggilanku Luka. Raluka Destia…” terang Luka sambil tak henti menyungging senyum. Geli juga dengan ekspresi lelaki di depannya.
“Ohh…” Bara ikutan mengikih, masih terasa geli dengan nama unik perempuan itu.
“Aku Bara…!” Jawab Bara kemudian. Dan itu malah menimbulkan tawa lirih yang pecah di mulut Luka.
“Ahhhaa…jadi Bara Luka dong! Membara ya jadinya ha ha ha” Luka tertawa.
Bara ngakak juga. Gara-gara nama, mereka jadi terlihat cepat akrab. ***

Komento sa Aklat (39)

  • avatar
    TasidjawaRusni

    lelaki mencintai bunga

    27d

      0
  • avatar
    Tengker3Afgan

    mntp

    22/07

      0
  • avatar
    BaeAditia

    lanjutannya

    07/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata