logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

MUNCULNYA GADIS DARI “PERJODOHAN” MASA LALU

Waktu berlalu begitu cepat. Hubungan Rahman dan Icha pun semakin dekat, meski Icha masih menyangkal perasaannya sendiri. Dia tidak ingin kehilangan momen kebersamaan dengan Rahman yang begitu berharga.
“Kakak mau kemana?” Tanya Icha yang melihat Rahman terburu-buru pergi membawa tas ransel besar.
“Aku mau pulang.” Jawab Rahman singkat. Pandangannya tidak tertuju pada Icha, seolah sedang menghindarai tatapan Icha.
“Ada yang sakit?” Tanya Icha penasaran. Tidak biasanya Rahman pulang dalam keadaan terburu-buru. Apalagi besok bukan hari libur.
“Enggak. Mereka ingin aku pulang aja. Besok aku enggak bisa antar ke kampus ya? Aku berangkat kerja dari rumah.”
“Iya, Kak. Hati-hati. Kabari ya kalau ada apa-apa.” Ucap Icha khawatir.
Rahman mengangguk. Wajahnya terlihat berbeda dari biasanya. Icha merasa cemas dengan perubahan raut wajah Rahman, seperti telah terjadi sesuatu pada keluarganya.
Rahman menyalakan mobilnya, menunggu mesin mobil mulai panas. Wajahnya lesu Rahman memandang wajah khawatir Icha dari dalam mobil. Ingin rasanya dia berlari ke pelukan Icha dan menceritakan semua masalahnya berharap Icha akan menghalangi kepergiannya dan memintanya untuk tetap berada di sisinya selama-lamanya.
Rahman tidak tahu bagaimana cara dia memberi tahu Icha masalahnya kali ini. Apakah mungkin bila Icha tahu masalahnya, Icha akan mencegahnya pulang, akan menghalanginya, menginginkan dia tetap berada di sisi Icha seperti selama ini. Atau malah menyuruhnya segera pergi dari hidupnya karena sudah menghianati kepercayaannya sebagai adik kepada kakaknya.
Rahman sendiri masih ragu dengan perasaan Icha padanya. Apakah rasa sayang Icha sama sepertinya, atau hanya perasaan seorang adik yang menyayangi kakaknya.
Malam harinya, Icha masih tampak gelisah. Rahman belum memberinya kabar. Tapi dia menyadari hubungannya tidak sedekat itu. Rahman jarang sekali mengutarakan keluh kesahnya. Rahman lebih sering menjadi pendengar baginya. Sehingga Icha tidak pernah tahu apa kesulitan yang Rahman alami. Icha merasa tidak tahu apapun tentang Rahman.
Icha mulai menyadari, selama ini dia lah yang selalu menceritakan tentang masalahnya pada Rahman, sedangkan dia tidak pernah tahu siapa sebenarnya Rahman, bagaimana keluarganya, apakah ada masalah yang menimpanya selama ini.
Icha melihat chat pribadi antara dia dan Rahman selama ini, lebih banyak ke permintaan Icha di jemput ke kampus. Enggak lebih. Dia bahkan seolah tidak bisa menyusun kata-kata untuk chat dengan Rahman malam ini.
Rasa penasaran Icha membuncah seolah ingin meledak dari kepalanya. Icha berlari menuju kamar kakaknya. Menurutnya Arga lebih mengenal Rahman dari pada dirinya.
“Bang, Kak Rahman sudah kasih kabar?” Tanya Icha sesampai di kamar Arga.
“Kabar apa?” Arga menjawab sekedarnya tanpa menoleh sedikitpun pada Icha.
“Tadi Kak Rahman pulang buru-buru. Mukanya aneh gitu. Enggak senyum sama sekali. Apa ada masalah di rumahnya?” Tanya Icha khawatir.
Arga memandang layar ponselnya sekilas, tidak ditemukan pesan dari Rahman. “Enggak ada.”
“Abang tanya dong. Dia buru-buru pulang ada apa?” Icha kesal kakaknya seolah tidak peduli pada Rahman. Padahal mereka sudah sedekat itu.
“Kenapa enggak kamu tanya dia sendiri. Kalian kan deket.” Jawab Arga malas.
“Kak Rahman enggak pernah cerita masalah pribadinya. Di chat aku aja isinya cuma mau jemput aku ke kampus. Enggak lebih.” Jawab Icha. Seolah dia menyesalkan kedekatannya yang ternyata tidak benar-benar dekat.
“Tunggu besok ya. Kasih dia waktu.” Jawab Arga cuek.
Icha kembali ke kamarnya sambil mendengus. Arga tidak tega. Dia sudah tahu alasan Rahman pulang sore ini. Tapi biarlah Rahman yang menjelaskan pada adiknya.
Saat di kampus, Icha masih tidak tenang. Dia sama sekali tidak bisa konsentrasi hari ini. sudah beberapa hari Rahman terlihat berbeda. Tidak ada tutur kata yang terucap. Tidak ada canda tawa seperti biasanya. Bahkan akhir-akhir ini sering pulang malam karena lembur. Mau tidak mau Icha membiasakan diri pulang pergi ke kampus sendiri.
“Cha, ada yang nyariin kamu tuh.” Kata Levia teman sekelasnya suatu hari.
Icha melihat sekilas perempuan yang datang bersama Ninik.
“Aku tinggal ya, Nis.” Ucap Levia.
“Makasih, Lev.” Perempuan bernama Anisa duduk di depan Icha. Wajahnya tersenyum ceria. “Kenalin, aku Anisa. Aku adik sepupu Mbak Ira.”
Anisa mengulurkan tangannya pada Icha. Meski bingung apa yang Anisa bicarakan, dia menyambut tangan Anisa.
“Kamu adik bang Rahman, kan?” Tanya Anisa menebak.
Icha mengangguk bingung. Bagaimana dia tahu Rahman. Apalagi memanggil dengan sebutan abang, seolah mereka sangat dekat.
“Bang Rahman mau menikah dengan kakakku Ira. Kita jadi saudara, Alhamdulillah ya.” Ucap Anisa lagi.
Jederrrrrr!
Bagai tersambar petir kilat halilintar menusuk ke kepala hingga ujung kakinya. Icha terkejut mendengar berita itu. Mungkinkah itu alasan Rahman pulang beberapa hari yang lalu.
“Oh begitu ya? Aku malah belum dengar.” Jawab Icha lemas. Ada kecewa karena dia harus mendengar dari mulut orang lain. Kenapa bukan Rahman sendiri yang memberi tahunya.
Apakah dia akan menghancurkan pernikahan Rahman apabila diberi tahu lebih awal? Berbagai pertanyaan memenuhi otaknya. Seperti CPU yang terlalu overload data sehingga hang dan saat dipaksa terus bekerja panas dan terbakar.
“Aku aja baru dengar tadi malam. Mbak Ira udah pulang dari Mesir katanya mau menikah dengan Bang Rahman segera. Mereka itu aneh ya, kabar bahagia kok dirahasiakan.” Anisa masih berceloteh mengagumi mereka berdua.
Perasaan Icha sangat kacau hari itu. sepulang kuliah dia memilih mengurung diri di kamar. Harusnya dia bahagia, orang yang dia sayang, orang yang dia anggap sebagai kakaknya sendiri itu menikah dengan wanita yang baik bukan wanita sembarangan yang matrealistis atau manja keras kepala dan susah diatur.
Kata Anisa, Ira belajar di pondok sejak di bangku SMP dan SMA. Setelah lulus SMA dia mendapatkan beasiswa di Mesir hingga S2. Ira merupakan putri satu-satunya pemilik pondok pesantren terbesar yang ada di kotanya.
Meski belum pernah melihatnya, Icha bisa membayangkan kualitas wanita itu dibanding dirinya yang sampai sekarang masih ketergantungan dengan orang tuanya. Dia yang dulu harus dipaksa mengenakan hijab, sekarang merasa sangat minder dibandingkan dengan wanita shalihah lulusan S2.
Orang tua Rahman dan orang tua Ira satu almamater saat kuliah S1, mereka bertemu kembali saat mereka reuni. Saat itulah, Rahman dan Ira bertemu saat mengikuti orang tua mereka reuni.
Ira yang memang menyukai Rahman sejak awal sangat senang dengan rencana perjodohan kedua orang sahabat. Namun saat itu dia baru lulus SMA. Mungkin bila dia sudah kuliah, dia akan meminta ayahnya segera menikahkannya.
Rahman saat itu hanya menganggap ucapan orang tuanya hanya sebuah gurauan belaka. Pada saat awal bertemu dengan Ira di acara reuni orang tuanya, Rahman bahkan sudah mulai menyukai Icha. Hanya saja waktu itu Icha masih SMP sehingga dia tidak berani mengatakan bahwa dia sudah punya kekasih pilihan sendiri.
Rahman tidak menyangka Ira benar-benar menganggap itu permintaan serius dan menjadi sebuah amanah baginya dan Ira. Ira sekarang datang lagi dan mencari Rahman untuk menagih janji orang tua mereka dahulu.

Komento sa Aklat (177)

  • avatar
    KERTASKEMBANG

    Aspal di pegunungan memang penuh dg lika liku. Namun, setelah tiba di pantai, kita akan dibuat takjub olehnya. Begitupun dengan cinta, yg penuh dg anu anuan 🤣🤣 semangat Kak Othor kesayangan 😘😘

    11/06/2022

      1
  • avatar
    Husainiezharith

    eitdiyits

    26d

      0
  • avatar
    AgfrinaEunike

    mantap

    13/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata