logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

KEHAMILAN KIENAN

PART 6
KEHAMILAN KIENAN
Tok tok tok ....
“Sayang, kenapa lama sekali?” tanya Ardhan dari luar.
“Sebentar, Mas!” sahut Kienan.
Setelah memantapkan hatinya, Kienan memberanikan diri untuk mencoba tespek itu. Tak lama kemudian, dia keluar dan menyerahkannya kepada Ardhan.
“Bagaiamana hasilnya?” tanya Ardhan penasaran.
“Gak tahu, kamu saja yang lihat,” sahut kienan.
Ardhan tampak memperhatikan tespek itu dengan seksama. Tampak sebuah garis merah disana. Namun, perlahan, samar tampak garis merah kedua. Ardhan tersenyum sumringah. Tanpa aba-aba, dia segera memeluk istrinya dari belakang. Kienan yang sedang emlangkah menuju tempat tidur, merasa sangat terkejut.
“Mas, kamu ngagetin saja!” ujar Kienan.
“He ... maaf, Sayang! Habisnya, aku seneng banget!” ujar Ardhan seraya membalik posisi Kienan agar menghadapnya.
“Selamat ya, Sayang! Kita akan punya anak lagi!” ujar Ardhan sambil tersenyum sumringah.
“Mas serius?” tanya Kienan tak percaya.
“Iya, Sayang! Selamat, ya!” ujar Ardhan sembari memeluk Kienan.
Kienan bergeming. Hatinya kembali berkecamuk, namun dia mencoba menenangkan diri.
“Habis ini kita periksa ke dokter, ya?” ajak Ardhan.
“Besok saja, Sayang! Weekend gini, dokternya libur. Aku mau ke dokterku yang dulu!” sahut Kienan.
“Baiklah! Sekarang, sebaiknya kamu tidur lagi saja!” ujar Ardhan sambil membopong tubuh istrinya.
“Aw! Ih ... kamu ini sukanya ngagetin orang saja!” omel Kienan sambil mengerucutkan bibirnya. Ardhan terkekeh geli dibuatnya.
“Mas, anak-anak gimana?” tanya Kienan setelah berbaring.
“Anak-anak sama Ratna dan Bi Asih. Tenang saja!”
“Pasti Ratna kerepotan kalau aku hamil gini!”
“Udah, kamu tenang saja! Aku juga sudah memikirkan hal itu, kok! Kita akan cari babysitter satu lagi! kamu fokus sama kehamilan kamu!” ujar Ardhan.
“Tapi aku tetap pengen bisa merawat mereka, Mas!”
“Tidak ada yang menghalangi kamu untuk merawat mereka! Hanya saja, aku gak mau kamu kecapekan! Jadi, Ratna kita carikan teman!” Ardhan memberi penjelasan.
“Kita minta tolong Bi Asih saja buat mencarikan. Kemarin katanya keponakannya sedang mencari pekerjaan!” ujar Kienan.
“Iya, nanti akan aku tanyakan!” sahut Ardhan.
**********************
“Papa!” teriak Bulan saat memasuki rumah.
“Halo, Sayang! Bagaimana menginap di rumah Tante Airin? Seru?” tanya Ardhan sambil meraih bulan ke dalam gendongannya. Airin mengikuti langkah mereka masuk ke dalam rumah dengan menenteng tas milik Bulan.
“Seru banget, Pa! Kemarin kita main di game zone sampai puas, habis itu kita belanja banyak sekali. Iya, kan, Tante?” ujar Bulan ceria.
“Iya, Sayang!” sahut Airin sambil tersenyum.
“Mama mana, Pa?” tanya Bulan.
“Mama lagi istirahat di kamar, Sayang!” sahut Ardhan.
“Memangnya Mama lagi sakit?”
“Iya, Sayang!”
“Aku mau lihat Mama dulu!” ujar Bulan, lalu segera melesat menuju kamar Kienan. Airin memandang kepergian Bulan dengan sendu.
“Sepertinya, Bulan sangat menyayangi Kienan!” ujar Airin.
“Benar. Bulan mendapatkan sosok seorang Ibu dari Kienan. Apalagi, Kienan pun juga sangat menyayanginya. Jadi wajar, jika Bulan juga menyayangi Kienan!” sahut Ardhan.
“Seandainya kamu mengizinkan aku menjadi Mama Bulan, pasti aku yang ada di posisi itu!” ujar Airin lirih. Ardhan mengulas sebuah senyuman.
“Bulan pasti bisa menyayangi kamu kalau kamu tulus menyayangi dia,” sahut Ardhan diplomatis.
“Tapi tidak bisa seperti Kienan. Kami terhalang jarak dan waktu!” ujar Airin.
“Mas, bolehkah aku sering bertemu dengan Bulan?’ tanya Airin.
“tentu saja, aku tidak akan menghalangi, asalkan tidak mengganggu pekerjaan kamu!”
“Tentu saja tidak, Mas! Aku malah senang bisa menghabiskan waktu dengannya! Terima kasih, Mas!” ujar Airin sambil tersenyum.
“Papa!” teriak Bulan sambil berlari ke arahnya.
“Ada apa, Bulan? Kenapa sukanya teriak-teriak sih?” tegur Papanya.
“He ... maaf, Pa!” ujar Bulan sambil cengengesan. Airin terkekeh geli melihat tingkah Bulan. Ardhan hanya mampu menggelengkan kepalanya.
“Ada apa teriak-teriak?” tanya Ardhan lagi.
“Memang benar kalau Bulan mau punya adik lagi?” tanya Bulan.
“Iya, sayang! Gimana? Bulan senang gak?”
“Senang banget, Pa! Teman-teman hanya punya satu adik, Riko punya dua adik. Aku nanti yang paling anyak, punya tiga adik,” sahut Bulan dengan gembira.
“Kienan hamil, Mas?” tanya Airin.
“Iya!” sahut Ardhan.
“Sudah berapa minggu?”
“Belum tahu, sih. Baru ketahuan tadi pas periksa pakai tespek. Belum sempat ke dokter!” sahut Ardhan.
“Memangnya gak papa, Mas, dia hamil lagi?”
“Memangnya kenapa gak boleh?” tanya Ardhan balik.
“Ya ... kan, anak-anaknya masih kecil.”
“Gak masalah. Anak adalah rezeki, kami yakin bisa mengatasi,” sahut Ardhan diplomatis.
“Terserah sih, asal jangan sampai berat sebelah saja!” sahut Airin.
“Gak mungkinlah, Bulan juga anakku!” ujar Ardhan tak terima.
***********************
Pada kehamilan kali ini, Kienan harus benar-benar bedrest. Kondisinya sangat lemah. Bisa dibilang, segala aktivitas hanya bisa dia lakukan di kamar. Sesekali saja dia keluar kamar untuk mengecek kedua putrinya, namun itu pun tidak lama karena dia akan kembali mual hebat dan tubuhnya menjadi lemas.
“Maaf, ya, Mas! Gara-gara hamil, aku jadi merepotkan kamu!” ujar Kienan sambil berbaring.
“Merepotkan apanya sih? Aku ikhlas kok merawat kamu. Lagian, ini kan demi calon anak kita!” ujar Ardhan sembari tersenyum.
“Tapi anak-anak jadi tidak terurus!” ujar Kienan lirih.
“apanya yang tidak terurus? Ratna sama Niken mengurus mereka dengan baik,” sahut Ardhan.
“Tapi kan, bukan aku yang urus mereka.”
“Sudahlah, jangan kamu pikirkan lagi. lebih baik kamu fokus sama kesehatan dan kehamilan kamu. Kalau kamu sehat, kamu bisa sering-sering main sama mereka.”
“Bulan gimana, Mas?” tanya Kienan.
“Bulan ... dia minta izin menginap di tempat Airin lagi,” sahut Ardhan.
“Lho, kan bukan hari libur, Mas! Besok dia sekolah, lho!” ujar Kienan.
“Iya, tadi mereka berangkat sekalian membawa perlengkapan buat sekolah besok! Katanya, Bulan mau mengerjakan PR sma Airin.”
“Sekarang, dia jadi semakin dekat dengan Airin.”
“Airin kan tantenya, jadi wajar saja jika mereka dekat.”
“Iya, sih, tapi aku gak suka kamu dekat-dekat sama dia,” ujar Kienan sambil mengerucutkan bibirnya.
“Kenapa? Cemburu, ya?” goda Ardhan sambil mencolek hidungnya.
“Iya, kenapa? Gak boleh?” tanya Kienan sewot.
“Boleh dong, boleh banget malah! Cemburu kan artinya tanda sayang!”
“Ish, apaan sih?” ujar Kienan sambil trsipu malu.
Ardhan terkekeh melihat pipi Kienan yang memerah.
“Aku gak mungkin macam-macam sama dia! Airin itu sudah aku anggap seperti adikku sendiri!”
“Beneran, ya?”
“Iya, Sayang! Percaya sama aku!” ujar Ardhan yakin.
*****************************
“Papa, ayo cepetan! Nanti kita terlambat!” teriak Bulan.
“Iya, sayang! Sabar, ya!” sahut Ardhan. Bulan mengerucutkan bibirnya sambil menunggu Papanya bersiap.
“Anak Mama sudah cantik banget! Siapa yang dandanin tadi?” tanya Kienan sambil berusaha bangkit dari tidurnya.
“Tante Airin!” sahut Bulan.
“Tante Airin? Memangnya dia ada disini?” tanya Kienan heran. Kini dia sudah duduk sambil bersandar di kepala tempat tidur.

Komento sa Aklat (226)

  • avatar
    Bang Engky

    baik

    1d

      0
  • avatar
    NYALUTAK25NYALUTAK25

    semoga dapat

    20d

      0
  • avatar
    SangajiYamdo

    aplikasi yang bagus

    23d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata