logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Berubah

"Tuhan, kenapa si Bos berubah?" Nasya duduk di tepi pantai. Pandangannya lurus menatap hamparan laut. Deburan ombak mampu memecahkan hatinya yang risau. Kini, ia menjadi yang tersisih.
Merasa asing, Bahkan Rendra pun tidak mempedulikannya. Nasya memilih keluar dan melihat pemandangan pantai. Betapa indahnya ciptaan tuhan. Nasya duduk di tepi pantai, memandangi ombak yang menggulung dan pecah terhempas bebatuan.
'Tuhan, hatiku terasa sakit. Bukan karena aku melihatnya bersama wanita lain, tetapi aku tidak suka dia mengabaikanku.' Nasya berbicara pada dirinya sendiri.
Memikirkan perilaku Rendra membuatnya berpikir apa yang terjadi pada bosnya. Rasa menyesal begitu menggelayutinya.
'Kok aku jadi mikirin dia gini sih, ah enggak ah. Bos nyebelin kaya gitu. Emang dasarnya semua lelaki sama saja.' Kembali Nasya bergelut dengan pikirannya sendiri.
Wajahnya menunduk, memainkan beberapa kerang di tepian pantai. Melepas kegundahan yang menimpanya sedari pagi.
Nasya tak pernah berpikir pekerjaannya akan sekomplek ini, ia pikir menjadi asisten itu sangatlah mudah. Cukup menyiapkan semua keperluan Rendra dan menemaninya kemanapun ia pergi, tetapi itu tak semudah yang ia bayangkan.
Ia harus bergelut dengan perasaannya sendiri sekarang, bahkan ia merasa telah terjebak dengan perjanjian kerjanya.
"Apa kamu tahu kenapa sikapnya bisa berubah?"
"Tidak."
Nasya tidak menyadari ada seseorang yang tengah duduk di sampingnya.
"Apakah bagimu Bosmu itu sangat menyebalkan?" Suara itu kembali bertanya. Nasya masih asyik memainkan pasir dan menunduk.
"Sangat, bahkan sikapnya sungguh menyebalkan hari ini." Nasya menghentikan aktifitasnya, ia sadar kalau ada seseorang yang mengajaknya berbicara.
Nasya pun menoleh dan sudah ada Rendra di sana. Ia menutup mulut dengan kedua tangannya, membulatkan matanya seolah tak percaya bahwa Rendra duduk di sampingnya.
'Aduh, mati aku,' batin Nasya. Sementara si bos pandangannya masih tajam melihat ekspresi Nasya.
"Nih tisu, usap ingusmu yang udah jalan kemana-mana." Rendra menyodorkan sebuah tisu. Ia kembali menatap lautan yang luas, pandangannya jauh menerawang. Menggambarkan sebuah kegundahan besar sedang terjadi di sana.
Nasya membersihkan ingus dan air mata yang telah ia tumpahkan. Kebiasaan buruk Nasya akan menangis bila hatinya sakit, bahkan bisa menghabiskan berlembar-lembar tisu hanya untuk membersihkan ingus yang keluar.
"Sya, apa aku begitu menyebalkan bagimu?" Suara Rendra kini terdengar sangat melo. Nasya merasa tidak enak karena kebodohannya tidak menyadari keberadaan Rendra.
"Bu_bu_kan Bos, maksudku aku hanya kecewa melihat Bos yang acuh padaku,bahkan Bos malah meninggalkanku bersama wanita lain." Nasya terlihat gusar. Ia tidak ingin Rendra tersinggung karena ucapannya barusan.
"Hahahaha." Dengan santainya Rendra malah tertawa.
"Tuh kan si Bos malah tertawa, nyebelin tau!" Nasya cemberut. Tapi hatinya sedikit lega melihat Rendra kembali menerbitkan senyumnya.
"Kamu cemburu sama Sila? " Rendra melihat gadis mungil di sampingnya. Nasya gugup, bahkan ia tak berani menatap mata elang Rendra.
"Eng_gak Bos."
"Sila itu teman lamaku, memang dulu kami pernah berpacaran, tapi itu sudah lama, dan sekarang kami memutuskan menjalani hidup masing-masing."
Ada perasaan lega menyelimuti Nasya. Ternyata ia hanya salah paham. Apakah ia benar-benar cemburu? Rasa sakit hati dan cemburu itu beda tipis. Hanya Nasya yang tahu apa yang dirasakannya saat ini.
"O... " Nasya mencoba menjawab sedatar mungkin.
"Apa kamu masih mencintai Vano? Aku lihat kemarin dia masih mengharapkanmu saat bertemu denganmu di warung."
Deg!
Nasya tersentak, ia mengingat kembali pertemuannya dengan Vano kemarin. Apakah Rendra melihatnya? Apakah hal ini yang membuatnya terlihat dingin kepada Nasya?
"Aku hanya tidak sengaja bertemu dengannya saat membeli makanan. Eh wait, apa si Bos cemburu huh?" Nasya berbalik melempar pertanyaan.
"Cemburu? Hei tidak ada pasal yang menyebutkan kalau aku harus cemburu padamu. No baper !!!"
Berkali-kali Nasya menghela napasnya, ucapan Rendra cukup menohok hatinya. Bisa-bisanya ia melambungkan hatinya lantas menjatuhkannya dengan keras.
"Ayo pulang, masih banyak pekerjaan yang harus kamu kerjakan di kantor sekarang." Rendra beranjak, lagi-lagi ia meninggalkan Nasya dengan pertanyaan.
Terlalu banyak misteri pada Bos Rendra. Setidaknya hari ini Nasya lega melihat Rendra yang mulai tersenyum padanya.
Lelaki itu terkadang memang aneh, selalu semaunya sendiri tanpa memikirkan perasaan wanita di sekitarnya.
Sesampainya di kantor Nasya mengganti pakaiannya. Memasukkan semua pakaian kotor ke dalam paper bag yang ia bawa dari rumah.
Nasya memandangi wajahnya di depan cermin. Wajahnya polos tanpa melekat make up yang tebal. Dibandingkan dengan wanita-wanita cantik di samping Rendra mungkin ia kalah jauh. Mereka wanita dewasa yang pasti punya sejuta cara untuk menaklukkan hati si bos. Sedangkan Nasya, ia terlalu cengeng. Bahkan ia pun tidak pandai berdandan dan bepakaian seksi.
"Aduh, kenapa bayangan Bos Rendra lagi sih. Dasar Bos nyebelin." Nasya merapikan pakaiannya dan keluar dari toilet. Ia tidak mau berlama-lama di dalam. Yang ada ia malah terbayang wajah bos yang baginya sangat menyebalkan.
"Sya, kamu selesaikan proposal ini dan kirim dokumennya melalui email. Aku tunggu 30 menit lagi," ujar Rendra saat Nasya telah duduk di tempatnya.
"Baik Bos." Nasya mengambil dokumen yang diberikan bosnya.
Rendra masih berdiri di depan meja. Seperti ada hal yang ingin disampaikan.
"Oh ya, pulang nanti Bunda ingin bertemu denganmu. Bunda kangen sama kamu." Ucapan Rendra mampu membuat Nasya senang, hatinya terasa bergairah mendengar Bunda Rendra merindukannya.
"Hei, diajak bicara malah senyum gak jelas."
"I-iya Bos, maaf, aku hanya terlalu senang."
"Buruan aku tunggu emailnya." Rendra berlalu dan masuk ke dalam ruangannya.
"Ish dasar Bos neyebelin." Nasya kembali menatap layar PC dan fokus mengerjakan proposal yang diminta Bosnya.
*****
Wanita berparas ayu dan teduh menyambut kedatangan Rendra dan Nasya. Rendra mencium punggung tangan bundanya, disusul dengan Nasya.
Bunda Rendra memeluk tubuh erat Nasya. Hawa nyaman,hangat menyelimuti seluruh jiwa Nasya yang gersang akan kasih sayang seorang ibu. Ah iya ibu, bahkan Nasya sendiri belum pernah bertemu dengan ibunya. Ia hanya pernah melihat fotonya saja, dan itu pun entah berada di mana sekarang.
"Rendra tidak merepotkanmu kan Sya?" Wajah Reni begitu teduh. Nasya sangat nyaman bersamanya.
"Nggak Bun, Mas Rendra baik, kok" Rendra terlohok mendengar panggilan Nasya barusan. Ingin tertawa tapi ia tahan. Sementara Nasya melotot karena jengkel melihat sikap Rendra.
"Rendra, udah Nasya jangan digangguin. Mandi sana! Biar Nasya sama Bunda saja. Stevi hari ini keluar kota , Bunda merasa kesepian."
"Udah , bunda gak usah mikirin stevi. Tuh anak emang bandel, ‘kan sekarang udah ada Nasya yang akan nemenin Bunda." Rendra terlihat lebih kalem, Nasya tidak menyangka Bos nya super nyebelin bisa berubah bijak kayak gini.
Matanya berbinar melihat Rendra yang terlihat begitu sayang dan perhatian terhadap Bundanya.
"Sya,kamu temani Bunda dulu ya. Aku mandi dulu." Nasya mengangguk, ia bagai tersihir pesona Rendra. Pandangannya tak berkedip hingga punggung bosnya tak lagi terlihat.
Lelaki itu memang benar istimewa, sifatnya yang terkadang menyebalkan. Ternyata mempunyai sisi baik yang tak nampak.
"Anak bunda keren 'kan?" goda Reni yang melihat Nasya terpana oleh pesona Rendra.
Nasya hanya mengulum senyum, tidak mungkin ia berkata pada Reni bahwa ia terpesona oleh karisma Rendra. Mau ditaruh di mana harga dirinya sebagai seorang wanita.
Reni mengajak Nasya ke taman, tempatnya berada di halaman belakang rumah, suasananya begitu asri dan sejuk. Banyak sekali jenis tanaman di sana. Reni termasuk wanita yang suka berkebun. Hari-harinya ia habiskan untuk merawat bunga-bunga yang ia tanam.
Bunga anggrek menjadi salah satu favorit tanaman Reni. Nasya senang sekali melihat pemandangan seperti ini. Bekerja menjadi florist di toko bunga milik stevi membuatnya sangat kagum dengan bunga anggrek. Menurut Nasya bunga anggrek memiliki filosofi yang unik. Terutama anggrek bulan, menurutnya warna putihnya sangat indah. Kenapa bulan? Karna warna putihnya seterang bulan yang bersinar di malam hari.
"Kamu suka bunga anggrek?"
Nasya beranjak dan mendekati Reni. "Iya Bun, ini bunga favorit Nasya saat masih menjadi florist."
"Oh iya, berarti kita punya satu hobi yang sama ya, Sya, Bunda sangat senang Rendra mempunyai pacar seperti kamu."
Nasya tersipu malu, hatinya begitu bahagia mendengar ucapan Reni.
"Kamu tahu, semenjak Rendra mengenalmu dia sudah banyak berubah. Dia sudah Jarang keluar ke klub, bahkan sekarang ia terlihat lebih dewasa." Reni menggenggam tangan Nasya. Sorot matanya teduh, Nasya sangat nyaman di sampingnya.
Obrolan mereka berlanjut, Reni bercerita panjang lebar tentang masa remaja Rendra, tentang masa lalu percintaannya yang sempat kandas dan membuat Rendra terpuruk karena putus cinta.
Nasya sempat tak percaya, sosok seperti bosnya bisa terpuruk hanya karena percintaan. Cinta masa mudanya yang terjalin begitu lama dan berakhir karena satu penghianatan.
"Ehem ... ." Suara Rendra terdengar berdehem, wajahnya sudah tampak segar. Memakai kaus berlapis sweater, ia duduk berdekatan dengan Nasya.
Reni dan Nasya menghentikan obrolannya, khawatir jika Rendra mendengar semua pembicaraan mereka tentangnya.
"Bunda, aku ajak Nasya pulang sekarang ya?"
Reni mengangguk setuju, Ia berpesan kepada Rendra agar selalu menjaga Nasya, karena Bundanya begitu yakin bahwa Nasya adalah gadis yang tepat untuk Rendra.
Rendra menggandeng Nasya dan berpamitan pada Reni. Mereka bergandengan keluar rumah layaknya sepasang kekasih.
Nasya tercekat kala mengingat isi kontrak. Nasya melepas genggaman Rendra."Kok dilepas? " tanya Rendra heran.
"No baper Bos, Bunda udah nggak ada. Jadi tugas saya sudah selesai." Nasya berjalan meninggalkan Rendra. Pria tampan itu mengacak rambutnya nampak gurat penyesalan di sana.
Nasya benar-benar membuatnya gemas. Ingin rasanya ia mencoret semua isi perjanjiannya agar tak ada batas di antara mereka. Sementara Sila, lupakanlah saja dia, posisinya hanya seorang mantan, tidak lebih.
"Bos, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Nasya ragu, ia meremas tangannya takut bila Rendra tersinggung.
"Tanya saja,"ujar Rendra yang tengah fokus menyetir.
"Emmm ... apa alasan Bos membuat perjanjian denganku dan memintaku menjadi pacar pura-pura si Bos."
Nasya tampak ragu,mencoba menuntaskan pertanyaannya.
Rendra masih terdiam, raut wajahnya pun terlihat santai. Ia memarkirkan mobil di tempat biasa. Mereka telah sampai di ujung gang kost Nasya.
"Sya, kamu istirahat. Maafin aku ya untuk hari ini, jika kamu ingin membatalkan kontrak itu aku tidak masalah. Mungkin aku bukan Bos yang baik untukmu." Rendra membelai pipi Nasya, gadis belia itu tampak kaku. Seluruh sarafnya terhenti, pipinya mulai memanas. Belaian Rendra terasa lembut.
"Maaf, aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini."
Nasya hanya bisa mengangguk, meskipun dalam hati ingin rasanya Rendra mengantarnya sampai depan pintu Kost.
Rendra melepaskan tangannya dan membiarkan Nasya turun. Rendra tersenyum melihat Nasya melambaikan tangannya. Gadis itu terasa memberi energi yang telah lama hilang. Energi yang mampu memporak-porandakan hatinya.
Hatinya terasa ragu, terlalu banyak hal yang tidak ia mengerti. Peliknya kehidupan membuat ia terjerumus di dunia malam, Nasya terlalu berharga untuk ia lukai. Bahkan gadis belia itu lebih pantas mendapatkan pria yang lebih baik darinya.
Pria yang lebih tulus menyayanginya tanpa ada embel-embel hanya ingin memanfaatkannya saja.

Komento sa Aklat (174)

  • avatar
    putraLucky

    karena ngomonya terlalu bagus

    8d

      0
  • avatar
    21Melanii

    saya suka cerita novel nya

    17d

      0
  • avatar
    Putri Sulung

    ooo

    19d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata