logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

5. Perkenalan

Cukup lama kami hening dan larut dalam pikiran masing-masing, sampai suara notifikasi di Hpku membuatnya bersuara lagi.
"Siapa?" tanyanya ingin tahu.
"Ga tahu," jawabku cuek sembari mematikan data Hp. "So, ada apa Kakak mengajak temu?"
"Apa kita tidak bisa bertemu, Dek?"
"Bukan tidak bisa, hanya saja Zia ingin terbiasa tidak bertemu."
Mendengar pernyataanku dia langsung tersentak kaget, terserahlah mau berpikir apa. Rasanya sudah lelah melihat sikapnya perhatian, tapi suka cemburu saat tahu aku demat dengan yang lain. Sayangnya dia tidak pernah terbuka tentang kisahnya.
"Kenapa? Apa Kakak mengganggumu?"
"Karena Kakak mencintai dia," jawabku cepat.
"Mencintai dia? Siapa yang Adek maksud?"
Entahlah dia bingung atau pura-pura bingung sungguh menyebalkan, mau dia apa sih. " Kak Jesi!"
Seketika dia terdiam, tapi sesaat kemudian dia tersenyum penuh arti. Entahlah aku tidak tahu apa arti senyumannya itu.
"Dia hanya teman Kakak saat dulu masih sering ikut kajian, Dek," ujarnya seakan menjelaskan.
"Oh, ya?" tanyaku tak percaya.
Entahlah rasa percaya ini sudah tidak ada, mungkin karena tahu perasaan dia pada Kak Jesi. Setelah hampir satu tahun kita akrab dan lebih parahnya tahu dari Kak Jesi.
"Adek, tidak percaya?"
Kutarik napas dan menghadap ke arah lain, kalau dia tahu jawabannya kenapa harus bertanya?
"Kak, kalau Kakak suka dia kejar. Kalau tidak ada lagi yang perlu di bahas Zia mau pulang."
"Tidak! Kakak tidak mencintainya."
Mendengar jawabannya sontak aku tertawa, rasanya benar-benar seperti dipermainkan.
"Cukup, Kak! Zia duluan Assalammualaikum," pamitku.
"Tanpa mendengarkan penjelasan Kakak lagi kamu langsung pamit," ujarnya dengan nada sedih.
Ada rasa tidak tega, tapi aku sudah tidak mau lagi peduli. "Permisi, Kak," pamitku sambil bangkit dari sana.
Sempat ku dengar dia menjawab salam dan mengusap wajahnya dengan kasar sambil memanggil namaku. Semuanya kuabaikan dan mempercepat langkah dan kembali ke kantor Ayah.
'Maaf, Kak. Andai dulu Kakak jujur lebih awal tentang hubungan kalian.'
Begitu keluar kafe segera berlari kembali, tak kuperdulikan suara klakson mobil dan motor karena tingkahku. Napasku masih tersengal-sengal karena nekat menyebarangi jalan raya, untung tidak terjadi apa-apa.
Sampainya di kantor kupercepat menuju ruangan Ayah, ternyata beliau tidak ada di sana. Pasti mengecek kegiatan karyawan, dari pada makin lama sedangkan mata ingin menangis. Kuambil kunci mobil dan bergegas pulang.
Hanya fokus pada jalan yang kulakukan, kalian pasti pernah berada di posisi inikan. Bagaimana rasanya? Menyesakkan atau malah biasa saja. Saat sampai di rumah ternyata Bunda sudah pulang.
"Bunda, Dedek pulang. Assalammualaikum."
Sesedih apa pun hati saat bertemu Bunda tidak boleh memasang wajah sedih dong, cukup tadi Ayah melihat air mata yang jatuh. Jangan sampai Bunda juga merasakan sedih.
"Waalaikumusalam, masuk saja."
Terdengar pintu di buka, benar saja Bi Inem membukakan pintu. Yap, kami memang mempekerjakan Bi Inem saat sedang sibuk, Bunda pasti meminta beliau datang. Untuk membereskan rumah, terkadang juga menemaniku saat mereka berdua keluar kota. Kusalimi Bi Inem dengan sopan.
"Bibi, Dedek rindu," kataku sambil memeluk beliau.
Wanita yang lebih tua lima tahun di atas Bunda itu hanya tersenyum, kemudian membalas pelukanku.
"Sana masuk Bunda kamu sudah menunggu."
"Hayu, Bi." Kugandeng beliau menemui Bunda
"Bunda! Bubundada...!"
"Hust anak gadis engga boleh teriak," tegur Bi Inem ku balas cengiran khas seorang Zia.
"Kaya Tarzan," celetuk Bunda yang tiba-tiba muncul.
"Astaghfirullah, Bunda!"
Keduanya malah tertawa menikmati ekspresi terkejut. "Tadi gimana nemani Ayah?" tanya Bunda setelah Bi Inem ke belakang.
"Alhamdulillah, Bun. Lancar dan aman," jawabku sambil tersenyum.
"Terus kenapa mata kamu sembab?"
Mendengar pertanyaan beliau aku hanya bisa cengar cengir saja, dari pada nanti Bunda banyak tanya segera aku pamit ke kamar.
"Huft ... Lelah."
Kelempar tas ke atas kasur dan langsung rebahan, beginilah kalau kaum rebahan. Mana ngantuk lebih baik tidur, tapi sebelum tidur main Hp dulu pastinya. Kelakuan kalian juga pasti begitu'kan? Hayo jujur?
Dari pada gabut mending nyalakan data, baru saja data nyala notifikasi masuk. Beginilah jadi orang sibuk, hahaha gayanya padahal mah sibuk sembuhin patah hati. Dasar Zia, hiks.
Dari sekian banyak notifikasi WA dan FB hanya WA yang kubuka, itu pun dari teman. Saat membuka FB mataku terpaku pada satu akun yang tadi menglove stori dan postinganku.
"Kenapa namanya ada di pesan? Balas jangan, ya?"
Duh, bingung. Dari pada penansaran mending kepoin dulu, deh. Hayo siapa yang suka begitu? Kalau kalian begitu, fix kita sama.
Mataku langsung melotot melihatnya, ternyata dia ganteng, gaes. Sayangnya bukan itu permasalahannya, ini masalah hati. Kalian pasti pernah dengarkan orang biasa bisa mendapatkan wanita cantik atau laki-laki ganteng, kalian pasti tahu'kan jawabannya?
Yap, kenyamananlah yang membuat mereka menjadi sayang dan cinta. Tapi, bukan berarti Kak Deva tidak tampan, ya. Dia sangat manis juga tampan menurutku. Kan ingat lagi sama dia, yang mudah move on bagi tips dong.
Dari pada mikiri Kak Deva lebih baik balas pesannya saja, siapa tahu jodoh. Eak, kebiasaan kalau masih bawaan ghosting pasti begini.
[Waalaikumusalam warohmatuLLAHI wabarokatuh.]
Cukup singkat saja membalasnya, jual mahal dong. Ingat kita cewek jangan mudah baper, dan dulu Aku juga begitu saat pertama kali Kak Deva mengirim pesan. Tetapi, entah kenapa dan Zia lupa dari mana awalnya. Tahu-tahu rasa nyaman itu hadir menyapa dan dia membuat hati ini berbunga-bunga saat mendapati pesannya.
Ternyata hatiku lemah sekali, ya? Mudah baper, tahu gini mending tidak usah kenal. Setiap ingin memaki kenyataan, aku sadar kalau ini memang takdir. Yah, setiap pertemuan atau perpisahan pasti ada hikmahkan?
Tring.
Lagi-lagi dia membalas pesanku.
[Hai, what is you're name?]
Nih, orang ga liat apa nama udah ada masih saja tanya. Duh, kalau dekat enak banget lempar dia dengan sepatu. Eh, jangan nanti dia terluka.
[Ziasya Virgantama.]
[This is real accaount?]
[If it's fake what the problem with you? This is real!]
Nih cowok baru kenal saja sudah ngajak berantem, enak saja dia mengatakan akun FBku palsu. Dari pada kesal mending matiin data, eh tapi tunggu masih dibalasnya
[Sorry, Ziasya. Don't angry.]
Manis sekali dia, ah jadi baper. Kan kumat lagi.
[It's oke no problem.]
Tidak ada balasan lagi mungkin dia ngepoin akunku, biarin saja deh. Lebih baik keluar lihat Bunda, biasanya Bi Inem sudah pulang.
Sambil berdendang riang kucari Bunda di dapur, rasanya kok lega, ya setelah marah-marah dengan cowok tadi. Jangan-jangan dia mood startku, ah kiyut.
"Bunda," panggilku riang saat melihat beliau yang sedang sibuk dengan adonan.
"Mau bikin apa?" tanyaku mendekatinya.
"Tidak tidur, Dek?" tanya Bunda yang masih sibuk memindahkan adonan kue.
Sebagai anak yang baik, ramah, menurut dan sopan. Maka aku dengan cekatan membantu Bunda membersihkan bekas barang yang di pakai dan merapikannya, tentunya setelah beliau sudah memindahkan adonan dan memanggang kue, ya.
"Dek," panggil Bunda.
"Ha? Apa, Bun?"
"Tadi beneran ga ada kendala dikantor Ayah, Nak?"
"Bunda, Dedek'kan sudah bilang aman."
"Syukurlah, terus kenapa tadi wajahnya wkatu pulang seperti habis nangis?"
"Emm ... Itu, Bun. Anu ..." Duh bingung mau jawab apa. Aha kayanya itu saja deh jawabannya, kalian tahu apa? Ayo tebak.

Komento sa Aklat (92)

  • avatar
    XieYueLan

    Wehehe gak bisa bayanginnya punya suami orang Pakistan. Putri Yue udah hadir disini. hayo ingat gak aku siapa?

    14/08/2022

      0
  • avatar
    Noordiana Binti Abdullah

    so good

    3d

      0
  • avatar
    Budi Mahesa

    good

    13d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata