logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

5. Wajah Terakhir

Abyan merasa senang karena Bunda sudah berada di sampingnya kini. Seperti biasa Bunda membuat sarapan dan mengajarinya belajar.
Hari ini bunda terlihat sangat cantik. Ia memakai kerudung dan gamis dengan warna hijau army. Kaca mata bulat yang bunda pakai semakin membuatnya terlihat manis.
Bagi Abyan, Bunda adalah sumber kebahagiaan.
"Undaa, kata Omah sama Ayah Bunda lagi sakit ya? Tapi sekarang Unda udah sembuh kan? Sama Dede juga."
Yerin hanya tersenyum dan mengiyakan.
Yerin mengelus kepala Abyan dengan rasa sayang yang teramat dalam.
"Unda, aku mau main ini. Terus mau main yang itu," Abyan merengek manja.
Yerin dan Abyan berada di area bermain mall yang terbilang besar di kota tempat mereka tinggal.
Yerin menuruti semua keinginan Abyan kali ini. Melihat Abyan bermain mandi bola, memanjat jaring-jaring dan melompat di trampolin. Hal yang menyenangkan. Abyan terlihat bahagia dengan itu semua.
Setelah Abyan lelah, mereka memutuskan makan siang. Menu kali ini ada paha ayam goreng dan sosis bakar kesukaan Abyan. Ia makan dengan sangat lahap.
Yerin menatap Abyan dengan dalam. Mengajaknya bicara perlahan.
"Kaka..." Yerin memanggil lembut.
"Mmh iya, Unda?"
Abyan menatap Yerin dengan dua bola mata besar bulat yang gemas.
"Kaka jangan nakal yaa. Nurut sama Ayah," Yerin tersenyum.
Abyan masih mengunyah ayam yang belum selesai dimakan. Ia antusias menjawab pertanyaan Yerin hingga sebagian yg ada di dalam mulutnya tersembur ke luar.
"Iya, Unda. Aku anak baik. Pasti nggak akan nakal dan nurut sama Ayah."
Yerin tersenyum lagi. Mengeluh kepala Abyan perlahan.
Tiba-tiba semua menjadi gelap dan hilang. Tidak ada Yerin di hadapannya lagi. Abyan hanya bisa menangis dan teriak memanggil bunda dengan keras.
"Undaaaa!"
***
Anggota keluarga mengelilingi Abyan saat terbangun. Satu persatu memeluk dan menciuminya. Ada juga yang menangis hingga baju yang Abyan pakai basah.
Abyan anak hebat.
Abyan anak pintar.
Abyan yang kuat dan sabar ya sayang.
Abyan pintar ya. Sekarang Bunda udah nggak sakit lagi.
Abyan jangan sedih ya.
Itulah kira-kira ucapan yang Abyan dengar. Anak laki-laki ini masih tidak mengerti tentang apa yang terjadi.
Di sekelilingnya banyak orang dewasa. Mata mereka sembab. Masih ada juga yang masih sesenggukan. Tidak biasanya rumah Abyan ramai seperti ini. Terakhir kali rumah ini menerima tamu adalah saat acara pengajian 4 bulanan Yerin.
Abyan bangun dari tempat tidurnya. Ia perlahan berjalan keluar. Abyan melihat Ayah dan Omah.
Biasanya ketika melihat Abyan mereka tersenyum. Baru kali ini mereka tertunduk dan tidak mampu berkata apapun.
Ada satu kejanggalan yang Abyan lihat. Siapakah sosok yang ditutup kain di seluruh tubuhnya itu?
Abyan berjalan mendekati seonggok tubuh itu. Ia buka kain penutup wajahnya perlahan.
"Undaa..."
Abyan terkejut mendapati Bunda terbaring di sana. Rasanya baru saja ia menikmati ayam goreng juga bermain bersama Bunda. Sekarang, dengan tiba-tiba Bunda sudah terbujur kaku di hadapannya.
Melihat kejadian itu, Hazan bangun dari tempat duduknya. Sebenarnya ia tak sanggup melihat jenazah istrinya. Semakin ia melihat, semakin ia merasakan sesak di dada. Hazan tidak mau air mata yang ia keluarkan akan menyakiti jenazah istrinya.
"Kaka," lirih Hazan.
"Ayah, kenapa Unda tidur di sini? Kok Unda nggak bangun-bangun Ayah? Biasanya kalau Kaka panggil, Unda langsung bangun."
Abiyan bertanya dengan kepolosannya.
"Sekarang Unda lagi tidur dulu ya Kak. Tapi Unda tidur selamanya. Unda nggak akan bangun dan nggak sama kita lagi. Nanti Kaka selalu sama Ayah yaa."
Hazan menjelaskan perlahan. Ia menengadahkan kepalanya ke atas. Berusaha agar air matanya tidak tumpah lagi. Kali ini Hazan harus menjadi laki-laki tegar di hadapan putranya.
"Tapi nanti Unda bangun kan ayah? Kaka mau temenin Unda aja sampai bangun," ujar Abyan.
Seluruh mata tertuju kepada Abyan dan Hazan. Tak kuasa sanak saudara dan kerabat menahan air mata. Abyan masih begitu lugu, ia belum mengerti bahwa kematian adalah berpisah selamanya.
Hazan tak kuasa menjawab. Ia hanya mampu memeluk dan mengecup pipi juga keningnya.
Hazan berusaha mengajak Abyan untuk beranjak dari jenazah Bunda. Namun, Abyan menolak. Abyan bersikeras ingin berada di sisi Bunda.
***
Keluarga dan sahabat silih ganti berdatangan. Mereka tidak menyangka bila Yerin akan pergi secepat ini.
Kebanyakan dari mereka tahu kabar ini dari sosial media. Jarak mereka terbilang jauh dari rumah duka, namun mereka tetap hadir untuk melihat Yerin terakhir kalinya.
Kabar baik untuk Hazan. Semua tamu mengatakan Yerin adalah orang baik. Mereka mendoakan kebaikan untuk Yerin. Semoga menjadi amal pemberat bagi Yerin.
Abyan masih betah berada di sisi Bunda. Sementara sudah waktunya untuk proses pemandian.
Hazan mencoba merayu Abyan untuk beranjak dari sisi Bunda.
"Kaka, sekarang Unda mau dimandikan. Kaka bangun dulu ya dari sini."
Kali ini Abyan bangun dari duduknya tanpa protes. Mata Abyan masih menatap Bunda, tidak ada air mata di sana. Hanya tatapannya yang kosong.
Abyan menyaksikan ketika Bunda digotong oleh Ayah dan beberapa saudara laki-laki yang lain. Abyan mundur perlahan. Menyandarkan dirinya di tembok. Ia perlahan sadar, bahwa Bunda memang telah tiada.
Abyan mematung bersandar di tembok, kemudian Omah menghampirinya perlahan.
Kondisi Omah sudah jauh lebih baik kini. Meski ia masih belum bisa menahan air matanya yang jatuh sesekali.
"Abyan, yuk sama Omah. Mau lihat Bunda dimandikan?" tanya Omah.
"Mau, Omah," jawab Abyan sambil mengangguk.
Yerin dibaringkan di atas papan khusus untuk pemandian jenazah. Disaksikan oleh Hazan, Omah dan Abyan.
Pikiran Abyan melanglang jauh. Ia masih ingat bagaimana cara bunda ketika memandikannya.
Kaka, ayoo mandi dulu
Kaka, yuk main air.
Kaka, kalau udah mandi nanti boleh main sepeda.
Abyan malang. Ia masih kecil. Namun memori tentang sang Bunda begitu sempurna ia ingat.
Tidak hanya Abyan. Hazan memiliki memori yang kuat tentang kenangannya bersama Yerin.
Ia masih ingat bagaiman Yerin begitu memperhatikan, termasuk untuk hal kecil.
Menyiapkan handuk, baju berwarna senada bahkan menyemprotkan minyak wangi pilihannya ke pakaian Hazan. Katanya, supaya pergi kemana pun selalu ingat istrinya.
Proses pemandian telah selesai dan berlangsung tanpa hambatan. Omah yang semula gemetar, kini lebih tenang.
Jenazah Yerin terbaring untuk dipakaikam kain kafan. Dilihat oleh seluruh anggota keluarga, terutama yang perempuan. Hazan dan Abyan pun melihat sampai akhir.
Hazan jadi teringat tentang gamis milik istrinya yang ia beri kemarin sebagai hadiah ulang tahun pernikahan dan belum sempat terpakai. Ternyata, kain kafan ini yang lebih dulu melekat di tubuh Yerin.
Yerin terpejam. Hazan dan Abyan melihat untuk terakhir kali sebelum semuanya tertutup rapat.

Komento sa Aklat (84)

  • avatar
    AvikaVika

    bagus banget

    20/08

      0
  • avatar
    JayaAgung

    wkwk

    19/08

      0
  • avatar
    NaufalAsep

    ok banget

    31/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata