logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

4. Air Mata Kehilangan

Sajadah musholla menjadi basah. Hazan tak kuasa menahan air matanya. Ia benar-benar tidak siap dengan kemungkinan terburuk yang akan ia hadapi.
Bagaimana hidup ini nantinya jika tidak ada Yerin di sampingnya. Juga, bagaimana Abyan bisa tumbuh menjadi anak tanpa seorang ibu.
Ia masih terus berdoa agar Allah tidak mengambilnya dengan cepat. Masih banyak mimpi yang ingin ia wujudkan bersama Yerin. Jika Yerin pergi sekarang, ia merasa menjadi suami tak berguna. Belum sempurna rasanya Yerin merasakan kebahagian yang diberikan oleh Hazan.
Hazan akan merasa sebagai laki-laki dengan penuh penyesalan jika Yerin benar-benar pergi.
Hazan mengingat-ingat betapa Yerin telah banyak melakukan pengorbanan besar untuk dirinya.
***
Pendarahan.
Janin tidak berkembang.
Hamil di luar kandungan.
Setiap pemeriksaan kehamilan yang berujung kecewa. Yerin selalu menangis usai mengunjungi dokter.
Ia selalu cemas bisa mendapati dirinya positif hamil. Yerin takut janin yg dikandungnya tidak berkembang lagi.
"Apa ya Mas salah aku? Sampai Allah selalu mengambil janin yang aku kandung," tanya Yerin kesal.
"Sssst. Istighfar sayang. Takabur namanya kalau bicara seperti itu."
Hazan menempelkan telunjuk di atas bibir Yerin. Tanda bahwa Yerin tidak boleh melanjutkan kata-kata itu lagi.
"Tapi aku juga mau kaya perempuan lain Mas. Bisa hamil dan melahirkan. Sekarang kan umur aku sudah mau 30 tahun. Aku nggak mau nanti hamilnya usia tua."
"Kamu nggak bersyukur kalau masih bicara seperti itu, Sayang. Sekarang coba kita lihat, berapa banyak saudara dari aku dan kamu yang belum diberikan keturunan? Temanmu dan temanku? Juga tetangga kita? Ada yang merindukan kehadiran janin di rahim meski hanya sebentar. Jadi, sabar dan tetap bersyukur ya."
Hazan selalu bisa membungkam Yerin dengan kata-kata meneduhkan. Laki-laki ini sadar, yang namanya perempuan selalu labil dengan emosinya sendiri.
Hazan tidak pernah menyalahkan sikap Yerin. Baginya Yerin adalah perempuan terindah dalam hidupnya setelah Ibu.
Yerin tidak pernah membantah ucapan Hazan. Yerin tahu jika suaminya tidak pernah mengekangnya. Hazan selalu membiarkan Yerin mengambil dan menikmati pilihan dalam hidupnya. Hazan bukanlah tipikal suami otoriter.
"Mas, kayanya aku mau resign aja dari kerjaan," ucap Yerin serius.
"Kenapa?" tanya Hazan.
Semenjak menikah Hazan tidak pernah melarang Yerin untuk bekerja. Ia tidak mau membatasi geraknya. Selagi Yerin bisa tetap menunaikan kewajibannya sebagai istri. Hazan tak masalah.
"Aku mau fokus, Mas. Mudah-mudahan ini jadi jalan ikhtiar kita untuk dapat momongan," Yerin menjawab mantap.
Hazan terenyuh. Yerin sanggup mengorbankan hal besar dalam hidupnya. Padahal karir yg ia jalani ini, sudah ia perjuangkan bahkan saat mereka berdua belum saling jumpa.
"Kamu yakin?" tanya Hazan sekali lagi.
"Iya, Mas, aku yakin."
Tiga bulan berlalu. Yerin full mengurusi rumah tangga. Akhirnya Yerin dan Hazan diberikan kepercayaan kembali. Yerin positif hamil.
Kehamilan Yerin kali ini tanpa masalah. Yerin sangat bahagia. Pengorbanannya langsung diganti dengan rezeki yang tak ternilai harganya.
Masa-masa awal kehamilan yang dirindukan. Semua berjalan indah sesuai semestinya.
Sembilan bulan dilalui tanpa terasa hingga Abyan lahir ke dunia. Mereka menjadi keluarga yang sempurna. Keluarga kecil dan memiliki satu orang putra. Hingga Abyan kini tak terasa sudah menginjak usia 6 tahun.
***
Handphone Hazan bergetar, membuyarkan lamunannya tentang masa lalu.
Panggilan masuk dari Mbak Zahra. Ia memilih tidak menjawab telepon. Melainkan langsung ke ruangan Yerin berada. Firasat Hazan ada sesuatu yang penting.
Tangis pecah di ruangan tempat Yerin berada. Mama dipeluk Mbak Sarah, air mata masih berurai tanpa jeda.
Hazan melihat Yerin lamat-lamat. Tubuhnya terbaring kaku. Wajahnya pucat membiru.
Dihampirinya Yerin dengan langkah pelan namun perlahan. Tangan dan kaki Hazan bergetar hebat. Ia sentuh wajah istrinya perlahan. Tidak ada lagi desah nafas hangat yang ia rasakan dengan tangannya.
"Bunda,"sapa Hazan pelan.
"Bund. Bunda..." Hazan memanggil lagi.
Jelas tidak ada respon dari Yerin. Ia telah meninggalkan Hazan dan Abyan. Yerin pergi sendiri menuju kehidupan abadi. Yang tersisa hanya kerinduan tidak berujung. Kerinduan yang tidak tahu akan sampai di muara yang mana.
Tangis Hazan pecah. Ia pikir dirinya adalah laki-laki kuat dan bisa menerima takdir. Nyatanya tidak. Hazan menjadi orang paling rapuh perihal kehilangan.
Bayang-bayang masa bahagia masih menari-nari di dalam ingatannya. Kebahagiaan kelurga kecil mereka yang tengah menunggu adik kecil. Semua sirna. Yerin pergi tidak sendiri, melainkan bersama bayi kecilnya.
Hazan hanya mampu mengelus pipi Yerin yang dingin. Mengusap kepalanya dan pundaknya. Memegang perut besar dan menciumnya.
Ia mundur perlahan dari jenazah Yerin. Air matanya mengalir deras.
Mbak Zahra mendekati adik bungsunya dan membuat ia kuat.
"Dek, Yerin mau dimakamkan di mana? Di dekat rumah atau di dekat rumah Omah?"
"Rumah." Jawab Hazan datar.
BUG!
Hazan telah tersungkur di lantai. Ia tidak sadarkan diri.
***
Omah dan Hazan masih tak kuasa untuk berjalan. Kakinya terasa lemas. Mereka hanya mampu mengurai air mata sepanjang perjalan dari rumah sakit menuju rumah duka.
Sesuai keputusan keluarga Yerin akan dimakamkan di dekat rumah. Jenazahnya pun akan diurus oleh anggota keluarga.
Awalnya rumah sakit ingin mengurusnya, karena Yerin diduga pasien covid. Namun hasil swab belum keluar. Sedangkan hasil rapid tes menujukkan non reaktif. Mbak Zahra memperjuangkan agar kelurga besar bisa mengurus Yerin untuk terakhir kalinya.
Sirine mobil jenazah memecah jalanan ibu kota. Disusul oleh mobil keluarga duka di belakangnya.
Satu keluarga tengah berduka kini. Omah masih menceracau, masih tak percaya akan kepergian putrinya secara tiba-tiba.
Hazan masih terpejam dengan air mata berurai. Mulutnya masih menyebut nama Yerin berulang kali.
Tidak ada yang tahu tentang takdir. Padahal kemarin Yerin masih bersamanya. Sekarang Yerin pergi lebih dahulu meninggalkan mereka.
Omah masih ditenangkan oleh Mbak Sarah. Hazan memilih untuk menyandarkan diri di kursi mobil. Mbak Zahra fokus meyetir mobil mengikuti mobil jenazah.
***
Kabar yang mengejutkan. Tangisan pun pecah. Mereka tahu Yerin adalah perempuan baik.
Ibu dan ayah Hazan telah berada di rumah. Mas Bagas dan Mas Aji, suami Mbak Zahra dan Mbak Sarah menunggu di rumah. Awalnya mereka ingin menyusul. Tapi katanya tak perlu, ada pihak rumah sakit yang membantu. Mereka hanya perlu fokus kepada Abyan.
Abyan masih tertidur. Ibu Hazan mengelus kepala Abyan dengan perlahan.
"Kuat ya Abyan. Sabar ya Abyan," ujar Nenek.
Semua keluarga yang berkumpul memandang Abyan dengan tatapan kasihan. Mereka khwatir dengan kondisi psikologi Abyan jika tahu sang bunda sudah pergi untuk selamanya.
Sirine mobil jenazah semakin terdengar jelas. Mobil hitam besar itu kini terlah terparkir di halaman rumah.
Tangisan menyambut kedatangan jenazah Yerin. Suara riuh itu mampu membuat Abyan terbangun.
"Unda, udah pulang?"

Komento sa Aklat (84)

  • avatar
    AvikaVika

    bagus banget

    20/08

      0
  • avatar
    JayaAgung

    wkwk

    19/08

      0
  • avatar
    NaufalAsep

    ok banget

    31/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata