logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Mengenang Perpisahan

Usai menyelesaikan semua pekerjaannya, Ayya memasuki kamar. Ia telungkup di atas kasur yang digunakan bersama Balqis untuk merehatkan tubuh mereka setiap malam.
Kembali ia buka kertas pemberian Amar.
“Perpisahan ini bukan akhir, tapi awal dari perjuangan kita. Aku bertekad bulat akan terus belajar dan memperbaiki diri. Ilmu itu luas dan akan terus ku cari walau sampai ke ujung negeri.
Pesanku untukmu ...
Aku berharap kamu memiliki gelora yang sama untuk terus berjuang tuk masa depan. Semangat Ayya sahabat kecilku, ku yakin kamu mampu.”
“Mba Ayya, sabun mandi habis. Gimana dong?! Aku mau mandi, nanti badanku bau apek kalau ngga pake sabun,” keluh Balqis yang sudah berdiri di sisi ranjang. Mulutnya mengerucut.
Ayya menghela nafas panjang, ia beringsut duduk di tepi ranjang seraya menyembunyikan kertas di belakang tubuhnya.
“Apa tuh yang di sembunyiin?” Balqis berusaha meraih sesuatu dari tangannya.
Ayya sontak meneplak tangan jail Balqis, “ Kepo kamu, jangan iseng!” tutur Ayya.
“Ish! Pelit amat. Ya udah cepetan beli sabunnya! Aku udah gatel pengen mandi,” rengek Balqis.
“Iya sabar, ini kaka mau beli di warung Bang Am ....” Ayya memotong pembicaraanya.
“Bang Amar udah berangkat ke Malaysia, Kak. Tadi waktu aku lewat tokonya masih tutup. Kayanya Bu Sarah sama Pak Hasan belum pulang,” papar Balqis.
Raut wajah Ayya berubah lesu. Biasanya ia selalu membeli kebutuhan di toko Bu Sarah dengan Amar sendiri yang melayaninya.
“Hey, Kak! Kok malah melamun?” Balqis melambaikan tangan di wajah Ayya.
“Nanti kesurupan loh?!” tegur Balqis.
“Eh ... i-iiya, ini kaka mau beli di warung sebelah aja,” jawab Ayya dengan sedikit terbata. Terlihat sekali ia sedang menyimpan gejolak di hatinya.
Ayya beranjak keluar. Sepanjang jalan banyak memori yang berputar di kepalanya, semuanya menggambarkan kebersamaan ia dengan Ammar.
“Beli Bu,” ujar Ayya sesampainya di depan warung Bu Romlah.
“Beli apa Ayya?”
“Hmmm ....” Ayya berusaha mengingat.
“Kecap Bu, iya beli kecap satu," ungkap Ayya.
“Iya, ini kecapnya.” Bu Romlah memberikan kecap yang di minta Ayya.
“Terimakasih Bu,” ucap Ayya.
Ia kembali berjalan menuju rumahnya masih dengan kenangan yang berputar di kepalanya.
Seringkali ia berpapasan dengan Amar di jalan, mengobrol dan membahas berbagai hal ... yang berujung Amar harus mengalah jalan kaki, sedangkan sepeda ontelnya di kendarai Ayya.
“Ini Dek kecapnya.” Ayya menyerahkan kecap kepada Balqis.
“Apa? Mba Ayya udah linglung, ya? ‘Kan Balqis mau mandi, masa di kasih kecap?!” protes Balqis.
“Ehh ... bukannya tadi kamu minta kecap?” Ayya terbelalak tak percaya.
“Udahlah sini uangnya, aku aja yang beli sendiri. Mba istirahat aja! Biar kembali kesadarannya.” Balqis menengadahkan tangannya.
“Hust! Sembarangan kamu," serah Ayya seraya memberikan uang kepada Balqis.
***
Ayya duduk di atas ranjang sembari memijit pelipisnya.
“Hufft ....”Lagi-lagi ia menghela nafas panjang. Ia memperhatikan inisial liontin A&A di lehernya yang Amar berikan lusa kemarin.
“Sehari tanpa kamu udah buat aku linglung begini, Mar. Gimana kalau sampe 4 tahun kedepan? Kamu baik-baik disana, ya? Aku juga bakal jaga diri aku dan berusaha menjadi yang lebih baik," gumam Ayya.
“Ayya ... Nak, kamu dimana?” panggil Bu Salamah dari tempat pembaringannnya.
Ayya berdiri dan beranjak keluar.
“Ayya disini Bu,” jawab Ayya.
“Ibu kira kamu sudah berangkat ke rumah Bu Lurah Nak.”
“Ini Bu, Ayya mau berangkat sekarang.” Senyum tipis terbit di ujung bibirnya, sembari menyalami tangan Bu Salamah.
“Iya, Nak. Maafin ibu yang tak berdaya, sehingga kamu harus gantiin semua tanggung jawab ibu," ucap Bu Salamah dengan sendu. Tangannya membelai lembut wajah Ayya.
“Nggak papa Bu. Ayya senang bisa bantu Ibu.” Ayya mengembangkan senyumnya.
“Terimakasih anak sholehah ibu, hati-hati ya, Nak.”
“Baik Bu, assalamuallaikum,” pamit Ayya.
“Wa’allaikumussalam.”
***
Di tempat yang lain, Amar duduk bersama keluarganya di ruang tunggu Bandara. Bu Sarah menyuapi makanan kepada Amar dari rantang yang ia bawa dari rumah.
“Ummm ... udah Bu, Amar malu di liatin orang yang lewat," protes Amar kepada ibunya.
Orang yang berseliweran ada yang memandangnya aneh, bahkan ada yang melihatnya sambil menahan tawa seraya menutup mulut.
“Lagi, Nak! Kapan lagi kamu di suapin sama ibu,” paksa Bu Salamah dengan terus menyuapi.
Bu De Sofiya hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik iparnya menyuapi bujangnya makan.
“Bang Amar jadi bayi tua, hahaha," ledek Rama.
“Bu, Rama juga di suapin!”
“Udah kamu aja, nanti Rama biar sama Bu De," timpal Bu De Sofiya.
“Wleeek ....” Rama menjulurkan lidahnya kepada Amar.
Amar membalasnya dengan memonyongkan ujung bibirnya.
“Hahaha." Keluarga mereka serempak tertawa.
Suara pemberitahuan menggema, Amar segera bersiap diri.
“Minum dulu, Nak.” Bu Sarah menyodorkan air minum kepada Amar. Ia meminumnya sampai tandas.
“Alhamdulillah.”
Hawa hangat menyentuh tubuhnya, rupanya Bu Sarah sudah memeluknya erat sambil terisak.
“Hati-hati di sana, ya, Cah Bagus! Ibu akan selalu mendo’akanmu.” Suara Bu Sarah terdengar bergetar.
Amar membalas pelukan ibunya dengan erat. Bu Sarah merenggangkan pelukannya dan mencium kening, pipi kanan-kiri Amar bergantian.
Pak Hasan terlihat menyeka air matanya ketika Amar berpamitan. Ia segera merangkul anak laki-lakinya itu.
“Semoga di mudahkan mencari ilmu, Nak. Jangan lupa bapak dan ibu, do’akan kami selalu,” ucap Pak Hasan.
Tetes bening lolos dari sudut mata Amar, perih terasa melihat kedua orangtuanya bersedih.
Pak De Hamzah menepuk bahu Amar berusaha menguatkan perasaannya, “Semangat Amar, terus berusaha dan pantang menyerah!”
Bu De Sofiya tersenyum hangat kepada Amar, “Bu De mendo’akan yang terbaik untuk Amar.”
“Terimakasih Bu De.”
“Bang Amar jangan lupain Rama, jangan lupa oleh-olehnya,” ujar Rama dengan polosnya.
“Hahaha ... siap jagoan!" balas Amar dengan gelak tawa.
“Assalamuallaikum semua,” salam Amar kepada keluarganya.
“Wa’allaikumussalam.”
Amar berjalan menjauh, sesekali ia kembali menengok kebelakang melihat semua anggota keluarga melambaikan tangan kepadanya.
Perpisahan terasa menyayat dada Amar.
Indahnya kebersamaan akan berganti dengan beratnya berjuang sendirian di negeri orang. Ia berusaha menguatkan hati dan pikiran demi cita-cita dan masa depan gemilang.

Komento sa Aklat (167)

  • avatar
    XxJiq

    I'm committed to doing quality work and maintaining high standards.

    14h

      0
  • avatar
    NATASYAHAZWANIE

    bestttt gila

    1d

      0
  • avatar
    fasehaain

    love

    5d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata