logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

MENAHAN TANGANNYA

Laura berjalan cepat di rumah sakit, dia mendapatkan kabar dari teman-teman kalau Brayen masuk rumah sakit, sepertinya dia berkelahi hingga terluka cukup serius.
Setelah menemukan ruangan yang ia cari, Laura segera masuk kedalam, dan menemukan Brayen benar-benar terluka parah, kepalanya juga terikat perban membuat Laura menutup mulutnya menahan tangis.
Siapa yang tega melakukan hal jahat ini pada kakak baiknya, Laura berjalan menghampiri pria yang berbaring itu, tangan ia sentuh tak lama sebuah suara keluhan masuk ke pendengarannya.
"Aw!" ucap pria itu yang kesakitan tangan disentuh, salah satu jarinya retak, jadi cukup sakit saat gadis itu mengakatnya. Mendengar keluhan itu dengan cepat Laura melepaskannya dan membuat Brayen semakin mengadu kesakitan.
"Aaaa sakit!" teriak Brayen yang sekarang menatap Laura, biang kerok dari masalah ini.
Laura menutup mulutnya. "Maaf kakak baik, Lala gak sengaja."
Brayen menatap gadis itu dengan penuh permusuhan, kenapa dia bisa kemari? Padahal selama ini tak pernah ada yang menjenguknya, kecuali dua bawahannya itu.
"Ngapain sih Lo kesini?" tanya Brayen kesal.
"Mau jenguk kakak baik, kakak baik gak apa-apa?" tanya Laura sambil melepaskan tangan dari mulutnya.
"Buta mata Lo?"
"Gak, mata Lala masih sehat tuh," balasnya sambil melebarkan mata itu, membuat Brayen bertambah kesal saja, dia harusnya istirahat sekarang kenapa anak ini malah ada disini, membuat ia terganggu saja.
"Mending Lo pulang sana! Gue mau istirahat!"
"Lala baru nyampe tau, kakak baik. Oh iya Lala juga bawa sesuatu buat kakak baik." Tiba-tiba entah plastik besar dari mana, dia keluar dari kolong membuat Brayen melongo sambil menatap kebawah.
Plastik besar itu diletakkan di perut Brayen membuat dia kembali berteriak kencang. "Aaaahhh sakit! Jangan taro situ!"
Dengan cepat Laura mengakatnya, dan kembali menaruh plastik besar itu ke tangannya yang patah, membuat Brayen kembali berteriak kencang.
"Aduh kakak baik, kenapa teriak terus sih?"
"Lo gila ya? Gue itu lagi sakit ya tentu aja gue teriak," ucap Brayen yang gak habis pikir, kenapa kejadian konyol ini harus ia hadapi.
"Terus Lala harus taruh dimana dong?" tanya Laura polos.
"Taro di bawah aja!" ujar Brayen seperti ingin kembali berteriak, Laura pun kembali menaruh beberapa Snack itu dikolong.
"Kakak baik cepet sembuh ya!" ucap Laura yang sekarang memandang begitu sedih
"Gak usah liatin gue kayak gitu! Lo kayak mikir gue mau mati aja."
"Kakak baik gak boleh ngomong mati!" ujar Laura.
"Kenapa emangnya?"
"Lala gak rela, kalaupun suatu saat kakak baik mati, mending Lala duluan aja," balasnya begitu serius.
"Gak ada yang tau kematian."
"Iya Lala juga gak tau, tapi Lala udah doa kalau kakak baik mati, Lala duluan aja."
"Terserah Lo, gue gak perduli," balas Brayen.
"Kakak baik udah makan belum?"
Brayen menatap gadis itu cukup lama. "Belum."
"Kenapa kakak baik belum makan, nanti sehatnya lama loh!"
"Ngapain sih Lo perduli?"
"Lala kan suka sama kakak baik dan kakak baik juga udah nolong Lala beberapa kali, jadi wajar doang kalau Lala peduli?" tanya Lala begitu polos, sebenarnya Brayen bukan tidak ingin ada yang peduli padanya, tapi ia rasa aneh saja kalau ada orang yang peduli padanya.
Karena ia tumbuh dengan rasa kejamnya dunia, dan tak pernah lagi merasakan kepedulian seseorang setelah kepergian kakeknya.
"Kalau Lo peduli banget, beli bubur sana!" ujar Brayen, Laura langsung berdiri kala mendengar perintah, sekarang berdiri tegak sambil hormat kedepan, padahal tak ada tiang bendera disekitar sini.
"Ngapain sih pakek begitu segala? Gue suruh Lo beli bubur, bukan suruh gerak jalan," ucap Brayen heran, seketika Laura tersenyum bodoh.
"Refleks kakak baik, abis Lala seneng banget kakak baik nyuruh Lala." Dahinya berkerut semakin heran, ada ya orang senang di suruh-suruh seperti Lala?
"Ada ya orang kayak Lo?"
"Ada kok, nih buktinya. Sampai ujung dunia pun kakak baik gak akan Nemu orang kayak Lala," balasnya begitu bangga.
"Banyak omong Lo, mau beli gak?" tanya Brayen yang mulai kesal, walau ia juga gak yakin nyari kayak nih bocah dimana lagi.
"Iya ini juga berangkat, tunggu ya kakak baik!" ujarnya yang pergi meninggalkan Brayen sendiri.
Akhirnya sepi, Brayen selalu senang dengan keadaan seperti ini. Karena keramaian adalah petaka baginya, semua orang seakan menyalahkan, semua orang seakan memusuhinya, membuat dia memiliki berteman dengan kesunyian.
Tiba-tiba pintu kembali terbuka, ia kira itu Laura tapi nyatanya itu sang papa yang dengan wajah sangar.
Dia tersenyum remeh. "Kamu masih hidup rupanya."
"Suatu saat papa akan liat jasad Brayen kok, atau papa mau buat itu sekarang?" tanya Brayen. Keluarga itu sama sekali tak menunjukkan kasih sayang apapun, yang ada hanya permusuhan.
"Papa mau bunuh kamu, tapi itu terlalu cepat." Mendengar hal itu Brayen marah, dia seakan mengukur waktu membiarkan dia hidup untuk siksaan yang panjang dan itu sangat menyakitikan.
Dia membantingkan tiang yang ada impusannya dan itu hampir mengenai sang Papa. "Anda adalah ayah yang terjahat yang saya, tau. Tidak ada ayah yang menyakiti darah dagingnya sendiri!"
Karena aksi itu sang ayah marah, kala ia hendak kembali memukul Brayen, Laura datang dengan bubur yang ada di tangannya. Sontak lengan yang tadinya hendak memukul kembali Brayen, berubah menjadi elusan kepala.
Pria itu juga menunjuk senyum palsu, padahal hatinya menggebu-gebu ingin sekali menghajarnya.
Laura heran melihat hal itu. "Om Siapa?"
"Papa," balas Brayen singkat.
Sontak Laura tersenyum lebar. "Wah papanya juga gak kalah ganteng dari anaknya."
Mendengar hal itu ayah Brayen tertawa kecil, anak ini pintar merayu. "Hahaha, kamu bisa saja."
Tiba-tiba mata Laura melihat tiang impusan terjatuh, membuat wajahnya heran. "Kok tiangnya bisa jatuh?" tanyanya sambil kembali membetulkan.
"Tadi om gak sengaja nyenggol, jadi jatuh," balasnya sambil tersenyum, membuat Laura mengangguk paham, tak lama ia memberikan bubur itu pada Brayen.
"Nih katanya kakak baik mau makan!" Brayen menerima makan itu, Laura sedikit bingung kenapa Brayen dari tadi menunduk, padahal biasanya dia mengakat wajahnya seperti berkata 'Akulah yang terhebat'
"Ya udah sekarangkan ada om, Lala pamit dulu ya," ucap Laura yang hendak pergi, tapi Brayen menahan tangannya dengan cepat, ada sensasi getaran pada tangan Brayen.
"Tangan gue masih sakit, gue mau Lo yang siapin!" ujarnya, karena Laura merasa ada yang aneh dia mengangguk.
Saat Laura sedang membuka tempat bubur itu, papa Brayen bangkit dengan tangan yang berada disaku. "Loh om mau kemana?"
"Pergi, om lupa banyak urusan yang harus om kerjain. Om titip Brayen ya!" ucapnya dengan senyuman.
Laura mengangguk senang. "Siap om! Kalau mau tau kakak baik udah sering nyelametin Lala, jadi Lala sekarang yang bakal jagain kakak baik sampai sembuh."
Pria itu sekarang mengelus kepala Laura. "Makasih ya!"
"Sama-sama om," balas Laura dengan senyuman baby facenya.
Selang beberapa lama pria itu pergi meninggalkan keduanya, Laura sekarang memberikan suapan pertama untuk Brayen, tapi tangan pria itu langsung mengambilnya. "Gak perlu, gue bisa sendiri!"
Pria itu segera menyantap buburnya dengan cepat, sedangkan Laura menatap Brayen dengan lekat, ia cukup curiga kalau semua ini bukan karena pria itu berkelahi, tapi karena kejahatan keluarga. "Kakak baik ada masalah ya sama papanya kakak baik?"
Mendengar hal itu Brayen menatapnya dengan wajah terkejut.

Komento sa Aklat (620)

  • avatar
    Aulia Lia

    cerita nya bagus bangett , ada sedii nya juga

    6d

      0
  • avatar
    SelfyanaSelfy

    wahhh baguss bangett ceritanyaaa 🤩

    22d

      0
  • avatar
    KitengAgung

    sangat bagus crita nya

    22d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata