logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

TIGA KALI

Laura sekarang berjalan seiring dengan kapala sekolah, mereka baru saja mengobrol tentang sekolahnya dulu dan kegiatan yang di sukai Laura, agar ia bisa senang disini dan beradaptasi, hingga tak terasa waktu sudah sore, walau ucapan Laura sangat polos tapi ketika mengobrol gadis itu nyambung dan membuat percakapan itu panjang.
"Kalau kamu butuh apa-apa bilang aja ya!" ujar kepala sekolah membuat Laura mengangguk paham, semua tindakan itu didasari karena Laura yang pindahan SMA yang cukup terkenal merogoh kocek orang tua pelajar.
"Iya, pak. Makasih udah banyak nanya tentang Lala," ucap gadis manis itu sambil tersenyum. Mira sudah pulang duluan karena Laura yang menyuruh, padahal gadis itu juga tak tega meninggalkan anak polos itu pulang sendiri.
Saat mereka berjalan kearah lapangan, terlihat beberapa orang tengah mengerumuni seorang pria yang sekarang babak belum, kepala sekolah menghela nafas. "Dia bikin ulah lagi."
Laura menatapnya dengan wajah khawatir. "Pak, mereka ngapain itu?"
"Udah biarin aja!" ujar kepala sekolah sambil kembali berjalan, tapi Laura yang tidak bisa melihat kejahatan didepannya, langsung menahan pria berkepala botak itu.
"Gak bisa gitu pak! Nanti kalau yang babak belur itu kenapa-kenapa gimana?"
"Percuma, Laura! Kita gak bisa apa-apa, anak itu punya kekuasaan di sini," ucap pria situ membuat Laura tak mengerti sama sekali, dia berbalik arah lapangan dan setelah sampai dia menghalangi mereka sambil merentangkan tangannya. Tatapannya sedikit terkejut kala tau siapa yang berada di depannya sekarang.
"Kakak baik?"
"Ngapain Lo di sini?" tanya Brayen datar, padahal ini sudah jam pulang kenapa anak ini belum kembali ke rumahnya, lagipula kenapa dia peduli?
"Kakak baik juga ngapain?" tanya Laura yang heran.
Tatapan tajam Brayen beralih pada Raka, seakan mengisyaratkan sesuatu. Dengan cepat pria itu menyuruh tiga orang lainnya untuk membawa pria ini.
"Gak! Kalian mau bawa gue kemana?" tangis pria itu begitu pilu, seakan dia akan dibunuh sekarang juga. Laura ingin mengikutinya tapi ditahan tangan Brayen.
"Mending Lo pulang!" ujar Brayen begitu serius.
"Gak mau, Lala mau nyelametin pria itu," ucapnya sambil memberontak, tapi Brayen secara kasar mendorongnya hingga terjatuh.
"Lo tuh bego atau gak punya otak sih? Lo gak paham yang gue omongin?" tanya Brayen kesal, ia muak dengan gadis ini.
"Tapi kenapa kalian perlakuan dia begitu?" tanya Laura yang sangat tak mengerti.
"Itu bukan urusan Lo! Bahkan kalau dia matipun, dia gak ada hubungan apa-apakan sama Lo?" tanya Brayen.
Brayen tiba-tiba terkejut dengan Laura yang menarik kerahnya, hingga ia sekarang membungkuk berdekatan dengan wajah baby face miliknya. "Kakak itu harusnya sadar! Itu salah kak! Kakak itu harusnya jadi orang baik yang selalu nyelametin Lala."
Tak lama Brayen memperlihatkan seringaiannya. "Lo yang harusnya sadar, bocah! Gue bukan malaikat yang Lo bayangkan, karena gue itu seorang iblis."
Laki-laki itu melepaskan tarikan dari kerahnya, membuat Laura mematung atas kepergiannya. Tapi Laura seakan tuli, ia masih yakin kalau Brayen memiliki alasan atas tindakannya, dengan cepat Laura berjalan mengejar ketertinggalannya, ia harus cepat sebelum semuanya terlambat.
.
.
.
Tongkat baseball berada di tangan Brayen, yang sekarang sedang duduk dengan wajah bak seorang raja, penuh kekuasaan. Sekarang mereka semua berada di atap sekolah, tempatnya tidak setinggi gedung pencakar langit yang akan langsung membunuh siapapun yang loncat dari sana.
Paling jika pria babak belur itu melompat, patah tulang yang akan dia alami, atau bisa saja lumpuh total.
Pria itu bersujud di depan Brayen sambil menangis. "Tolong maafin gue, gue cuma di suruh, buat ngikutin lo."
"Buat apa? Nyari kelemahan gue?" tanya Brayen yang masih setia dengan tongkat baseballnya.
Papanya seorang gubernur di kota itu dan dia sudah berkuasa selama 3 kali pelantikan, yang artinya sudah menjabat lebih dari 10 tahun dia bertahan, tentu saja banyak yang tak suka, dan ia juga turut terkena imbasnya.
Pria itu menunduk takut, tapi saat ia melihat ke arah sebaiknya mereka terlihat seorang perempuan yang mengintip kegiatan mereka, tak lama sebuah rencana memenuhi otaknya.
Mungkin air susu dibalas tuba itu cocok untuk hal ini, karena niat Laura kemari untuk menyelamatkan pria itu sekaligus, menyadarkan kakak baiknya agar tak melakukan tindakan kejahatan ini.
Pria babak belur itu mengulurkan waktu, agar Laura lebih mendekat lagi. Brayen tiba-tiba menjambak rambutnya hingga ia meringis kesakitan. "Kenapa Lo diem, hah?"
Tak butuh waktu lama, Laura segera berlari kearah Brayen untuk menghentikannya, seketika dia menyeringai senang dan saat cengkraman itu terlepas pria babak belur itu menarik tangan Laura.
Hingga tubuh Laura dibawah menuju ujung puing bangunan, lehernya di cekik oleh pria babak belur itu, dan tangan Laura mencengkram tangannya, berusaha melepaskannya.
Brayen yang melihat itu sontak terkejut, kekasinya sangat cepat hingga ia tak sempat menarik tangan Laura. Lagipula kenapa dia kemari, gadis gila itu benar-benar ingin mati konyol karena hal ini.
"Lepasin!" teriak Laura kesakitan, nafasnya sangat sesak, air mata mengucur di pelupuk matanya, niatnya sangat baik untuk pria ini tapi kenapa dia begitu jahat.
Seakan tuli pria itu sekarang malah, menatap kelima orang itu dengan remeh. "Biarkan aku pergi! Atau aku bunuh gadis ini."
Laura menatap Brayen dengan tatapan berharap, tapi Brayen terdiam beberapa detik hingga ia berkata : "Jatuhkan saja!"
Tatapan gadis itu terbuka lebar, kenapa kakak baiknya tak ingin menolongnya lagi? Apa benar itu seorang iblis?
Sedangkan mata pria yang mencekik Laura, bergerak tanpa henti ia sedang mencari cagar bisa selamat, tiba-tiba pukulan dari tongkat yang dibawa Brayen menghantam wajahnya, hingga ia kesakitan dan melepaskan cengkraman tangannya dari Laura.
Tapi Laura yang kehilangan keseimbangan, merentangkan tangannya berharap pria itu menggapai tangannya, dan benar saja Brayen menangkap tangan itu disaat yang tepat, sehingga Laura memeluk tubuh pria itu karena ketakutan.
Brayen segera membalik tubuh mereka, lalu mendorong Laura hingga terjatuh, tampangnya begitu mencerminkan rasa marah yang menggebu, harusnya tadi dia membiarkan saja gadis ini mati sehingga ia bebas seperti dulu, tapi tubuhnya seakan bergerak sendiri untuk menyelamatkan anak ini dan ia tidak tau kenapa.
Laura menatap Brayen sedih. "Kenapa kakak baik, dorong Lala?"
"Karena Lo bodoh! Lo orang terbodoh yang pernah gue temuin! Kenapa Lo gak pernah mau denger ucapan gue? Kalau sampai gue terlambat, Lo tadi jatuh sialan."
Keempat bawahnya sudah membawa pria babak belur itu pergi, sehingga hanya ada dua orang itu sekarang.
"Tapi buktinya Lala gak jatuh, karena kakak baik nolongin Lala," ucapnya yang kembali berdiri.
"Cewek bego, harusnya tadi gue biarin Lo mati," ucap Brayen yang kesal, dia berjalan melewati Laura dan meninggalkannya.
Tak lama Laura mengejar langkah Brayen, sambil menghapus air matanya. "Tadi itu siapa sih, kakak baik? Kok dia jahat sih sama Lala? Padahal Lala niat mau nolong?"
Tiba-tiba langkah Brayen berhenti dan dia membalikkan badan, sehingga Laura juga ikut berhenti. "Ke-kenapa kakak baik berhenti?"
"Lo tadi hampir mati dan sekarang Lo biasa aja?" tanya Brayen yang heran, padahal harusnya di trauma atau syok begitu? Tapi tidak ada tanda-tanda itu disana.
Laura tersenyum lebar, jika dari tangga menurun ini, Laura sedikit lebih tinggi. "Lala gak takut, karena kakak baik akan selalu nolong Lala mulai sekarang."
Brayen memutar bola mata malas dan kembali berjalan turun di tangga. "Cih, pede banget Lo."
"Tapi bu-buktinya udah 3 kali kakak baik nyelametin Lala," bela Laura sambil mengejar langkah tinggi pria itu.

Komento sa Aklat (620)

  • avatar
    Aulia Lia

    cerita nya bagus bangett , ada sedii nya juga

    6d

      0
  • avatar
    SelfyanaSelfy

    wahhh baguss bangett ceritanyaaa 🤩

    22d

      0
  • avatar
    KitengAgung

    sangat bagus crita nya

    22d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata