logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Sarah Part 1

Sean Pov
Setelah berkeliling akhirnya aku dan Leslie menemukan sebuah penginapan yang cukup besar. Kami pun memutuskan untuk menginap disini. Setelah memarkirkan motorku di area parkiran penginapan ini, aku dan Leslie memasuki penginapan. Tujuan kami tidak lain meja recepsionis untuk melakuakan pemesanan kamar.
Seorang wanita yang masih sangat muda menyapa kami dengan ramah.
“Kami ingin memesan dua kamar,” kata Leslie, aku hanya berdiri di samping Leslie menunggu jawaban dari recepsionis itu.
“Mohon maaf, saat ini penginapan sedang penuh. Hanya ada satu kamar yang masih tersisa,” jawab recepsionis itu yang membuatku merasa kecewa. Aku yakin Leslie sama kecewanya denganku.
“Bagaimana ini, Sean? Apa kita teruskan saja perjalanan kita menuju Asrama atau kita cari penginapan lain?” Aku mengabaikan pertanyaan Leslie, aku sedang mencari solusi yang tepat untuk permasalahan ini. Sesungguhnya aku sudah lelah mengendarai motorku, selain itu perutku juga sudah meronta-ronta meminta untuk diisi.
“Maaf, apa di sekitar sini ada penginapan lain yang tidak terlalu jauh dari sini?” tanyaku pada recepsionis itu.
“Tempat ini jarang dikunjungi pendatang karena daerah disini cukup sepi dan terpencil. Jadi tidak ada penginapan lain di dekat sini.” Aku kembali merasa kecewa setelah mendengarkan jawaban itu. Aku merasa tidak sanggup untuk melanjutkan perjalanan disaat perutku kelaparan dan jalanan yang gelap karena waktu sudah menunjukkan pukul 20.38 saat ini.
“Jangan khawatir di kamar itu ada dua tempat tidur,” ujar recepsionis itu yang membuat keraguan akhirnya lenyap dari pikiranku.
“Baiklah, kami ambil kamar itu,” kataku. Saat itu juga Leslie memukul tanganku, aku tahu dia pasti sangat terkejut dan tidak bisa menerima keputusanku ini. Namun, aku mengabaikannya dan melanjutkan membayar biaya sewa kamar itu.
Setelah Recepsionis itu memberikan kunci kamarnya padaku, seorang petugas di penginapan ini mengantar kami menuju kamar. aku melangkahkan kakiku mengikutinya. Meskipun sambil menggerutu, Leslie tetap berjalan di belakangku.
“Sean ... kau gila, ya? Kenapa kau menyewa kamar ini? Masa kita harus tidur satu kamar?” Aku tetap mengabaikannya. 13 itulah angka yang tertempel di pintu kamar yang akan kami tempati.
Setelah petugas penginapan itu meninggalkan kami, aku membuka pintu kamar. Aku mencium bau aneh ketika masuk ke dalam kamar ini, tapi aku mengabaikannya. Kamar ini cukup luas, rapi dan bersih. Benar kata Recepsionis tadi, ada dua tempat tidur di kamar ini. Fasilitas lain di kamar ini yaitu sebuah televisi, AC, lemari, meja dan kursi. Kamar mandi juga berada di dalam kamar ini. Aku mengecek semua fasilitas di kamar ini dengan teliti. Setelah merasa semuanya dalam keadaan baik, aku pun merebahkan tubuhku di salahsatu tempat tidur.
Ku pejamkan mataku untuk melepaskan semua rasa lelah yang aku rasakan. Ketika tiba-tiba aku mengingat sesuatu. Aku menatap ke arah Leslie yang sejak tadi terus menggerutu tapi kini dia berdiri mematung dalam diam di dekat pintu. Aku pun beranjak bangun dan menghampirinya.
“Leslie, maaf. Malam ini terpaksa kita menginap disini. Aku lelah sekali, aku takut terjadi sesuatu jika ku paksakan mengendarai motor. Aku juga lapar. Kau juga pasti lapar kan?” Leslie sama sekali tidak menanggapi perkataanku. Dia hanya menunduk.
“Leslie, kau baik-baik saja, kan? Apa kau marah karena aku menyewa kamar ini? Maaf, aku benar-benar terpaksa. Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan melakukan hal yang macam-macam padamu. Aku janji.” Leslie masih terdiam dan menunduk. Aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan Leslie semenjak memasuki kamar ini.
“A-apa kau tidak percaya padaku, Leslie?” Namun, dia tetap diam. Aku mencoba mengguncang-guncangkan tubuhnya hingga dia akhirnya menengadahkan kepalanya dan menatap ke arahku.
“Aku baik-baik saja,” katanya, lalu dia berjalan menuju tempat tidurnya dan duduk dalam diam disana.
“Bagaimana kalau kita cari makanan?” tanyaku yang ditanggapinya dengan sebuah anggukan. Dia beranjak bangun dan berjalan mendahuluiku, aku mengikutinya. Dia berjalan sangat cepat ketika kami sudah keluar dari kamar. Aku cukup kesulitan mensejajarkan langkahku dengannya. Aku semakin yakin bahwa ada sesuatu yang aneh dengan Leslie.
Aku pegang tangannya, membuat langkah kaki kami terhenti.
“Kau benar-benar marah, ya? Kalau kau memang tidak mau menginap di sini. Baiklah, kita lanjutkan perjalanan kita ke Asrama. Bagaimana? Aku mohon jangan marah lagi.” Sungguh aku tidak menyukai Leslie yang seperti ini. Dia sangat aneh dan tiba-tiba jadi pendiam seperti ini. Aku lebih menyukai dia yang cerewet dan sering marah-marah.
“Tidak, aku ingin menginap disini. Aku lapar,” katanya tanpa menatap wajahku. Lalu dia melanjutkan langkahnya, begitu pun denganku.
Kami sangat beruntung karena di luar penginapan ini ada beberapa penjual makanan. Leslie berjalan menuju penjual sate dan soto. Tanpa meminta pendapatku, dia duduk di sebuah kursi dan mulai memesan makanannya.
“Aku pesan 50 tusuk sate dan sotonya,” ucapnya pada penjual sate itu. aku terkejut dengan pesanannya itu, 50 sate katanya. Menurutku itu terlalu banyak sedangkan kami hanya memakannya berdua.
“Baiklah, nona. Apa itu saja pesanannya? Nasi dan minumannya bagaimana?” tanya Penjual sate itu, tapi diabaikan oleh Leslie.
“Nasinya dua porsi dan minumnya dua jeruk hangat saja.” Akulah yang menjawab pertanyaan penjual sate itu.
“Baik, mohon ditunggu sebentar pesanannya.” Penjual sate itu pun pergi meninggalkan kami. Aku duduk di samping Leslie dan memperhatikannya. Leslie masih terdiam dengan tatapannya yang menunduk.
“Sepertinya kau lapar sekali, ya? 50 sate ... aku rasa itu terlalu banyak. Kita hanya makan berdua.”
“Aku lapar,” jawabnya singkat. Hufffttt ... aku mengembuskan napas perlahan. Aku tidak ingin menambah suasana hatinya yang sepertinya sedang buruk karena itu aku memilih untuk diam.
Tak berapa lama, pesanan kami pun tiba. Aku mulai menyantap makananku karena sungguh aku sudah lapar sekali. Walau bagaimana pun sejak siang tadi perutku ini belum diisi makanan apapun, ditambah perjalanan panjang yang baru saja kami lalui.
Aktivitas makanku terhenti ketika aku mendengar suara berisik dari arah sampingku. Suara itu berasal dari Leslie. Kedua mataku membulat dengan sempurna ketika aku melihat Leslie menyantap makanannya dengan sangat cepat seakan-akan dia sudah tidak makan selama berhari-hari. Sate yang berjumlah 50 tusuk itu dilahapnya dengan rakus, dia seolah-olah langsung menelannya tanpa mengunyahnya terlebih dahulu. Dalam sekejap sate itu habis dilahapnya.
Dia pun beralih menyantap semangkok soto yang ada di depannya. Dia mengangkat mangkok yang penuh dengan soto itu seolah-olah tidak merasakan panas. Padahal aku yakin soto itu sangatlah panas jika melihat dari asapnya yang mengepul.
“Leslie, hati-hati itu panas,” ujarku mencegahnya melakukan hal yang akan membahayakan dirinya. Namun, dia mengabaikannya. Dia memakannya dengan menyeruputnya langsung dari mangkoknya seolah-olah soto itu adalah minuman. Aku sungguh tidak bisa mempercayai apa yang aku lihat ini. Leslie ... aku tidak pernah melihatnya seperti ini. Leslie yang aku tahu, dia merupakan gadis yang anggun. Bahkan selama ini dia selalu mengatur pola makannya karena dia pernah mengatakan padaku dia tidak ingin gemuk. Namun, yang kulihat ini ... benarkah ini Leslie?

Komento sa Aklat (190)

  • avatar
    AbayXy

    semangat

    07/07

      0
  • avatar
    Surya Gung

    500

    26/06

      0
  • avatar
    H.ThimbuatSendi

    👍🏼

    13/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata