logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Chapter 4

Clara membuka kedua matanya perlahan, mengerjap-ngerjapkannya untuk menyesuaikan diri dengan cahaya di dalam kamar. Dia menghembuskan napas pelan, bersyukur karena dia masih bisa menghirup udara yang amat segar itu. Sesaat dia termenung, mengingat-ingat apa yang telah dialaminya hingga dia bangun dalam keadaan tubuh yang segar bugar. Tak ada bagian tubuhnya yang terasa sakit, mengingat belakangan ini selama mengandung, hampir setiap hari dia merasakan sakit pada tubuhnya terutama pada bagian perut. Namun aneh menurut Clara karena hari ini dia tidak merasakan sakit itu lagi.
Dia meraba perutnya dan seketika tersentak ketika menyadari perutnya yang membuncit kini sudah tergantikan dengan perutnya yang rata.
‘Apa yang terjadi padaku?’ batinnya seolah dia telah kehilangan ingatan. Kembali dia mengingat-ingat peristiwa apa yang sudah terjadi padanya. Sempat dia berpikir mungkinkah selama ini dia hanya bermimpi ketika dia mengandung seorang bayi yang bahkan tak dia ketahui siapa ayahnya itu. Dia beranjak bangkit dari posisi berbaring. Sepi dan hening, tak ada siapa pun di dalam ruangan yang dia ketahui merupakan kamarnya itu. Dia edarkan pandangan ke segala penjuru kamar, dan dia terhenyak ketika melihat sebuah keranjang bayi berada tidak jauh dari tempat tidurnya.
Dengan ragu dia turun dari kasur empuknya dan berjalan menuju ke arah keranjang bayi itu. Dia meneguk saliva sesaat sebelum melihat ke dalam keranjang itu. Lalu seulas senyum tersungging di bibirnya ketika melihat seorang bayi mungil sedang berbaring di dalam keranjang itu. Sosok bayi yang begitu mempesona di matanya. Tanpa keraguan dia memegang bayi itu, mengangkat dan mendekapnya erat dalam gendongannya. Sekarang dia telah mengingat semuanya. Beberapa jam yang lalu, dia sedang menjalani proses persalinan. Rasa sakit yang tak pernah dia rasakan sebelumnya nyaris membuatnya menyerah atau mungkin dia memang sudah menyerah. Dia tidak bisa menahan rasa sakit itu dan menyerah untuk tetap mempertahankan kesadarannya. Awalnya dia pikir tidak mungkin bisa selamat, tapi bagi Clara hidupnya sudah tak penting lagi, yang terpenting baginya adalah bayinya bisa terlahir dengan selamat.
Tapi kini keajaiban terjadi, dia berhasil bertahan hidup bahkan kini bayi yang sudah dinantikannya bisa dia lihat. Bisa dia dekap dalam pelukannya. Bayi itu memiliki paras yang mempesona membuat Clara tak berkedip menatapnya. Bayi itu sudah memiliki rambut yang lebat meski dia baru saja dilahirkan ke dunia. Rambutnya berwarna hitam pekat bagai gelapnya malam, kulitnya pun sangat putih. Diam-diam Clara bersyukur karena melahirkan bayi yang begitu mempesona itu.
Bayi mungil itu yang sejak tadi terpejam, perlahan mulai membuka kedua mata memperlihatkan iris matanya yang semerah darah. Iris mata yang sukses menghipnotis Clara sehingga dia semakin terpesona oleh bayinya sendiri.
“Apa kau lapar, Sayang?” tanya Clara pada bayi itu. Bayi tampan itu hanya menatapnya dalam diam, tidak ada suara dan tidak ada tangisan. Bayi itu hanya menatapnya dalam diam membuat Clara merasa gemas dan tidak sanggup menahan keinginannya untuk mengecup darah dagingnya itu. Clara menempelkan keningnya dengan kening bayi itu, lalu mengecup keningnya berusaha menyalurkan kasih sayangnya sebagai seorang ibu pada putranya.
Clara yang sejak tadi berdiri, berjalan mendekati kasur dan mendudukkan diri di atas kasur empuknya. Dia membuka sedikit baju atasannya untuk memberikan akses baginya memberikan asi pada sang putra.
“Hentikan Clara!!” sontak Clara menghentikan gerakannya ketika suara teriakan itu tiba-tiba tertangkap telinganya. Suara seseorang yang amat dikenalnya yang tidak lain adalah ibunya.
“Kenapa tidak boleh, Bu? Aku hanya ingin menyusui bayiku,” tanya Clara bingung dengan reaksi ibunya. Tapi di pihak lain Celin bersyukur datang ke kamar itu tepat waktu, dia tak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi pada Clara jika bayi itu menggigitnya. Bayi yang diketahuinya bukanlah bayi sembarangan.
“Jangan sampai bayi itu menggigitmu,” ujar Celin yang lebih mirip sebagai larangan itu membuat Clara mengernyit heran tak mengerti sama sekali dengan perkataan ibunya.
“Dia tidak akan menggigitku, Bu. Aku hanya ingin menyusui bayiku. Lagi pula, tidak masalah walaupun dia menggigitku, rasanya pasti tidak akan sakit. Giginya bahkan belum tumbuh,” ucap Clara mengutarakan kebingungannya.
“Bayi itu bukan bayi sembarangan.” Clara semakin mengernyit heran mendengar perkataan ibunya.
“Apa maksud Ibu?”
“Mungkin kau tidak akan percaya mendengar ini, karena Ibu juga awalnya tidak mempercayainya. Tapi Ibu sudah membuktikannya dengan mata kepala Ibu sendiri. Cerita itu memang benar.” Bukan hanya heran, Clara bahkan mulai kesal dengan sikap ibunya yang terus mengatakan sesuatu yang ambigu menurutnya. Dia sama sekali tidak mengerti apa pun yang dikatakan ibunya itu.
“Bu, sungguh aku tidak mengerti apa yang Ibu katakan,” ujar Clara dengan tatapan penuh tanyanya pada sang ibu.
“Dulu nenekmu pernah menceritakan sebuah kisah pada Ibu. Kisah tentang makhluk penghisap darah ...”
“Oh, maksud Ibu cerita tentang vampir yang merupakan cinta pertama nenek? Aku sudah tahu cerita itu karena nenek juga menceritakannya padaku sebelum dia meninggal,” timpal Clara memotong ucapan Celin. Celin hanya membelalak tak percaya mengetahui bahwa putrinya itu sudah pernah mendengar kisah tentang vampir.
“Apa hubungannya cerita nenek tentang vampir itu dengan bayiku?” tanya Clara lagi dengan tidak mngurangi kekesalan pada suaranya.
“Bayimu itu ... d-dia ... dia vampir.” Celin sebenarnya ragu untuk mengatakan ini tapi dia sadar tidak seharusnya merahasiakan kebenaran tentang cucunya itu pada Clara yang tidak lain adalah ibu kandung dari bayi vampir itu. Clara tidak mengatakan apa pun dia hanya membelalakan mata tak percaya.
“I-Ibu ini bicara apa? Candaan ibu sama sekali tidak lucu,” ujarnya dengan memperlihatkan seulas senyum palsu di bibirnya.
“Ibu juga awalnya tidak mempercayainya tapi Ibu sudah membuktikannya.”
“Bagaimana cara Ibu membuktikannya? Aku benar-benar tidak menyangka Ibu setega itu. Bayi ini hanyalah bayi mungil tidak berdosa, kenapa Ibu tega mengatakan bahwa dia ini vampir? Dia ini bayiku, bayi yang kukandung dan kulahirkan. Dia manusia sama sepertiku.” Clara tak sanggup membendung kesedihannya. Sudah cukup ayahnya dan anggota keluarga Huston yang tidak mau menerima putranya sebagai bagian dari keluarga Huston. Bahkan warga Desa Tussand ini juga sudah tidak mau mengakui Clara sebagai bagian dari warga desa itu. Sekarang ibunya ... satu-satunya orang yang mendukungnya selama ini pun, kini tidak mau mengakui bayinya sebagai cucunya dan malah memfitnahnya, menyebutnya sebagai vampir. Sungguh Clara merasa sakit hati mendengarnya sehingga lelehan air mata tak bisa lagi dia bendung.
“Ibu tidak bercanda, Sayang. Bayi itu memang vampir. Lihatlah iris matanya, warnanya semerah darah. Kulitnya juga sangat dingin dan warna putih kulitnya berbeda dengan kita. Warnanya terlalu pucat. Selain itu, bukalah mulutnya, kau akan melihat taring-taringnya,” ucap Celin pelan, tidak tega melihat kesedihan putrinya.
Untuk kesekian kalinya Clara terbelalak, tapi toh dia tetap mengikuti perkataan ibunya. Dia menatap seksama wajah bayi yang masih berada dalam dekapannya. Memang benar yang dikatakan ibunya ... iris mata bayi itu berwarna merah bagaikan darah. Kulitnya putih tapi sangat pucat dan sangat dingin. Jari tangan kirinya gemetaran tapi tetap dia paksakan untuk menyentuh bibir mungil dan tipis bayinya. Dengan perlahan dia membuka bibirnya dan dia terperanjat kaget ketika sekali lagi menyadari kebenaran dari perkataan ibunya. Benar, bayi itu sudah memiliki deretan gigi yang rapi dan ada taring-taring tajam di sana.
“Ibu juga sudah mencoba memberinya susu tapi dia menolaknya. Sebaliknya ketika Ibu memberinya darah, dia langsung meminumnya dengan rakus. Dia tertidur setelah Ibu memberinya sekantong darah yang biasa digunakan untuk tranfusi darah ke dalam tubuhmu. Sekarang Ibu mengerti alasan kau selalu kekurangan darah ketika mengandung, mungkin bayi ini selalu meminum darahmu.” Clara membekap mulut dengan tangan kiri, tak percaya.
“Tidak mungkin,” gumamnya pelan dengan air mata yang semakin mengalir deras membasahi wajah ayunya.
“Bukan hanya itu saja yang Ibu lakukan untuk membuktikan bahwa dia vampir. Ibu membawanya ke tempat yang terkena sinar matahari, dan kulitnya terbakar ketika sinar matahari mengenainya. Clara dengan berat hati Ibu katakan, bayimu itu ... dia bayi vampir.” Clara menggeleng-gelengkan kepala masih tak dapat mempercayai perkataan ibunya.
“Bagaimana mungkin ini bisa terjadi, Bu? Aku ... kenapa bisa melahirkan bayi vampir?” tanyanya, meski benar dia masih tak dapat mempercayai perkataan sang ibu sepenuhnya tapi menelisik bukti-bukti dari fisik sang bayi, Clara sedikit demi sedikit mulai mempercayai perkataan ibunya.
“Mungkin ketika kau pergi ke hutan terlarang untuk mencari tanaman obat itu. Alasanmu kehilangan kesadaran, itu karena ulah vampir penghuni hutan terlarang.” Celin berucap, mengutarakan pemikirannya.
“Jadi yang menghamiliku adalah vampir penghuni hutan terlarang itu, mungkinkah dia cinta pertama nenek?” tanya Clara yang masih dalam bentuk gumaman pelan.
“Entahlah ... mungkin ada banyak vampir di dalam hutan terlarang itu. Kita tidak tahu tentang mereka, kan? Lebih tepatnya tak ada seorang pun yang tahu karena sebelumnya tidak ada yang berani memasuki hutan terlarang itu.” Celin terdiam menyaksikan putrinya yang sedang terisak dengan tangan yang masih mendekap erat bayinya meski kini dia tahu bayi itu cukup berbahaya.
“Clara, jangan terlalu dekat dengannya. Jangan sampai dia menggigitmu.”
“Memangnya kenapa jika dia menggigitku? Apa aku akan jadi vampir?!!” Clara berucap dengan sedikit membentak pada ibunya, sesuatu yang tidak pernah dia lakukan pada sang ibu sebelumnya. Dia hanya sudah tidak sanggup menanggung semua penderitaan hidupnya. Awalnya dia pikir penderitaannya akan berakhir begitu dia melihat bayinya, tapi kenyataan berkata lain. Justru setelah melihat bayi itu, dia merasa inilah awal dari penderitaannya.
“Ibu tidak tahu. Tapi dari cerita nenekmu, vampir darah murni bisa merubah manusia menjadi vampir seperti mereka dengan gigitan mereka.”
“Tapi belum tentu yang menghamiliku itu vampir darah murni, kan? Bisa jadi dia hanyalah manusia yang dirubah menjadi vampir,” ucap Clara lagi dengan tatapan tajamnya.
“Ibu rasa yang menghamilimu itu seorang vampir darah murni. Ya, walaupun ibu juga tidak yakin. Tapi lihatlah fisik bayi itu, dia sama persis dengan vampir yang diceritakan nenekmu. Vampir darah murni yang jadi cinta pertamanya.” Clara terdiam dan kali ini dia menyetujui perkataan ibunya. Memang benar, penampilan bayi dalam dekapannya itu sama persis dengan ciri-ciri pria yang diceritakan oleh neneknya waktu itu.
Suasana hening ... baik Clara maupun Celin, tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara. Clara sudah menghentikan isakan tangisnya dan kini tengah fokus menatap bayi tampannya.
“Jadi apa yang akan kau lakukan sekarang? Kau tahu kan bayi ini sangat berbahaya. Apa kau ingin membunuhnya selagi dia masih bayi, sebelum dia tumbuh dewasa dan menjadi monster penghisap darah?” Clara terhenyak mendengar pertanyaan ibunya. Dia ingin meneriakan penolakannya tapi di sisi lain, dia menyadari kebenaran dari ucapan ibunya. Kejam memang tapi kenyataannya bayinya itu akan menjadi monster mengerikan jika tumbuh dewasa nanti.
Dia tatap sekali lagi bayi dalam dekapannya, bayi itu mengulurkan satu tangan dan seolah mengerti jalan pikiran Clara, bayi itu menyentuh wajah Clara yang sontak membuatnya terharu.
“Lihatlah Bu, bayi ini sangat lucu. Dia sangat tampan dan mempesona. Seumur hidupku, aku tidak pernah melihat bayi setampan ini.”
“Ibu juga merasa begitu ketika melihatnya. Tapi dia tetaplah berbahaya. Kau harus memikirkan baik-baik keputusan yang akan kau ambil,” ucap Celin tegas, dia hanya ingin mengingatkan putrinya tentang keputusan penting yang mau tidak mau harus diambilnya.
“Dia putraku, Bu. Aku yang telah mengandung dan melahirkannya. Aku yakin tidak ada satu pun ibu yang ingin membunuh anaknya sendiri. Benar, kan, Bu?” Clara menatap pilu pada ibunya, sedangkan Celin akhirnya tak sanggup lagi membendung kesedihannya yang sejak tadi mati-matian berusaha dia tahan. Dia pikir sebagai seorang ibu, dia harus tegar dan menguatkan putrinya menghadapi semua musibah ini. Tapi apa daya, kini air matanya meluncur bebas di wajah mulusnya.
“Kau benar, tidak ada satu pun ibu yang akan tega membunuh anaknya sendiri. Ibu akan mendukung apa pun keputusanmu, Clara,” ujar Celin akhirnya, merasa dia tidak sanggup lagi memisahkan Clara dengan putra yang baru dilahirkannya itu. Sebenarnya sebagai seorang nenek tentu Celin pun tidak tega jika harus melenyapkan bayi setampan cucunya itu.
“Terima kasih, Bu. Aku sudah memutuskannya. Aku akan merawat bayiku. Aku akan mendidiknya agar kelak dia tidak akan menjadi monster penghisap darah. Aku yakin aku bisa mendidiknya dan membesarkannya layaknya manusia.” Clara berujar dengan mantap yang dibalas anggukan oleh Celin tanda dia mendukung keputusan putrinya.
“Mulai sekarang rahasia ini hanya kita berdua yang mengetahuinya. Jangan sampai warga desa terutama ayahmu mengetahui tentang rahasia ini.”
“Tapi bagaimana cara merahasiakannya dari mereka, Bu?” tanya Clara mulai panik. Celin bahkan bisa menangkap dengan jelas dari raut wajah Clara yang terlihat ketakutan saat ini. Celin menyentuh ujung kepala putrinya, mengelusnya lembut penuh sayang.
“Jangan khawatir, Ibu akan selalu membantumu. Untuk menjaga agar ayahmu tidak mengetahuinya, ibu sarankan kau pindah dari rumah ini. Tinggallah di pondok kecil belakang rumah. Tempat itu akan melindunginya dari sinar matahari. Ingat, dia tidak boleh terkena sinar matahari karena itu bisa membakar kulitnya. Jadi, kau harus mengurungnya pada siang hari. Makanannya adalah darah, orang akan curiga jika kita terus membeli kantong darah. Jadi mungkin kita bisa menggantinya dengan darah hewan. Kita bisa meminta darah hewan dari peternakan milik ayahmu. Setiap hari diadakan penyembelihan hewan di sana jadi mudah saja untuk meminta darah hewan itu. Tenang saja, ibu akan menyuruh pegawai di sana untuk menyisihkan darah hewan setiap harinya,” ucap Celin panjang lebar menasihati Clara.
“Tapi Bu, apa tidak apa-apa dia meminum darah hewan?”
“Entahlah, ibu juga tidak tahu. Tapi kita coba saja, lagi pula kau bertekad agar dia tidak menjadi monster penghisap darah, bukan? Mungkin kita bisa memulainya dengan mendidiknya agar meminum darah hewan. Mungkin awalnya dia akan kesulitan tapi Ibu yakin seiring berjalannya waktu, dia akan terbiasa.” Clara mengangguk menyetujui saran ibunya itu. Sungguh dia sangat bersyukur karena memiliki ibu sebaik dan secerdas ibunya itu.
“Aku mengerti, Bu. Akan kupastikan putraku tumbuh menjadi pria yang baik. Dia akan hidup seperti manusia dan tidak akan kubiarkan dia menjadi monster penghisap darah.” Celin kembali mengelus puncak kepala putrinya penuh sayang. Dia merasa bangga karena putrinya tumbuh menjadi seorang wanita tegar dan kuat sehingga dia masih bisa tersenyum meski hidupnya diliputi banyak penderitaan.
“Ibu rasa kau harus memberinya nama.” Clara tersenyum mendengarnya, dia terdiam terlihat jelas sedang memikirkan sesuatu. Clara pikirannya memang tengah disibukkan dengan berbagai nama yang berkelebat di dalam kepalanya. Berbagai nama terlintas namun belum ada yang cocok menurutnya.
“Jangan terlalu terburu-buru, kau bisa memikirkannya pelan-pelan. Ibu pergi ke dapur dulu ya.” Clara sama sekali tidak menanggapinya, dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Celin yang menyadarinya hanya menggeleng melihat tingkah laku putri semata wayangnya itu. Tanpa kata dia pun melangkah mendekati pintu.
“Cliff ...” Celin terdiam dan langkahnya terhenti ketika dia mendengar suara Clara yang cukup nyaring itu. Celin membalik tubuh menghadap Clara dengan kening yang berkerut meminta penjelasan.
“Namanya Cliff. Bagaimana menurut Ibu?” tanya Clara dengan senyum sumringahnya. Celin mengangguk tanda setuju sebelum mengeluarkan suara merdunya.
“Nama yang bagus dan cocok untuknya. Selamat datang di dunia ini cucuku, selamat datang di rumah keluarga Huston, Cliff,” gumam Celin yang membuat Clara tersenyum penuh haru mendengarnya.
Ibu dan putrinya itu tersenyum bahagia, tanpa mereka ketahui bahaya besar yang mungkin akan mereka hadapi di kemudian hari.

Komento sa Aklat (22)

  • avatar
    Tony Clabert

    sangat membantu..

    15/08

      0
  • avatar
    Riana

    bagus

    17/06

      0
  • avatar
    LestariDewi putri

    🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰

    01/05

      1
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata