logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

5

Bab 5 - Ia Main Petak Umpat
Sepasang mata cokelat jingga menatap dari kejauhan. Dari jendela kaca toko buku, ia tertatih. Hari ini, padahal Reyan ingin sekali mengajak Shiha menonton latihan panahannya. Sayang, Shiha sepetinya sedang menikmati masa-masa peraduan arung cintanya dengan sosok yang malam itu disinggung di perjamuan meja makan. Reyan kembali ke dalam mobil, Salsha tidak bisa hadir menyemangi. Wanita itu sedang ada runaway di salah satu acara parade busana desainer muda yang baru saja terjun ke dunia fesyen. Reyan merasa latihannya mungkin akan membosankan.
Mobil hitam milik Reyan memasuki sebuah pekarangan yang dipenuhi rumput hijau. Gelanggang tempat ia lahitan tampak menantang, memelototi Reyan dengan tinggi besarnya yang ramai. Tempat ini milik mendiang kakek buyut Damas Rigen, sahabat, sekaligus guru Reyan sejak dirinya mencintai dunia panahan.
Reyan memasuki aula utama, dimana para rekan juga juniornya tengah berlatih. Ada yang sibuk lari-lari kecil di tepian area memanah, ada yang sibuk memeriksa kelenturan tali busur, ada pula yang sibuk memilah anak panah. Reyan menghampiri Razan yang hari ini entah disambar petir siang bolong, atau dihipnotis setan gendeng, ia datang ke tempat latihan setelah sekian lama ia bersemayam di kampus juga perpustakaan pribadinya. Alias toko buku Shiha. Reyan menyambar kursi kosong di sebelah tubuh Razan.
“Kau … sedang apa di sini?” tanya Reyan menatap aneh. Picing mata cokelat jingga Reyan buat Razan risi.
“Aku hanya berkunjung. Kenapa ada masalah?” balas Razan menanyai dengan kedua alis mata terangkat.
“Oh begitu, aku pikir kau datang untuk menyenangi aku, Zan!?” Reyan bersiul.
“Untuk apa aku menyemangati dirimu yang selalu overpowering, to much confident dan super alay. Itu tidak berarti apa pun untuk kaum narsisme seperti dirimu, Yan!” sindir Razan seraya mengangkat belakang pangkal pahanya dari kursi.
Reyan sendiri hanya mengerang, meregangkan kedua tangannya ke sisi sambil memirsa punggung Razan, kembarannya yang orang-orang sebut sebagai kakaknya Reyan. Erangan Reyan buat Razan mendesis. Reyan berceletuk, “Tadinya aku pergi ke toko buku untuk mengajak Shiha menonton latihanku. Taunya, dia sedang berpacaran dengan seseorang.”
Razan sontak menghentikan langkahnya, menoleh pada Reyan yang tersenyum lebar dipenuhi tatapan mata penuh kemenangan. Berhasil menahan Razan adalah hal yang sulit baginya. Reyan mengangguk meski Razan tak melakukan apa pun. Pria itu menumpangkan kaki kanannya di atas kaki kiri, sedangkan kedua tangannya bersilang di depan dada. Wajah arogan Reyan membuat Razan kembali duduk.
“Apa maksud ucapanmu, Yan??” tanya Razan menatap temaram.
“Aku melihat Shiha bersama seorang laki-laki. Mereka saling memeluk, membelai punggung masing-masing dengan mesranya. Tapi, itu nggak lama. Setelahnya Shiha mengamuk lalu menangis sejadinya,” kicau Reyan membuat Razan mengepalkan kedua tangannya di bawah lipatan lututnya.
“Kalau Shiha mengamuk, kenapa tidak kau bawa dia?”
“Bagaimana bisa aku membawa Shiha? Dia menikmatinya, Zan.”
Telapak tangan Razan mendarat di kepala Reyan. Kontak saja Reyan melolot dan merasa kesal. Didorong tubuh Razan menjauh dari hadapannya. “Zan!” pekik Reyan.
“Bagaimana bisa Shiha menikmatinya tetapi dia menangis dan mengamuk? Harusnya kau bawa dia!” keukeuh Razan memalingkan wajah emosinya.
“Membawa wanita dari seorang laki-laki? Itu pencurian cinta namanya!” Reyan mencebik.
Razan kembali menoleh pada Reyan. Ia menelisik wajah Reyan yang tampak setenang air, padahal Razan sendiri yang hanya membayangkan bagaimana Shiha menangis sudah tak enak duduk. Bagaimana orang yang jelas-jelas ada di TKP bisa tampak sedamai ini. Razan bangkit dari duduknya, seperti beberapa saat lalu ia melakukan hal yang sama.
“Kau tidak melerainya, tidak membawanya karena sejujurnya kau cemburu pada laki-laki itu, bukan? Cemburu tak bisa mendapatkan Shiha. Wanita yang kau dambakan sejak SMA!” tandas Razan. Kakinya lekas berlari keluar dari barisan kursi gelanggang. Hatinya tak tenang setelah mendengar kisah Reyan. Barangkali Shiha membutuhkan sandaran, dan Razan yakin laki-laki yang Reyan maksud adalah mahasiswanya sendiri. Gentara
Reyan tersungut emosi, berdiri pria itu lalu memukul udara kosong. “Persetan dengan ucapanmu. Aku punya Salsha yang jauh lebih sempurna dari Shiha. Lantas untuk apa aku cemburu?!” teriak Reyan membuat orang-orang memandangnya dengan aneh.
Reyan terkulai lemas, duduk dengan punggung membungkuk menahan tubuh. Kepalanya pun jatuh di atas kedua telapak tangannya. Bodoh sekali ia berteriak dan memancing orang memandang demikian. Sebuah handuk kecil mendarat di kepala Reyan. Tampak seorang pria berjalan ke arahnya sambil tersenyum samar. Damas Rigen, ia tampak memukau hari ini dengan rambut jagribnya yang cepol rapi. Kumis tipis-tipis yang hiasi bagian atas bibir juga dagunya itu tampak begitu maskulin.
“Kau datang terlambat, Zan. Latihan hari ini sudah selesai, nggak ada yang lebih menarik dari latihan tempo hari bersamamu!” ucap Damas tertawa ringkih.
“Aku nggak berniat datang terlambat. Tapi aku mau!” jawab Reyan dengan sewot pada pria yang usianya berjarak dua belas tahun darinya itu.
“Salsha mana, Zan?” tanya Damas celingukan.
“Dia sedang pemotretan untuk runaway. Nggak ada waktu untuk menemani aku hari ini, jadi aku sengaja datang terlambat.”
Damas masih celingukan, pria itu menyandarkan punggungnya ke bangku, dan menaikkan kakinya ke punggung bangku di depannya. “Tadi Razan di sini, dia menunggumu,” ucap Damas santai.
“Aku ditunggu oleh Razan? Uh, aku mendadak mual, Pak!” Reyan mengejek ucapan Damas.
“Kau ... sampai kapan akan seperti ini? Razan menyanjungmu, Yan. Dia saudara yang begitu baik, kau tahu, Razan selalu datang untuk menonton pertandinganmu, Yan!” terang Damas.
“Dia begitu karena dia iri padaku. Asal kau tahu itu Damas.” Reyan beranjak dari hadapan sang pelatih.
Sementara Reyan meninggalkan Damas, mobil Razan sudah tiba di depan toko buku milik Shiha. Tak tampak ada yang aneh, atau tampak seorang laki-laki dan atau Gentara di dalamnya. Hanya ada Shiha dengan buku-bukunya saja. Razan memutuskan untuk segera masuk, memastikan hal yang tidak enak dalam pikirkannya hilang dengan segera. Sambutan dari senyum di bibir Shiha membuat Razan sontak memeluk Shiha dengan erat.
“Kau baik-baik saja, Shiha?” tanya Razan kalang kabut.
“Hei, kenapa tiba-tiba begini??” balas Shiha lekas menarik tubuhnya dari dekapan Razan.
“Ge?”
“Dia sudah pulang. Baru saja.”
Benar dugaan Razan, semua tentang Gentara. Razan memijat pelipisnya, senyum penuh goyah itu buat Shiha geleng-geleng kepala. Shiha mendekati rak buku. Wanita itu menutup wajahnya dari pandangan Razan dengan membelakanginya. Shiha memainkan sebuah buku, membuka lembarannya tanpa henti. Wanita itu melenguh pelan. “Aku menolaknya, dan dia tidak keberatan, Zan,” lontar Shiha tak mau menoleh.
“Gentara?”
“Iya, aku merasa amat sangat lega setelah mengatakannya. Mungkin, Gentara tak akan kembali sebagai Gentara atau sebagai orang yang setia meminjam buku dari tempat ini. Tapi, itulah yang terbaik untuk kita, Zan.” Shiha berujar dengan lembut tetapi lirih suaranya.
“Bagus, Shiha. Kini, waktunya kau memanjakan dirimu sendiri. Mencari cintamu yang sempat hilang lalu tertunda. Kau bisa memintaku mencarikannya, atau kau akan cari sendiri itu tidak masalah. Kau harus mendapatkannya, Shiha. Usiamu, tahun depan susah memasuki kepala tiga. Kau ingin jadi seorang ibu, bukan? Kau pasti tahu, bagaimana riskannya hal itu.”
Shiha mengangguk pelan. “Iya, aku tahu dan mengerti perasaanmu. Aku akan menunggu laki-laki yang akan kau bawa untukku, Zan. Karena aku percaya kau akan membawakan yang sempurna untuk melengkapi kekuranganku ini.”
Keduanya saling melemparkan tatapan mata berbinar. Razan membelai rambut Shiha yang tergerai, mengangguk yakin nan santun menyentuh ruang gelap di dada Shiha. Jika saja Shiha bisa, mungkinkah Shiha mendapatkan sosok pria seperti Razan meski wajahnya bukan wajah Razan itu sendiri. Mendapatkan seorang yang begitu mengerti setiap mimpi-mimpi Shiha sepanjang malamnya. Mendapatkan seorang yang mampu merengkuh Shiha dalam pelukan tubuh hangatnya. Meski bukan Razan, kelak. Shiha berharap mendapatkan seseorang yang sama baiknya atau lebih baik dari Razan.

Komento sa Aklat (20)

  • avatar
    MulyaniNanda

    cantik cerita nya

    02/08

      0
  • avatar
    AnggoroSatrio

    yaa mau masih

    19/07

      0
  • avatar
    NrllfbryyNndy

    bagus dan seru

    16/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata