logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Innocent  Loneliness

Innocent Loneliness

Jejakava


1

Bab 1 - Razan Winandra
Pintu toko buku terbuka setengah, sepasang mata cokelat moka memandang. Penglihatannya berpendar ke berbagai rak yang ada. Sayangnya, apa yang ia cari tak ada. Pria dua puluh sembilan tahun itu tersenyum sambil memasuki toko ketika seorang wanita berpakaian kemeja putih dengan rambut hitam tergerai sepinggang muncul dari balik rak di sudut ruangan membawa setumpuk buku.
“Selamat siang, Shiha?” sapa pria itu pada si wanita dengan tatapan ramah.
Arshilla Hanah, wanita yang kerap disapa Shiha itu menoleh, menjatuhkan buku-buku yang ada di tangannya ke dalam keranjang. Wanita itu merapikan pakaiannya berdiri tegak menghadap pada si pria yang senantiasa tersenyum ramah. Ia adalah Razan Winandra, seorang dosen muda di salah satu kampus swasta ibu kota. Ia juga salah satu pembaca buku terbaik yang Shiha tahu.
“Hei, selamat siang, juga. Ada yang bisa aku bantu?” sahut Shiha mendekati Razan. Wanita itu sesekali menggulirkan bola matanya pada tumpukan buku di keranjang dan jajaran rak. “Cari buku sejarah lagi?” imbuh Shiha antusias.
Razan menggelengkan kepalanya, pria itu menoleh pada dinding. Tampak jam menunjukan pukul dua siang lebih sepuluh. Bibir Razan kembali melengkung. “Buku tentang waktu, ada?” tanya Razan menatap serius.
“Ada, komik pun ada.”
“Aku udah terlalu tua untuk menikmati komik, Shiha.”
Tawa renyah mencuat dari bibir keduanya. Sejak lulus masa SMA dua belas tahun silam, hubungan persahabatan itu belum memudar, bahkan tahtanya justru semakin tinggi. Razan banyak mempercayakan kisah hidupnya pada Shiha, begitu sebaliknya. Meskipun Shiha tahu betul hubungan asmara Razan, bagi Shiha, Razan adalah sahabat terbaiknya.
“Kau akan datang ke acara reuni sekolah, Zan? Kalau aku sepertinya tidak akan pergi. Tanggal itu bertepatan dengan peringatan kematian paman Teja. Aku tidak bisa datang,” ucap Shiha lirih sembari menata buku dari keranjang ke rak.
Razan bersandar pada rak dengan tangan memegangi buku, sementara tangan lainnya masuk ke saku celana. Razan mendesah pelan, bola matanya bergulir pada kalimat-kalimat yang tertulis dalam buku. “Tidak perlu datang, lagi pula itu bukan hal yang bagus,” balas Razan tersenyum kecil.
“Andai jika paman masih segar bugar, mungkin akan akan pergi. Minimal aku bisa menyapa teman-teman lama, atau menyapa anak-anak mereka yang imut-imut,” seloroh Shiha menutup wajahnya yang memerah dengan buku.
Razan tertawa renyah, buku di tangannya pun berbuah jatuh. Razan menatap Shiha yang semakin cantik adanya dari waktu ke waktu. “Kau juga akan menyapa putri kecilku, Shiha?” goda Razan menyembunyikan rona merah di pipinya dengan sedikit menunduk.
“Putri kecil yang sebentar lagi akan bertumbuh jadi gadis cantik yang begitu menggemaskan seperti ibunya.” Shiha menggoda Razan yang semakin malu-malu kucing.
“Kau … kau kapan akan mencari cintamu? Masih akan bertahan pada cinta bangku SMA? Padahal euforia kampus saat itu luar biasa gila! Banyak mahasiswa tampan dan kaya, bukan?”
Kaki Razan bergerak mendekati meja Shiha, sedangkan wanita itu hanya berdiri gemetaran. Sorot mata cokelat moka Razan yang pekat benar-benar mematikan seluruh isi pikirannya. Shiha termenung beberapa jenak. Terbit senyum di wajahnya buat Razan mendesis sebal. Pria itu meraih buku secara acak. Lalu, dipukul kepala Shiha olehnya sambil tertawa nikmat. Razan menyilang kedua tangannya di dada dengan sorot mata sok galak dan mengintimidasi. Sedangkan Shiha, masih mencoba menyadarkan diri dari renungannya. Shiha menghela napas panjang yang begitu berat suaranya. Pandangan mata sayu itu memudar, hitam irisnya pun ikut temaram.
Embusan napas Shiha kembali terdengar. Bola mata wanita itu bergulir pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Shiha mengangkat dua bahunya. “Aku tidak berniat meninggalkan tempat ini. Kecuali jika seseorang mau kencan denganku di sini. Aku akan melepas masa lajang, Zan!” ucap Shiha dengan senyum tegas.
“Kencan di antara rak buku? Wah, bukankan gerakannya akan membuat semua berserakan? Repot!” celoteh Razan memutar bola matanya mengejek ucapan Shiha.
“Aku dibesarkan di sini, kini harus hidup mandiri pun di sini. Aku ingin seseorang menerima kenyataannya. Kalau urusan semua buku akan berjatuhan, aku bisa merapikannya lagi. Asal kau tahu.” Shiha membusungkan dadanya sembari mendelik.
“Baiklah. Berkemas cepat! Kita akan makan malam di luar,” titah Razan pada Shiha sambil menunjuk jam di dinding.
“Makan malam? Kapan kau buat janji denganku?” sindir Shiha tidak mau kalah.
Razan mendesah seraya menepuk dahinya. “Maafkan aku Nona, tapi aku tak punya banyak waktu menunggumu. Bisakah cepat bergegas?” Razan mendesaknya.
“Astaga, bahkan aku tidak berpikir akan makan malam bersama keluargamu.” Shiha merapikan meja, bergegas wanita itu menuju gudang untuk merapikan keranjang buku.
“Ah, iya, Shiha kita harus mampir dulu ke kampus tempatku mengajar, setelah itu kita pergi ke tempat les tari anakku. Keberatan?” teriak Razan dari depan pintu.
“Tidak, tidak sama sekali. Lima menit lagi aku selesai. Tunggu dulu di mobil saja, nanti aku menyusul!!” balas Shiha sama-sama berteriak.
Razan keluar dari toko buku Shiha, pria itu menatap langit yang jingga kemerahan berbaur bias cahaya merah muda semu ungu. Angin berembus begitu tenang, gemerisik suara daun yang berguguran membuat tangan Razan tanpa sadar memeluk tubuh sendiri. Pria itu menoleh pada jendela, telihat Shiha tengah memperbaiki penampilannya. Kaki Razan pun kembali melangkah mendekati mobil. Sebuah pesan menyambangi layar ponselnya. Pesan yang memerintahkan agar Razan segera tiba.
Shiha berlari tunggang langgang menghampiri Razan yang hendak membuka pintu mobil. Napas Shiha berhamburan ciptakan tawa manja Razan. “Maaf kalau lama,” cetus Shiha masih setengah kelelahan.
“Ah, tidak juga. Baru dua menit, kok.”
Shiha membuka pintu mobil di sebelah kemudi Razan. Keduanya sudah duduk siap pergi, tetapi tiba-tiba saja Razan menoleh dengan picingan mata cerdik. Razan mengerucutkan bibirnya, pria itu menatap saksama. “Shiha, kalau aku boleh tahu, tipe idealmu yang seperti apa? Siapa tahu satu dari sekian banyak muridku, rekan atau sahabat kekasihku ada yang cocok denganmu?” oceh Razan menepuk-nepuk permukaan stir.
Shiha melotot, pertanyaan Razan membuat jantungnya meledak. Seluruh bulu di pemukaan tangan wanita itu berdiri tegak. Shiha memalingkan wajahnya, di usianya sekarang yang hampir mendekati angka dua puluh sembilan, Shiha tak punya tipe ideal.
“Yang seperti aku? Tegas, tetapi perhatian? Atau seperti seseorang?” Razan masih berceloteh girang.
“Aku tidak punya tipe ideal, sosok idamkan atau seseorang yang spesial. Sepertimu? Boleh, asal bukan kau, Zan.”
“Sudah jelas, jawabanmu pasti bukan aku.”
Shiha mendaratkan tas di tangannya ke kepala Razan. “Kau sudah jadi seorang ayah, ingat itu,” ucap Shiha dingin.
“Kalau Reyan?”
“Reyan juga sudah punya kekasih. Dia akan segera menikah, bukan? Harusnya kau juga menikah, Zan!”
“Aku tak harus menikahinya. Dia juga tak keberatan. Kami berkomitmen, Shiha.” Razan menarik kedua alis matanya ke atas. “Hei, jawab aku dulu.”
Shiha melenguh panjang, wanita itu menyandarkan kepalanya pada jendela. Wajahnya merosot, tetapi justru hal itu menarik bagi Razan. Shiha melirik sederhana. “Kalau bisa memilih aku ingin seseorang yang sama tegas dan perhatiannya sepertimu, tapi penuh kebebasan seperti Reyan. Karena sejauh ini hanya ada dua laki-laki yang sifat hitam dan putihnya aku tahu!”
“Baiklah, akan aku carikan yang seperti itu. Berjanjilah, kau akan segera menikah dan berhenti mengurusi toko buku, usiamu sudah bukan remaja lagi. Hidupmu harus lebih berarti, Shiha. Maksudku, jika seseorang punya pasangan, hidupnya bukankah akan lebih bermakna. Meski tak harus menikah, memiliki ikatan yang pasti, kita tetap butuh tempat untuk menaman cinta kita hingga akhirnya kita akan panen pula.

Komento sa Aklat (20)

  • avatar
    MulyaniNanda

    cantik cerita nya

    02/08

      0
  • avatar
    AnggoroSatrio

    yaa mau masih

    19/07

      0
  • avatar
    NrllfbryyNndy

    bagus dan seru

    16/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata