logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Malam Kedua

Aku tak sanggup kembali ke kosan tengah malam begini. Sambil menyeruput sisa kopi di dalam gelas, aku memikirkan tempat untuk tidur malam ini.
Tiba-tiba aku teringat warung ini buka dua puluh empat jam, sepertinya aku akan di sini saja untuk malam ini, tetapi harus minta izin dulu sama Bang Tio. Semoga saja ia mengizinkanku tetap di sini sampai pagi.
“Bang, boleh enggak aku di sini sampai pagi?” tanyaku kepada pemilik warung.
“Boleh-boleh saja. Memangnya kenapa enggak pulang?” tanya Bang Tio.
Kami sudah langsung akrab saat kenalan dan ngobrol panjang lebar tadi. Lumayanlah dapat teman baru. Bingung juga aku menjawab pertanyaan Bang Tio. Tidak mungkin menceritakan semua yang dialami tadi.
“Lagi suntuk aja sendirian, Bang,” jawabku asal.
“Oh, bolehlah sekalian temenin aku,” ucapnya seraya melempar senyum.
Lega rasanya mendengar jawaban Bang Tio. Sementara malam ini aku di warung kopi milik Bang Tio. Malam-malam selanjutnya biar nanti kupikirkan. Setidaknya malam ini aku aman.
Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa kumandang azan Subuh sudah terdengar. Aku salat Subuh di warungnya Bang Tio, kemudian bersiap untuk kembali ke kosan. Aku harus berani ke sana karena harus mandi dan ganti baju kerja.
Masa iya aku akan terus merasa seperti diperhatikan, mungkin karena aku orang baru dan belum terbiasa dengan suasana di tempat ini saja. Aku yakin lama-lama juga pasti akan terbiasa.
Setelah berterima kasih dan pamit kepada Bang Tio, aku menyeberang jalan dan berjalan menuju kosan. Berdiri di depan pintu, mengucapkan salam, lalu membukanya. Astaga, ternyata semalam aku lupa mengunci pintu saking takutnya. Semoga tak ada barang yang hilang. Kemudian, aku memeriksa sekeliling kamar kos. Aman, tak ada yang hilang. Gegas aku bersiap berangkat kerja.
***
Senja mulai menghampiri setelah seharian bekerja. Ya, bekerja di gudang salah satu maskapai cukup melelahkan. Namun, aku sudah terbiasa dan menikmati pekerjaan angkat-angkat dan mengecek spare part pesawat. Lima tahun sudah aku bekerja di sini, tak ada niat untuk mencari pekerjaan baru. Selain susahnya mendapatkan pekerjaan di zaman sekarang, aku pun sudah nyaman bekerja di tempat ini.
Sebelum aku memasuki Gang Sempit tempat kosanku berada, aku mampir dulu ke bengkel Toni nongkrong dan mengobrol saja. Sebenarnya aku ingin sekali menceritakan yang dialami semalam, tetapi takut ia tak percaya. Aku merasa tak enak juga sama Toni. Biarlah tak akan aku ceritakan sekarang.
Sekitar pukul lima sore aku melangkah menuju kosan. Berharap tak merasakan yang semalam kurasakan. Saat pintu sudah terbuka, kamar kosan ini tetap terasa lembap dan redup. Padahal aku sudah mengecat ulang temboknya agar terlihat lebih cerah dan mengganti lampu dengan yang lebih terang. Namun, seperti tak ada perubahan.
Aku bergegas ke kamar mandi hendak membersihkan diri. Kuguyur seluruh tubuh dari ujung rambut sampai kaki. Lalu, kuusapkan sampo hingga berbusa di rambut. Aku merasa ada seseorang yang memperhatikan saat aku memejamkan mata hendak membersihkan busa di kepala.
Ah, mungkin cuma perasaanku saja, batinku.
Aku melanjutkan membersikan semua busa yang menempel di rambut dan tubuh. Sebenarnya masih dengan perasaan tak enak. Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu. Aku terlonjak, jantungku langsung berdetak kencang. Namun, aku mencoba menenangkan diri. Mungkin itu Toni. Gegas aku memakai handuk dan keluar kamar mandi. Kubuka pintu, tetapi tak ada siapa pun di luar.
“Mungkin Toni sudah pergi,” gumamku.
Hari mulai gelap, aku membaringkan tubuh setelah memakai baju. Menunggu azan Magrib sambil memainkan ponsel. Tiba-tiba saja ponselku mati, ternyata habis baterai. Terpantul bayangan seseorang di layar ponsel, ia sedang duduk di dekat kepalaku.
Jantungku kembali berdetak kencang. Mata kupejamkan sambil beristigfar, tak ingin melihatnya. Dengan napas yang tak teratur, perlahan membuka mata. Ternyata bayangan itu sudah tak ada.
Azan Magrib berkumandang, aku ke kamar mandi hendak berwudhu. Sebaiknya aku harus rajin beribadah agar kosan tidak terasa mencekam.
Rakaat satu dan dua, aku masih khusyuk. Namun, setelah sujud pertama di rakaat terakhir ujung mataku menangkap sesosok perempuan berambut panjang di luar jendela. Ternyata aku lupa menutup tirainya. Jendela tersebut berada di sebelah kiriku sekarang. Aku salat tepat di depan televisi.
Hati mulai gelisah. Salatku pun menjadi tak khusyuk di rakaat terakhir. Aku mempercepat bacaan dan gerakan salat. Sosok perempuan berbaju putih dan berambut panjang itu masih berdiri di luar jendela.
Jantungku serasa melompat keluar. Aku memejamkan mata saat tahiyat akhir. Saat sedang membaca doa dan mencoba menepis semua yang terlihat tadi. Terdengar suara pintu kosanku terbuka.
Hatiku mencelos, tak berani menengok mengucap salam untuk mengakhiri salatku. Akan tetapi, aku harus mengakhiri salatku. Perlahan aku menengok ke kiri, benar saja pintu sudah terbuka lebar.
“Astagfirullah,” ucapku setelah selesai salat, seraya menutupnya kembali.
Segera aku menghubungi Toni agar main ke tempatku. Alhamdulilah, ia bersedia menemani. Setidaknya aku tidak sendirian dan mungkin tidak akan ada yang berani mengganggu.
Aku dan Toni ngobrol sambil menikmati makanan ringan yang dibawanya. Sengaja televisi aku nyalakan agar tak terlalu sepi. Sama sekali aku tak membahas semua yang sudah dialami. Khawatir Toni takut dan malah ingin pulang.
Toni mengguncang tubuhku. Ah, ternyata aku ketiduran. Kulirik jam di ponsel, ternyata masih pukul sebelas. Aku pikir sudah Subuh. Toni pamit pulang, ia tak bisa menginap karena ibunya sendirian di rumah.
Aku menghela napas. Tak bisa memaksa Toni menemaniku sampai pagi. Baiklah semoga tak ada apa pun yang menggangguku lagi.
Sepeninggal Toni aku mengunci pintu, berniat meneruskan tidur yang sempat terjeda. Namun, baru saja aku membaringkan tubuh di kasur. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu sebanyak tiga kali. Kupikir Toni balik lagi, ternyata tak ada siapa pun setelah aku membukanya.
Bulu kudukku merinding seketika dan mulut mulai berkomat-kamit membaca doa dan surah-surah pendek. Dengan cepat pintu kututup dan menguncinya kembali. Aku masih menyender di belakangnya.
Tak hentinya aku melafalkan doa. Aku benar-benar ketakutan meskipun seorang lelaki, tetapi baru kali ini aku merasa diteror makhluk halus, dan itu membuatku benar-benar syok.
“Astagfirullah, apa lagi ini?” tanyaku kepada diri sendiri, telingaku menangkap suara air menetes di kamar mandi.
Padahal dari tadi tak terdengar apa pun. Hening. Aku mengusap wajah dan dada. Mencoba menenangkan hati dan bersikap tak acuh. Namun, saat aku berjalan menuju kamar mandi seperti ada seseorang yang mengikuti. Tak ada siapa pun saat aku menengok ke belakang.
Brak!
Pintu kembali terbuka padahal aku sudah menguncinya tadi. Aku benar-benar gila dibuatnya. Tak tahan dengan semua gangguan yang ada aku lari ke warung kopi Bang Tio. Tak lupa aku mengunci pintu. Sampai di ujung gang, aku menoleh ke belakang dan ternyata ada seorang perempuan melambai kepadaku.

Komento sa Aklat (245)

  • avatar
    KarembongCebong

    Cerita nya serem tapi judulnya menarik👍👍

    13/04/2022

      0
  • avatar
    riskarufia'h

    baru memulai

    19d

      0
  • avatar
    WennyWennymarjeni

    lumayan

    21d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata